Komite Bersama Proyek Geothermal Klarifikasi Surat Warga Wae Sano kepada Bank Dunia

Rofinus Rabun, salah satu warga mengatakan ia ditanyai perihal tanda tangannya dalam surat penolakan proyek geothermal ke Bank Dunia, pendana proyek itu.

Floresa.co –  Warga yang masih menolak proyek geothermal di Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat mengaku didatangi oleh panitia pendukung proyek itu pada Rabu, 20 Oktober, di mana mereka dimintai klarifikasi terkait surat penolakan yang mereka kirimkan kepada Bank Dunia.

Menurut Rofinus Rabun, salah satu warga yang menolak proyek itu, ia ditanyai perihal tanda tangannya dalam surat ke Bank Dunia – pendana proyek itu- yang mereka kirimkan pada Maret 2020.

Ia mengatakan, orang yang menemuinya adalah Itho Umar, didamping Penjabat Kepala Desa Wae Sano, Yosef Agun. Itho merupakan salah satu anggota komite bersama untuk meloloskan proyek itu yang dibentuk berdasarkan hasil Nota Kesepahaman (MoU) antara Keuskupan Ruteng dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Rofinus mengatakan kepada Floresa.co, Itho memberitahunya bahwa kehadiran mereka adalah atas permintaan Bank Dunia yang telah menerima surat penolakan warga.

“Kami datang karena surat kamu sudah sampai di tangan Bank Dunia. Mereka lalu bertanya, apakah tanda tangan yang ada dalam surat itu benar dari semua nama yang tertera di dalamnya?” kata Rofinus, mengulang kembali pernyataan Itho.

BACA: Pemerintah Hendak Eksekusi Proyek Geothermal Wae Sano, Warga Tetap Menolak dan Tagih Janji Bank Dunia

Ia menambahkan, Itho mengatakan bahwa pihaknya mendatangi setiap rumah penanda tangan surat itu karena tidak memungkinkan untuk menggelar sebuah pertemuan bersama di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini. Selain itu, jelasnya, Itho juga mengatakan kunjungan ke setiap warga lebih efektif, di mana mereka bisa leluasa berbicara.

“Saya belum bertanya kepada warga lain yang sudah mereka temui, terkait apakah omongan mereka sama atau tidak dengan yang disampaikan kepada saya,” katanya.

Rofinus mengatakan, ia telah memberitahu Itho bahwa benar ia ikut menandatangani surat itu.

“Tanda tangan tersebut tidak direkayasa. Di kolom nomor nama saya, saya sendiri yang tanda tangan,” katanya.

Ia juga mengaku memberitahu Itho bahwa “kalau ada yang menganggap tandatangan itu rekayasa, sebenarnya hanya asumsi.”

“Kadang orang menganggap rekayasa hanya karena belajar dari kebiasannya saja sehingga dia menganggap penolakan kami juga rekayasa,” kata Rofinus.

Yosef Agun telah mengonfirmasi kepada Floresa.co terkait kehadirannya dalam pertemuan itu, yang sudah didokumentasi oleh warga dalam bentuk video.

“Benar, saya mendamping kegiatan tersebut tadi sore,” katanya Rabu malam.

Sementara Itho tidak merespon pertanyaan Floresa.co terkait apakah klarifikasi isi surat itu berhubungan dengan jadi tidaknya Bank Dunia memberikan dukungan dana. Pesan yang dikirimkan ke kontak WhatsApp-nya dan sudah centang biru – tanda bahwa pesan itu sudah dibaca – tidak dibalas.

Ini merupakan perkembangan terbaru dari proyek geothermal Wae Sano yang masih terus menjadi polemik, di mana warga setempat masih konsisten menolak.

