Hutan Bowosie Sebagai Tempat Produksi Air Tanah untuk Wilayah Cekungan Air Tanah Labuan Bajo

Wilayah Cekungan Air Tanah [CAT] Labuan Bajo memiliki kaitan erat dengan Hutan Bowosie sebagai tempat memproduksi air tanah. Berdasarkan studi, potensi CAT Labuan Bajo mencapai sekitar 191.000.000 m3 per tahun.

FLORESA.CO – Rencanan Badan Pelaksanan Otorita Labuan Bajo Flores yang hendak mengalifungsikan Hutan Bowosie di Labuan Bajo, Kabuptaten Manggarai Barat [Mabar], Nusa Tenggara Timur [NTT] dengan menjadi tempat pariwisata buatan atau artifisial – membangun resot-resort eksklusif dalam skala luas mendapat kritikan dan penolakan masif dari publik.

Selain karena konflik tata batas dengan komunitas warga setempat, yakni dengan Warga Adat Lancang, Kelurahan Wae Kelambu dan warga Kompleks SPBU Pasar Baru di Desa Gorontalo, lebih dari itu, juga mengungkap persoalan yang lebih serius yakni potensi krisis ekologi di masa depan.

Pasalnya, keberadaan Hutan Bowosie itu sendiri memiliki peran vital untuk kelangsungan hidup warga dan seluruh ekosisten di sekitarnya, terutama sebagai tempat memproduksi air tanah untuk wilayah Cekungan Air Tanah [CAT] Labuan Bajo. CAT merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

BACA: Hutan Bowosie dalam Ancaman Proyek Wisata

Merujuk Peraturan Menteri Sumber Daya Mineral RI Nomor 2 Tahun 2017 tercatat luas CAT Labuan Bajo mencapai 413 Km2.

“Ada data tentang kawasan hutan ini dan sebagian besar Kota Labun Bajo yang secara geologi didominasi oleh batuan gamping atau karst. Buktinya, hampir semua mata air ataupun sumur di Labuan Bajo kandungan kapurnya sangat tinggi, dan ini salah satu ciri kawasan karst,” demikian disampaikan oleh Dosen Lingkungan Hidup Universitas Katolik St. Paulus Ruteng, Wilgbert Gaut Utama, dalam sebuh diskusi virtual beberapa waktu lalu bertema, “Mencermati Status Ekologi Hutan Bowosie – Labuan Bajo.

“Jadi, jasa hidrologi terutama dalam kaitannya dengan potensi air tanah merupakan salah satu satu nilai penting dan strategis dari kawasan Hutan Bowosie untuk Kota Labuan Bajo,” tambahnya.

Dalam diskusi itu, hadir juga pembicara lain yakni Kordinator LSM Ilmu sekaligus Pegiata Konservasi, Doni Parera; Ketua Komisi Pariwisata dan Budaya Kevikepan Labuan Bajo, Pastor Silvi Mongko; Kepala Divisi Sumber Daya Alam Walhi NTT dan Anggota DPRD Mabar, Blasius Pandur.

Berikut Poin-poin yang Disampaikan Wigbert Gaut

Terkait Hutan Bowosie, kalau kita berbicara dalam konteks pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup yang berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS), maka hal yang paling penting ialah mengenali karateristik dari DAS tersebut. Terus terang, saya belum punya pemahaman tentang karakteristik DAS di wilayah ini, sehingga saya tidak bicara spesifik tentang itu. Saya juga tidak bicara tentang kelayakan lingkungan untuk rencana pengembangan wisata artifisial di kawasan hutan ini.

Dalam pengelolaan lingkungan, khususnya ekosistem hutan, perlu diperhatikan bahwa sejak lama ada salah kaprah karena selalu mengidentikan hutan dengan sumber daya alam kayu. Faktanya nilai ekonomi kayu itu kecil dibandingkan dengan sumber daya alam lainnya dalam ekosistem hutan.

Oleh karena itu, mengkonversi fungsi hutan dianggap memberikan nilai ekonomi yang lebih tinggi, baik melalui pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan, dan lain sebagainya.

