Jokowi Umumkan Pulau Rinca untuk Pariwisata Massal, Pulau Padar dan Komodo untuk Pariwisata Eksklusif

Skema ini mengancam keutuhan Taman Nasional Komodo sebagai rumah perlindungan aman bagi satwa langka Komodo dari ancaman kepunahan akibat perubahan iklim dan dari desakan aktivitas eksploitatif manusia. Dengan skema itu pula, telah terjadi perubahan drastis paradigma pembangunan pariwisata dari ‘community based-tourism’ menjadi ‘corporate-driven tourism’.

Floresa.co – Presiden Joko Widodo mengumumkan pemberlakuan tarif baru ke Taman Nasional [TN] Komodo, Manggarai Barat [Mabar] Nusa Tenggara Timur [NTT]. Ia menegaskan, Pulau Rinca dikhususkan untuk pariwisata massal, sedangkan di Pulau Komodo dan Pulau Padar untuk pariwisata eksklusif.

Hal itu disampaikan Presiden Jokowi pada acara peresmian sarana dan prasarana pariwisata di Pulau Rinca, TN Komodo, pada Kamis, 21 Juli 2022 siang. Pada kesempatan itu, Presiden ditanyai wartawan terkait dengan naiknya tiket menjadi 3,750,000/orang mulai 1 Agustus ini seperti yang telah diumumkan Pemerintah.

“Kita ingin konservasi, tapi kita juga ingin ekonomi lewat turisme, lewat wisatawan. Dan, ini harus seimbang. Di Labuan Bajo itu beruntung karena komodo itu tidak hanya hidup di satu pulau. Ada di Pulau Komodo, di Pulau Rinca sini, ada di Pulau Padar,” katanya.

“Yang konservasi, kemarin sudah sepakat semuanya di Pulau Komodo dan di Pulau Padar. Yang untuk wisatawan, diberikan di Pulau Rinca sehingga ini kita benahi untuk wisatawan dan juga untuk komodonya,” tambahnya.

BACA: Tolak Kenaikan Harga Tiket dan Monopoli Bisnis di TN Komodo, Ini Pernyataan Warga

Meski menyebut komodo di Pulau Rinca dan Pulau Komodo tidak memiliki perbedaan, namun ia menyatakan tetap ada perbedaan pemberlakuan tarif. Di Pulau Rinca, kata dia, masih menggunakan tarif lama sedangkan di Pulau Komodo dan Padar dengan tarif baru.

“Komodo di Pulau Rinca dan di Pulau Komodo itu komodonya juga sama. Wajahnya juga sama. Jadi kalau mau lihat komodo silahkan ke Pulau Rinca. Di sini ada komodo. Mengenai bayarnya berapa, tetap. Tapi kalau mau ‘bapak, saya pingin sekali pak, lihat yang di Pulau Komodo’… silahkan, ‘ga apa-apa’ juga, tapi ada tarifnya yang berbeda,” katanya.

Ia mengklaim kebijakan yang diambil pemerintah tidak semena-mena. Menurutnya, pemerintah tetap mengakomodir pegiat lingkungan dan konservasi.

“Itu loh sebenarnya simpel seperti itu. Jangan dibawa kemana-mana karena pegiat-pegiat lingkungan, pegiat-pegiat konservasi juga harus kita hargai mereka, masukan mereka,” kata Jokowi.

Aksi unjuk rasa warga di Labuan Bajo pada Senin, 18 Juli 2022, menentang kebijakan kenaikan harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo dan monopoli bisnis di kawasan itu. (Foto: Floresa)

Skema yang Mengancam Komodo

Cypri Dale, antropolog yang melakukan penelitian tentang konservasi dan pembangunan pariwisata di TN Komodo menilai, pernyataan Jokowi memberikan gambaran yang semakin jelas tentang skema pengelolaan TN Komodo di masa mendatang.

“Pulau Rinca dan perairan sekitarnya dibuka sebesar-besarnya bagi pariwisata massal, sementara Pulau Padar dan Pulau Komodo dijadikan pariwisata ekslusif yang dikelola oleh berbagai perusahaan yang telah diberi konsesi bisnis di wilayah itu,” ujarnya.

Selain PT Flobamor, perusahaan yang juga mengantongi izin investasi di TN Komodo juga ialah PT Komodo Wildlife Ecoturism [KWE] yang mendapat konsensi di Pulau Komodo dan Pulau Padar, PT Segara Komodo Lestari [SKL] di Pulau Rinca serta PT Synergindo Niagatama di Pulau Tatawa.

BACA: Presiden Didesak Batalkan Kenaikan Tiket dan Cabut Izin Perusahaan-Perusahaan di TN Komodo

Peneliti pada Center of Southeast Asian Studies (CSEAS), Universitas Kyoto Jepang itu menuturkan, skema ini mengancam keutuhan TN Komodo sebagai rumah perlindungan aman bagi satwa langka Komodo dari ancaman kepunahan akibat perubahan iklim dan dari desakan aktivitas eksploitatif manusia.

Ia juga menilai, dengan skema itu, telah terjadi perubahan drastis paradigma pembangunan pariwisata dari ‘community based-tourism’ menjadi ‘corporate-driven tourism’.

“Warga Komodo yang sudah dicabut hak agrarianya sejak penetapan kawasan ini menjadi Taman Nasional pada tahun 1980 kini harus kehilangan peluang mata pencaharian dari sektor pariwisata berbasis komunitas di Loh Liang dan Pink Beach. Peluang itu dicaplok perusahaan-perusahaan yang didukung pemerintah,” tegasnya.

Pada 18 Juli 2022, berbagai elemen masyarakat di Labuan Bajo melakukan aksi damai menentang keputusan Pemerintah menaikkan harga tiket ke TN Komodo dan pengelolaan ekslusif Pulau Padar dan Pulau Komodo oleh perusahaan-perusahaan. Mereka meminta Presiden meninjau ulang keputusan itu dan mencabut semua izin konsesi bisnis di dalam TN Komodo.

“Selain membahayakan konservasi, kehadiran perusahaan-perusahaan ini juga menciptakan monopoli bisnis pariwisata di kawasan TN Komodo yang meminggirkan warga local,” demikian bunyi pernyatan mereka.

Sebelumnya, sejak tahun 2019, mereka juga aktif memprotes pemberian konsesi bisnis kepada perusahaan-perusaaan tersebut serta rencana relokasi warga dari kampung Komodo yang didengungkan oleh Gubernur NTT, Victor Laiskodat.

Floresa

spot_img

Artikel Terkini