Warga Wae Sano Minta Bank Dunia Hentikan Pendanaan Proyek Geothermal

Floresa.co – Warga Wae Sano di Kabupaten Manggarai Barat meminta Bank Dunia menghentikan pendanaan untuk proyek geothermal yang mengancam kampung mereka.

Permintaan itu mereka sampaikan dalam aksi unjuk rasa yang digelar di Labuan Bajo pada Jumat, 4 Maret 2022.

“Kami meminta Bank Dunia untuk segera menghentikan pendanaan terhadap proyek geothermal di ruang hidup kami,” ujar Juru Bicara Warga Wae Sano, Frans Napang dalam aksi yang diikuti puluhan warga itu.

Sebelumnya, pada Maret 2020 lalu, warga juga pernah menyurati Bank Dunia menyampaikan sikap penolakan terhadap proyek itu. Surat itu sempat dibalas Bank Dunia, dan menjanjikan akan menemui warga, namun belum terlaksana hingga kini.

Dalam aksi protes itu, warga, termasuk ibu-ibu kompak berbusana adat menenteng hasil bumi dari kebun mereka sembari berarak dari Gereja Paroki Roh Kudus Labuan Bajo hingga Kantor Bupati Manggarai Barat.

BACA: Galeri: Aksi Warga Wae Sano Tolak Proyek Geothermal

“Hasil bumi yang kami bawa merupakan gambaran nyata tentang ruang hidup kami. Inilah ruang hidup yang kami pertahankan dari ancaman kerusakan jika pemerintah melanjutkan proyek geothermal Wae Sano,” ujar salah satu peserta aksi Hiron Gun.

Warga juga mendesak pemerintah pusat untuk mencabut izin dan menghentikan upaya paksa demi meloloskan proyek itu dan meminta Pemkab Mabar tidak lagi memfasilitasi setiap upaya pemaksaan terhadap warga.

“Kami menolak semua upaya paksa pemerintah untuk terus melanjutkan proses pengerjaan geothermal Wae Sano di semua titik pengeboran, baik di Lempe dan Nunang maupun Dasak,” tegas Frans, merujuk pada kampung-kampung yang masuk wilayah Desa Wae Sano.

Ia menjelaskan, proyek tersebut membawa bahaya bagi keutuhan ruang hidup mereka, yakni kesatuan yang utuh dan tak terpisahkan dalam persekutuan adat orang Manggarai.

Hal tersebut mencakup pemukiman [golo lonto, mbaru kaeng, dan natas labar], kebun pencaharian [umat duat], sumber air [wae teku], pusat kehidupan adat [compang takung dan mbaru gendang], kuburan [lepah boak], serta hutan dan danau [puar agu sano].

BACA: Angkat KTP di Depan Bupati Manggarai Barat, Penolak Geothermal: “Kami Warga Asli Wae Sano”

Warga juga mengutuk keras anggapan bahwa pihak yang menolak geothermal Wae Sano adalah orang-orang luar, tudingan yang mereka sebut datang dari pihak yang tidak mengetahui dan tidak menghargai perjuangan rakyat karena berhamba pada kekuasaan dan uang.

“Kami menegaskan bahwa kami yang hadir pada hari ini merupakan warga asli dan pewaris adat di tiga Kampung yaitu Lempe, Nunang, dan Dasak,” tegas Frans sambil menunjukkan KTP-nya saat berbicara di depan Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi. Aksi Frans diikuti pula oleh warga lainnya.

Warga menggelar ‘Parade Hasil Bumi’ menolak proyek geothermal Wae Sano di Labuan Bajo pada Jumat, 4 Maret 2022. [Foto: Floresa].

“Kami tidak mau menanggung risiko masa depan, untuk selamanya hidup di tengah kehadiran proyek panas bumi yang sangat mengancam ruang hidup dan masa depan anak cucu kami,” katanya.

Mereka menyindir pejabat di daerah itu yang menilai alasan penolakan warga Wae Sano tidak rasional dan selalu mengklaim geothermal sebagai energi bersihkan dan terbarukan.

“Tidak kah pemerintah tahu bahwa banyak contoh pengembangan energi geothermal di tempat lain yang sangat berdampak buruk bagi lingkungan bahkan menelan korban nyawa warga?” tanya Frans.

Dalam dialog dengan warga, Bupati Edistasius berusaha menjelaskan bahwa proyek tersebut tidak beresiko seperti yang dikhawatirkan warga.

BACA: Klaim BOP-LBF Soal Proyek Pariwisata di Hutan Bowosie, Labuan Bajo: Mengapa Ditentang Kelompok Sipil?

Ia merujuk pada sejumlah dokumen terkait proses yang telah dilakukan mulai dari tingkat desa, termasuk studi banding ke tempat di mana ada geothermal, seperti di Patuha, Jawa Barat.

“Luar biasa kehidupan sektor pertanian di Patuha itu. Apa artinya, apa yang kita lihat, geothermal ini tidak mengganggu sektor pertanian,” sebut Edi.

Meski demikian, pihaknya tetap menghargai adanya tuntutan masyarakat Wae Sano dan berjanji akan meneruskannya ke pihak terkait.

“Tentu tuntutan-tuntutan yang disampaikan, kita akan teruskan ke tingkat pusat dan Bank Dunia,” ujarnya.

Meski dicurigai tak berpihak pada perjuangan masyarakat dan lebih berpihak pada investor proyek, Edi mengatakan posisi Pemkab Mabar tetap berada di tengah-tengah.

“Tentu semua aspek akan kita lihat. Kalau dampak positif lebih dominan, kami tidak punya alasan untuk tidak mendukung,” pungkasnya.

Maria Afrida, salah satu peserta aksi mengatakan, mereka akan tetap berusaha mempertahankan ruang hidup dari proyek tersebut.

“Kami masyarakat Wae Sano tetap menolak yang namanya geothermal. Apapun yang terjadi nyawa menjadi taruhan kami,” tegasnya.

Tim Floresa

spot_img

Artikel Terkini