Cekungan Air Tanah Labuan Bajo tercatatat dalam daftar Permen ESDM No 2 Tahun 2017. CAT Labuan Bajo berkaitan erat dengan ekosistem Hutan Bowosie sebagai tempat produksi air tanah. (Foto: Dokumen KLHK).
BACA: Proyek Pariwisata BOP-LBF di atas 400 Hektar Hutan Bowosie – Labuan Bajo: Tanpa Amdal Hingga Keringanan Pajak untuk Perusahaan

Padahal, dari banyak kajian, menunjukkan bahwa, nilai paling tinggi dari ekosistem hutan adalah pada jasa hidrologis dan juga biodiversitas. Kayu dan non kayu umumnya memiliki nilai ekonomi yang sangat rendah. Atau yang paling kecil dari jasa-jasa lingkungan lainnya. Jadi, hutan pertama-tama tidak identik dengan kayu.

Dalam konteks pengelolaan ekosistem hutan, kita perlu kembali pada konsep pengelolaan DAS. Penglelolaan wilayah hutan ini harus ditempatkan dalam pengelolaan wilayah DAS. Pengelolaan DAS, selalu diarahkan pada pengelolaan DAS yang terpadu. Keterpaduan itu baik dari aspek keterpaduan wilayah hulu, tengah, dan hilir. Ekosistem hutan biasanya terletak pada wilayah hulu DAS. Inilah sebanya, kebanyakan wilayah hulu DAS itu didominasi oleh wilayah-wilayah lindung atau wilayah konservasi.

Selain dari aspek wilayah, keterpaduan pengelolaan DAS juga terkait aspek kelembagaan dan program kerjanya. Semua lembaga yang berkepentingan harus memiliki keterpaduan dalam hal kebijakan maupun aksi. Tidak ada ego sektoral dalam pengelolaan kawasan hutan, tidak ada juga ego dalam arti program-program yang diunggulkan oleh instansi-instansi tertentu.

Kalau sekarang kita bicara tentang Kawasan Hutan Bowosie, hutan ini masuk dalam RTK 118, yang berdasarkan fungsinya adalah hutan produksi.

Selama ini, KPH Manggarai Barat cukup konsen mengurus kawasan hutan ini, dengan fokus arahan pemanfaatan non kayu. Kalau merujuk kepada Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2002, kebijakan ini lebih berorientasi pada pemanfaatan jasa lingkungan dan pemanfaatan kawasan.

BACA: Hasil Rapat Terbatas di Bandara Komodo: Pemerintah Janji Kembalikan Kebun dan Tanah Rumah Warga Adat Lancang

Apa nilai penting kawasan hutan ini dalam kaitannya dengan Kota Labuan Bajo?

Ada data tentang kawasan hutan ini dan sebagian besar Kota Labun Bajo yang secara geologi didominasi oleh batuan gamping atau karst. Buktinya, hampir semua mata air ataupun sumur di Labuan Bajo kandungan kapurnya sangat tinggi, dan ini salah satu ciri kawasan karst. KPH Manggarai Barat, sedang dalam rencana pembangunan tempat persemaian dalam Kawasan Hutan Bowosie.

Untuk rencana ini telah dibuat studi tentang ketersediaan air tanah untuk kepentingan kegiatan tersebut nantinya. Beberapa dokumen lain juga menunjukkan potensi air tanah yang cukup besar di wilayah Labuan Bajo dan sekitarnya. Kota Labuan Bajo itu sendiri berada pada Cekungan Air Tanah (CAT) Labuan Bajo. Sumber air untuk CAT Labuan Bajo berasal dari Hutan Bowosie.

Hal ini bisa dilihat dengan jelas pada Peta CAT di wilayah ini. Bahkan kalau kita cermati betul petanya, malah suplay air paling besar mengarah ke barat – ke arah kota Labuan Bajo. Potensi CAT Labuan Bajo itu cukup tinggi. Berdasarkan studi yang dibuat dan dicantumkan dalam dokumen Amdal [analisis mengenai dampak lingkungan-red] Bandara Komodo, besarnya sekitar 191.000.000 m3 per tahun.

Jadi, jasa hidrologi terutama dalam kaitannya dengan potensi air tanah merupakan salah satu satu nilai penting dan strategis dari kawasan Hutan Bowosie untuk Kota Labuan Bajo.

Tentu saja ada banyak nilai penting lainnya, baik dari aspek biotik, abiotic, maupun sosial budaya. Kita perlu melakukan banyak studi atau mencermati data lain untuk berbicara lebih banyak tentang kawasan hutan ini.

***

FLORESA

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini