Sikap pemerintah yang ngotot melanjutkan rencana eksplorasi geothermal tak menyurutkan perjuangan warga. Mereka mempertaruhkan apa pun demi keselamatan lingkungan Wae Sano. Sebab kawasan di sekitar Danau Sanonggoang itu merupakan ruang hidup warisan leluhur yang harus mereka jaga untuk diwariskan kepada anak cucu kelak.
Penolakan warga terhadap proyek itu sudah berlangsung lima tahun. Warga beberapa kali telah melakukan demonstrasi, menulis surat kepada Bank Dunia dan Presiden. Namun, suara penolakan warga seolah diabaikan begitu saja oleh pemerintah dan perusahaan.
Rofinus Rabun, salah satu warga mengatakan ia ditanyai perihal tanda tangannya dalam surat penolakan proyek geothermal ke Bank Dunia, pendana proyek itu.
Berbagai macam upaya telah dilakukan warga Wae Sano untuk menolak proyek itu, setidaknya sejak 2018 lalu. Diskusi, demonstrasi, menggelar rapat dengar pendapat dengan DPRD bahkan mengirimkan surat kepada Bank Dunia, semuanya sudah dilakukan. Pasalnya, mereka tidak pernah memberikan persetujuan agar para pemilik kepentingan di balik proyek boleh melanjutkan tahapan eksplorasi.
Hal itu mereka sampaikan setelah sebelumnya, mereka telah menulis surat menyatakan penolakan terhadap proyek itu. Bank Dunia pernah membalas surat itu dan berjanji akan bertatap muka. Sementara itu, kabarnya, proyek itu akan dieksekusi pada awal tahun 2022 meskipun warga tetap menolak.
Kalau Anda belum gerah melihat mentalitas feodal dalam Gereja, sebaiknya mari merenungkan ulang tentang kesalehan Kristiani. Tentu, sambil tidak lupa berdoa untuk para imam yang peduli pada masyarakat kecil, imam yang sangat sederhana, yang ‘berbau domba’ menurut kata-kata Paus Fransiskus.
Dalam konteks Pulau Flores, pemerintah harus lebih mendorong prinsip-prinsip pembangunan yang tidak berbasis pada skala besar dan rakus lahan serta menghentikan seluruh model pembangunan yang berdampak pada alih fungsi kawasan hutan.
“Irama kehidupan kami yang teratur sekarang hendak dibenturkan dan dirusak dengan kehendak menjalankan proyek yang serba harus jadi, harus segera, harus diterima apapun risikonya,” kata mereka.
Prinsip Etis Kristiani cukup awas dengan anasir-anasir utilitaris di balik cerita-cerita besar. Jangan sampai terjadi “biarlah satu orang mati untuk semua bangsa” pada warga Wae Sano.
Lewat sebuah siaran pers, Keuskupan Ruteng menjelaskan sikap terkait proyek geothermal Wae Sano di tengah ramainya pembicaraan terkait surat uskup yang meminta pemerintah melanjutkan proyek itu.
Polemik proyek geothermal Wae Sano sudah berlangsung sejak 2018 lalu. Hingga saat ini, berbagai upaya dilakukan oleh perusahaan dan pemerintah, termasuk membuat MoU dengan Keuskupan Ruteng. Warga, sekalipun tidak banyak dilibatkan dalam proses-proses yang ada tetap menyatakan penolakan karena proyek itu berlangsung di ruang hidup mereka.
Lima tewas dan puluhan lain dirawat di rumah sakit akibat semburan gas beracun dari proyek geothermal di Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara bulan lalu. Kasus ini bisa jadi bukan yang terburuk yang mungkin terjadi, tetapi baru peringatannya. Flores bagian dari daerah yang sudah mesti waspada.
Berkaca pada kasus di Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 25 Januari 2021, di mana lima warga tewas dan puluhan lainnya dirawat di rumah sakit akibat menghirup gas beracun dari proyek geothermal, Hendro Sangkoyo mengatakan, ini :belum tentu yang terburuk yang bisa terjadi" akibat proyek geothermal ini. "Itu peringatannya."
Floresa.co - Uskup Ruteng, Mgr. Siprianus Hormat mengirim surat khusus kepada Presiden Joko Widodo, meminta untuk menghentikan mega proyek panas bumi (geothermal) di Desa...