Bupati Mabar Teken MoU Dukung Proyek Geothermal Wae Sano di Tengah Kokohnya Penolakan Warga  

Naasnya, penandatanganan MoU itu dibuat politisi Nasdem itu di tengah terus kokohnya penolakan warga terhadap proyek yang dibiayai oleh Bank Dunia tersebut.

Floresa.co – Bupati Manggarai Barat [Mabar], Edistasius Endi meneken nota kesepahaman [MoU] dengan Direktur Jendral Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi [EBTKE] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral [ESDM], Dadan Kusdiana untuk mendukung kelancaran proyek geothermal Wae Sano, di Jakarta pada Selasa, 28 September 2021.

Naasnya, penandatanganan MoU itu dibuat politisi Nasdem itu di tengah terus kokohnya penolakan warga terhadap proyek yang dibiayai oleh Bank Dunia tersebut.

“Dalam rangka Pelaksanaan Kegiatan Penyediaan Data dan Informasi Panas Bumi di Area Wae Sano, Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Komite Bersama menggandeng Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat untuk melakukan kerjasama untuk mendukung kelancaraan pelaksaaan proyek panas bumi,” demikian disampaikan dalam rilis yang dilansir PT Geo Dipa Energi pada Selasa, 28 September.

PT Geo Dipa ialah perusahaan yang akan mengelola proyek tersebut bersama dengan PT Multi Saran Infrastruktur [SMI].

Dalam sambutannya, Edi mengklaim penandatanganan Mou itu dibuat atas kebutuhan rakyat Mabar. Ia berharap wilayah yang dipimpinnya itu tidak hanya dikenal dengan keindahan alamnya, tetapi juga penggunaan energi bersih yang diyakininya berasal dari geothermal.

“Terima kasih teman-teman dari pusat tidak pernah putus asa, tidak pernah lelah bagaimana membangun Kabupaten Manggarai Barat beserta seluruh rakyatnya,” klaimnya.

Sementara itu, Kusdiana menyatakan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, PT Geo Dipa Energi dan PT SMI akan terus bersama dengan Pemda Mabar untuk mengembangkan proyek tersebut.

“Kami juga nanti support dari sisi penyediaan energi bersih, memang kalau kita jual sekarang ya wisata-wisata itu basisnya harus kesana [terbarukan],” ujarnya.

Selain Kusdiana, hadir Direktur Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko, Luky Alfirman yang menyatakan bahwa proyek gethermal Wae Sano sebagai bantu loncatan untuk proyek-proyek di wilayah lain. Turut hadir juga, Direktur Utama Geo Dipa Energi, Riki Firmanda Ibrahim.

BACA: Pemerintah Hendak Eksekusi Proyek Geothermal Wae Sano, Warga Tetap Menolak dan Tagih Janji Bank Dunia

MoU itu mencakup beberapa fokus Kerjasama, antara lain, keterbukaan akses informasi dalam rangka penyelesaian pengembangan panas bumi Wae Sano, sosial kemasyarakatan serta penerapan mekanisme penanganan keluhan atau grievance redress mechanism.

Selain itu, juga mengatur terkait pengadaan lahan, pengurusan dokumen perijinan, komunikasi kepada stakeholder, penataan infrastruktur, pengembangan masyarakat, dukungan implementasi benefit sharing mechanism, dan berbagai kegiatan lain yang berhubungan dengan pengadaan data Proyek Panas Bumi di Flores terutama Wae Sano.

Selain MoU, dalam kesempatan yang sama, Edi juga menandatangani Perjanjian Kerja Sama Pengadaan Tanah Untuk Area Eksplorasi pada Wilayah Terbuka Wae Sano antara PT Geo Dipa Energi.

Warga Tetap Menolak

 Berbagai macam upaya telah dilakukan warga Wae Sano untuk menolak proyek itu setidaknya sejak 2018 lalu. Diskusi, demonstrasi, menggelar rapat dengar pendapat dengan DPRD bahkan mengirimkan surat kepada Bank Dunia yang merupakan pendana proyek tersebut, semuanya sudah dilakukan.