Proyek ini merupakan bagian dari upaya pemerintah memaksimalkan potensi geothermal di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Flores yang telah ditetapkan sebagai Pulau Geothermal dan terdapat sekitar 20-an titik yang sedang dan akan dieskplorasi. Proyek ini dikerjakan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dan PT Geo Dipa Energy, dengan dukungan dana dari Bank Dunia.

Penolakan warga selain karena lokasi yang berdekatan dengan ruang hidup mereka, baik kampung maupun ladang, juga dipicu kekhawatiran terkait potensi bencana.

Karena alasan itu, dalam surat yang mereka kirimkan kepada Bank Dunia dan New Zealand Aid, mereka menegaskan bahwa “proyek ini mengancam kehidupan sosial, budaya, keagamaan, dan mata pencaharian kami.”

Warga juga mengaku belum mendapat penjelasan yang utuh tentang proyek itu, termasuk dampak dan risiko yang akan mereka tanggung jika proyek itu dijalankan.

BACA: Meski Warga Tetap Tolak, Pemerintah Ngotot Proyek Geothermal Wae Sano Dieksekusi Awal Tahun 2022

“Dalam sosialisasi yang dilakukan oleh pihak PT SMI yang difasilitasi oleh pemerintah, kami hanya mendapat penjelasan bahwa proyek ini akan membawa kebaikan dan tidak memiliki risiko. Kami sangat tidak yakin bahwa proyek geothermal ini tidak memiliki risiko bagi kelangsungan hidup kami,” tulis mereka.

Mereka juga menyatakan “mengetahui bahwa Bank Dunia dan New Zealand sangat menghormati prinsip Free, Prior, and Informed Consent (persetujuan bebas setelah mendapat informasi yang lengkap sebelumnya).”

“Kami berharap bahwa Bank Dunia dan New Zealand Aid juga menghargai prinsip ini di kampung kami,” kata mereka, dan menambahkan bahwa mereka meminta agar mengevaluasi dukungan dana terhadap proyek ini.

Melalui surat ini juga, warga Wae Sano menyampaikan undangan kepada Bank Dunia dan New Zealand Aid untuk datang ke kampung mereka, menyaksikan persoalan ini dari dekat.

Bank Dunia sudah sempat membalas surat itu. Dalam surat balasan pada 30 Juni 2020 yang ditanda tangani Peter Johanssen, spesialis senior bidang energi, ia mengatakan mereka berharap “dapat berdialog dan mendapatkan masukan” warga atas proyek itu.

“Kami selalu memberikan perhatian penuh atas hal ini,” tulisnya.

Sementara itu, saat ini pemerintah tetap ngotot memaksakan melanjutkan proyek itu dan dikabarkan akan dieksekusi pada awal tahun depan.

BACA: Catatan Pertemuan Antara Pemerintah dan Perusahaan dengan Pemilik Lahan Proyek Geothermal Wae Sano, Pihak Kantor Staf Presiden Tampil Sebagai Pembicara

Pada 28 September, Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi meneken Nota Kesepahaman (MoU) dengan Direktur Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Dadan Kusdiana untuk mendukung kelancaran proyek geothermal Wae Sano.

Penandatangan MoU itu dilakukan beberapa setelah pertemuan yang melibatkan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan pemerintah pusat, yang diwakili Yando Zakaria, staf dari Kantor Staf Presiden beserta elemen lain pada 23 September di Wae Sano, dengan agenda rencana tindak lanjut pelaksanaan proyek itu.

Selama pertemuan itu, beberapa dari 28 warga pemilik lahan yang hadir dan ikut berbicara tetap menyatakan sikap menolak.

Petrus Lapur, salah satu warga mengatakan, mereka tetap berharap Bank Dunia menepati janji menemui mereka.

“Pernyataan dari Bank Dunia bahwa mereka akan mendatangi kami setelah Covid-19 ini mereda,” katanya.

“Kami sedang menunggu kehadiran Bank Dunia untuk berbicara langsung dengan kami,” tambahnya.

FLORESA

spot_img

Artikel Terkini