Palu Majelis Hakim PTUN Kupang Menentukan Masa Depan Lingkungan di Lengko Lolok

Setelah melalui rangkaian proses sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang – bagian dari upaya masyarakat sipil melawan keputusan pemerintah melakukan penambangan batu gamping dan pabrik semen di Manggarai Timur,- putusan akan segera diumumkan pekan ini. Putusan majelis hakim akan menentukan masa depan lingkungan di wilayah yang berperan penting bagi ketersediaan air itu.

Floresa.co – Pada Kamis, 11 November, majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang dijadwalkan akan membacakan putusan terkait gugatan warga atas izin tambang batu gamping di Lengko Lolok, Kabupaten Manggarai Timur.

Putusan itu, menurut para pengacara pihak penggugat, akan sangat menentukan keselamatan lingkungan di wilayah bagian utara Pulau Flores itu.

Dalam perkara dengan nomor 5/G/LH/2021/PTUN.KPG itu, warga menggugat Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Produksi untuk perusahan tambang batu gamping PT. Istindo Mitra Manggarai (IMM) yang telah diterbitkan Pemerintah Provinsi NTT dan izin lingkungan yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur pada 2020.

Sikap pemerintah yang ngotot menerbitkan izin itu di tengah penolakan sebagian warga setempat yang didukung elemen sipil dan organisasi Gereja Katolik telah mendorong kasus ini di bawah ke ranah hukum pada Meret tahun ini, langkah yang dianggap cara terakhir untuk menyelamatkan ruang hidup masyarakat.

Gugatan itu telah membuat PT IMM dan PT PT. Semen Singa Merah NTT – yang akan mendirikan pabrik semen – belum bisa melakukan aktivitas. Dalam sebuah seminar virtual baru-baru ini, Marsianus Jawa, Kepala Dinas PMPT Satu Pintu Provinsi NTT mengakui tindak lanjut izin itu masih menanti putusan PTUN Kupang.

Majelis hakim PTUN telah menggolongkan kasus ini sebagai gugatan lingkungan dan diadili oleh para hakim yang memiliki kompetensi atau sertifikat lingkungan.

“Kami sangat berharap bahwa putusan majelis hakim menempatkan masa depan lingkungan sebagai pertimbang utama. Ini terkait kehidupan masyarakat di Lengko Lolok dan sekitarnya yang terancam dengan kehadiran pertambangan itu,” kata Romo Marthen Jenarut, Ketua Komisi Justice, Peace and Integrity of Creation (JPIC) Keuskupan Ruteng yang juga menjadi salah satu dari pengacara penggugat.

Romo Marthen mengatakan harapan itu terkait dengan alasan bahwa wilayah izin perusahan itu seluas 500,4590 ha yang merupakan wilayah pertanian lahan kering adalah daerah karst – penyedia air – yang dilindungi dan dalam dokumen Amdal, pihak perusahan juga sudah mengakui bahwa aktivitas mereka akan berdampak pada keberadaan karst itu.

“Kuantitas air memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dari aspek sosial maupun ekonomi. Selain itu, penambangan di perbukitan karst dikhawatirkan akan merusak fungsi karst dan juga menyebabkan daya serap air hujan ke dalam tanah menjadi jauh berkurang,” katanya.

Vitalnya peran wilayah di Lengko Lolok dan sekitarnya itu bagi keselamatan lingkungan, kata dia,  juga telah diakui sendiri oleh pemerintah dengan SK.8/MENLHK SETJEN/PLA.3/2018 yang menempatkan wilayah itu sebagai bagian dari ekoregion karst di wilayah Flores yang harus dilindungi.

“Merusak karst berarti menghilangkan sumber air bagi manusia dan kehidupan lainnya,” kata Romo Marthen.

Sementara itu, Elias Sumardi Dabur, pengacara lain menyoroti dokumen lingkungan PT IMM yang menurutnya “terbukti tidak layak lingkungan hidup.”

Dari fakta persidangan, kata dia, terungkap dokumen itu selain cacat administrasi dan bertentangan dengan rencana tata ruang Kabupaten Manggarai Timur, juga mengabaikan warga yang bakal terkena dalam langsung aktivitas pertambangan.

“Warga yang bakal terdampak langsung tidak dilibatkan atau diabaikan dalam proses analisis lingkungan hidup dan izin lingkungan,” katanya.

“Keputusan menerbitkan Ijin Lingkungan dan IUP Produksi dilakukan tanpa koordinasi dan tinjauan lapangan dan itu berarti keputusan tersebut terbukti melanggar asas-asas pemerintahan yang baik,” tambah Elias.

Ia menjelaskan, keterangan saksi yang dihadirkan tergugat selama proses siang juga telah menerangkan bahwa keputusan yang diambil tanpa pengecekan dengan teliti atas dokumen-dokumen persyaratan, tanpa koordinasi dengan atasan dan dinas-dinas terkait serta tanpa verifikasi ke lapangan.

Fakta lain dalam persidangan disampaikan pengacara Valens Dulmin, perihal kesepakatan antara PT. IMM dan PT. Semen Singa Merah NTT dengan warga Kampung Lengko Lolok.

“Kesepakatan itu diduga penuh manipulasi dan bukti-bukti yang diajukan oleh PT. IMM sama sekali tidak sesuai dengan fakta lapangan,” katanya.

“Satu hal yang diabaikan oleh PT. IMM adalah bahwa masyarakat Lengko Lolok menolak untuk pindah kampung,” katanya.

Namun, anehnya, menurut Valens, dalam kesepakatan awal yang dibuat perusahan, dinyatakan bahwa warga bersedia pindah kampung.

“Selain, dalam kesepakatan tersebut tidak tercantum tanda tangan isteri atau para istri tidak memberikan persetujuan terkait pelepasan aset, sedangkan objek perjanjian menyangkut harta bersama suami isteri dalam perkawinan sehingga perjanjian tersebut tidak sah,” tambah Valens.

Atas dasar berbagai alasan itu, katanya, mereka berharap putusan majelis hakim berpihak pada mereka, dengan membatalkan izin yang telah diberikan pemerintah.

“Ini demi demi keselamatan lingkungan alam di Kabupaten Manggarai Timur khususnya dan Indonesia umumnya,” katanya.

Romo Marthen menambahkan, “kami yakin majelis hakim yang memeriksa perkara ini dan telah memiliki kompetensi/sertifikat lingkungan akan menjadi penentu bagi penegakan hukum demi terwujudnya keutuhan ciptaan dan terwujudnya lingkungan hidup yang sehat dan nyaman.”

“Ini tentu tidak hanya untuk manusia, tetapi juga untuk mahluk ciptaan Tuhan yang lainnya,” tambah Romo Marthen.

FLORESA

spot_img
spot_img

Artikel Terkini