Penolakan warga bukan tanpa alasan. Pasalnya mereka tidak pernah memberikan persetujuan agar para pemilik kepentingan di balik proyek boleh melanjutkan tahapan eksplorasi.

“Masalah lebih mendasar lagi adalah bahwa kami sebagai penghuni dan warga turun-temurun dari wilayah yang hendak ditambang panasnya itu tidak pernah meminta dan tidak membutuhkan tenaga listrik raksasa dan yang berisiko besar bagi keselamatan kami,” kata Valentinus Emang, salah satu warga yang konsisten menolak proyek itu dan pemilik lahan di Well Pad B di Nunang.

BACA: Catatan Pertemuan Antara Pemerintah dan Perusahaan dengan Pemilik Lahan Proyek Geothermal Wae Sano, Pihak Kantor Staf Presiden Tampil Sebagai Pembicara

Warga lain, Petrus Lampur juga demikian. Ia menilai bahwa proyek geothermal dan semua upaya yang telah dilakukan pemerintah dan perusahaan selama beberapa tahun terakhir ini sudah melecehkan, merampas hak dan membuat mereka tidak nyaman.

“[Proyek ini] merupakan bentuk pelecehan terhadap kami, perampasan terhadap hak kami dan beberapa macam hal yang tidak pernah memang kami inginkan jauh sebelumnya,” ujarnya.

Ia menegaskan, tanpa geothermal, mereka masih bisa hidup. Wae Sano, katanya tempat yang sudah sangat nyaman untuk mereka melangsungkan hidup.

“Kami tolak. Kami aman di sini. Karena kami sudah mendapatkan segalanya dari kampung ini. Bahkan sudah jauh sebelum generasi kami. Turun-temurun, sampai kapan pun,” ujarnya.

Dampak Buruk

Dalam catatana Floresa.co, terdapat beberapa kasus yang terjadi akibat dari proyek geothermal. Bahkan ada yang hingga memanakan korban nyawa.

Proyek geothermal di Desa Sibanggor Julu, Puncak Sorik Marapi, Mandailing Natal misalnya menyebabkan lima oran warga merenggang nyawa akibat kebocoran gas beracun proyek geothermal PT Sorik Merapi Geothermal Power pada 25 Januari lalu.

Tak lama setelah itu, kebakaran kembali terjadi di area proyek yang sama, menyebabkan sebagian besar penduduk mengevakuasi-diri. Dua tahun sebelumnya, tepatnya pada 29 September 2018, di area proyek itu, dua anak tewas-tenggelam di kolam bekas penampungan perusahaan.

BACA: Bencana Geothermal di Mandailing Natal Peringatan bagi Tempat Lain, Termasuk Flores

 Di samping kasus Sorik Marapi, ekstraksi panas bumi juga yang membahayakan kehidupan, tanaman kerja-tani, penciuman, saluran nafas, paru-paru, rumah-tempat tinggal, bahkan hingga meregang nyawa, juga terjadi pada kasus ledakan dan semburan gas di proyek PLTP Ijen yang juga makan korban.

Kasus yang sama juga terjadi di Rimbo Panti yang diakibatkan oleh semburan cairan panas bumi yang mana korbannya digelontor langsung ke wilayah suaka-alam Rimbo Panti, Pasaman, Sumatera Barat.

 Demikian juga dengan semburan gas dari sumur bor GeoDipa di kavling ekstraksi panas bumi Dieng yang telah berakibat langsung pada kehidupan dan nafkah tani warga.

Hal serupa juga di Mataloko, tak terkendalikannya semburan gas di proyek ekstraksi panas bumi Mataloko telah berdampak pada hancurnya lahan pertanian/perkebunan, sumber air, dan keroposnya atap seng rumah, hingga berakibat pada terganggunya kesehatan warga.

ARJ/Floresa

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini