Di Tengah Protes Publik, IUCN dan UNESCO Pantau Pembangunan Sarana Pariwisata di TNK

Selain terkait pembangunan sarana dan prasarana wisata di Loh Buaya, Pulau Rinca, perwakilan masyarakat sipil juga meminta IUCN dan UNESCO untuk memeriksa izin perusahaan-perusahan sewasta yang berinvestasi di dalam ruang hidup satwa purba warisan dunia itu.

Floresa.co – Di tengah berbagai protes publik terhadap proyek-proyek infrastruktur pariwisata yang dianggap membahayakan konservasi, tim dari UNESCO dan IUCN akhirnya mendatangi langsung Taman Nasional Komodo [TNK] dan berdiskusi dengan berbagai pihak, termasuk dari kalangan masyarakat sipil.

IUCN adalah lembaga internasional yang menangani isu-isu konservasi sumber daya alam, sementara UNESCO merupakan lembaga PBB yang menganugerahkan status Situs Warisan Dunia [World Heritage Site] untuk TNK.

Dalam kunjungan pada 3-6 Maret itu, IUCN diwakili oleh Amran Bin Hamzah dan Zischa Katherine, sementara dari UNESCO adalah Mohamed Djelid dan Hans Dencker Thulstrup.

Dari sejumlah kelompok masyarakat sipil yang diajak berdiskusi oleh IUCN dan UNESCO, salah satunya adalah Sunspirit for Justice and Peace, lembaga advokasi berbasis riset di Labuan Bajo yang memiliki perhatian terhadap isu ekologi dan sosial di TNK.

Venansius Haryanto, Kepala Divisi Riset dan Advokasi  pada lembaga itu mengatakan, “audiensi ini merupakan bagian dari respon kedua lembaga itu terhadap krisis pembangunan di TN Komodo yang dalam beberapa tahun terakhir terus disuarakan oleh elemen sipil.”

BACA: Izin PT SKL dan PT KWE di TNK Dievaluasi, Langkah di Tengah Perlawanan Warga dan Teguran UNESCO

Salah satu yang mendapat sorotan publik, kata Venan adalah pembangunan sarana dan prasarana pariwisata ‘Jurassic Park’ yang terdapat di Loh Buaya, Pulau Rinca, salah satu habitat utama binatang langkah Komodo.

Venan mengatakan kepada Floresa.co pada Senin, 7 Maret 2022 bahwa sejumlah elemen sipil di Labuan Bajo pernah mengirimkan surat kepada UNESCO, menuntut agar mengambil tindakan terhadap pembangunan tersebut serta konsensi-konsensi yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan swasta.

Surat yang dikirim pada September 2020 itu, jelas dia, kemudian direspon UNESCO pada Juli 2021, dengan meminta pemerintah Indonesia menghentikan sementara semua proyek infrastruktur di dalam dan sekitar TNK.

Alasannya, proyek itu berpotensi berdampak pada nilai universal luar biasa atau Outstanding Universal Value (OUV), salah satu kriteria penilaian UNESCO untuk penetapan status warisan dunia.

Tak hanya itu, UNESCO kemudian meminta Indonesia menyerahkan revisi dokumen analisis mengenai dampak lingkungan proyek itu yang selanjutnya akan ditinjau kembali oleh IUCN.

BACA: Kebakaran Berulang di TNK, Bagaimana Implementasi Upaya Mitigasi dan Penanganan?

Pemerintah Indonesia juga diminta memberikan informasi rinci dari rencana induk pariwisata terpadu yang menunjukkan bagaimana properti OUV akan dilindungi.

Selain pembangunan sarana dan prasarana pariwisata di Loh Buaya Pulau Rinca tersebut, Venan menyatakan, dalam audiensi itu, mereka juga menyoroti konsensi perusahaan sewasta di TNK.

Menurutnya, izin bisnis pariwisata untuk membangun resort-resort sudah menjadi sorotan berbagai pihak, sebab sangat berbahaya bagi masa depan konservasi dan pariwisata berkelanjutan di Flores.

“Tiga perusahaan itu adalah PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca, PT Komodo Wildlife Tourism (PT KWE) di Pulau Padar dan Pulau Komodo dan PT Synergindo Niagatama di Pulau Tatawa,” terangnya.

Meski izin dari dua perusahan pertama telah dinyatakan dievaluasi oleh pemerintah Indonesia pada Januari 2022, Venan menyayangkan karena tidak ada jaminan bahwa izinnya akan dicabut.

“Karena itu, kedua lembaga ini mesti memberi perhatian khusus terhadap izin-izin perusahaan ini dengan mendesak pemerintah Indonesia untuk mencabut izin mereka,” tuturnya.

Venan menambahkan, isu lain yang mereka bicarakan adalah terkait kebakaran di wilayah TNK yang terus terjadi dalam lima tahun terakhir, yang “menunjukkan soal lemahnya mekanisme mitigasi bencana.”

Venan juga menjelaskan, dalam pertemuan itu, mereka juga mendiskusikan potensi ancaman terhadap ekosistem perairan di dalam kawasan TNK.

BACA: Pariwisata Super Premium: Penguasaan Sumber Daya dan Kesempatan, dan Perlawanan Rakyat Flores

“Terdapat beberapa fakta yang diangkat, antara lain soal kerusakan terumbu karang di spot-spot diving serta tidak adanya sistem manajemen yang baik dari pengelolaan limbah-limbah cair dari kapal-kapal wisata,” katanya.

Terkait dengan posisi warga yang menghuni TNK serta dinamika konservasi dan pariwisata, juga turut disinggung, terutama terkait kebijakan pemerintah yang cenderung kurang menjadikan warga dalam kawasan TNK sebagai bagian penting dari konservasi serta pariwisata, jelas Venan.

Salah satu masalah yang dibahas, kata dia, adalah rencana pemerintah NTT pada tahun 2019 yang hendak merelokasi warga Komodo.

“Atas dasar itu, IUCN dan UNESO perlu mendesak pemerintah Indonesia untuk mendorong keterlibatan warga dalam kawasan,” tegasnya.

ARJ

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini