Kasus Kerangan: Veronika Syukur Divonis 7,6 Tahun, Denda 1 Miliar

Veronika juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara 650 juta, yang harus dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan.

Floresa.co – Veronika Syukur, terdakwa lain dalam kasus penggelapan aset tanah pemerintah di Kerangan/Toro Lemma Batu Kallo, Kabupaten Manggarai Barat mendapat vonis penjara tujuh tahun enam bulan dan denda satu miliar rupiah, subsider pidana kurungan 3 bulan.

Vonis itu dibacakan dalam sidang di Pengadilan Negeri Kupang, Senin, 5 Juli.

Sidang dipimpin majelis hakim, dengan Ketua Wari Juniati dan dua aggota, yakni Teddy Windiartono dan Ibnu Kholik.

Selain itu, Veronica juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara 650 juta, yang harus dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan.

“Jika tidak dibayar maka akan dilakukan pelelangan (terhadap harta benda Veronika), namun jika harta bendanya tidak mencukupi maka diganti dengan pidana penjara tiga tahun,” demikian menurut putusan hakim.

Dalam sidang yang dimulai pukul 11.25 Wita ini, hakim menyatakan Veronika “terbukti secara sah dan menyakinkan,” terlibat dalam tindak pidana sesuai UU Tindak Pidana Korups.

Dengan putusan ini, hakim memerintahkan agar Veronika tetap ditahan dan masa hukumannnya dikurangi masa penahanan.

Sidang yang berakhir pukul 12.15 ini juga dihadiri Jaksa Penuntut Umum (JPU), antara lain Herry Franklin, Emerensiana M.F. Jehamat, Hendrik S. Tiip dan Hero Ardi Saputro.

Kasus Kerangan melibatkan belasan tersangka, di mana sebagian besar telah mendapat vonis, termasuk Mantan Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch. Dula.

Masih ada terdakwa lain yang vonisnya belum dibacakan, yakni Massimiliano De Reviziis dan Nizardo Fabio.

Menurut informasi yang didapat Floresa.co, vonis mereka akan dibacakan dalam sidang Selasa esok, 6 Juli.

Dalam kasus terkait penggelapan sebagian dari tanah seluas 30 hektar ini, dengan kerugian negara sekitar 1,3 triliun, Veronika berperan sebagai bagian dari calo atau broker yang membantu menjualnya kepada investor.

Ia bekerja sama dengan Massimiliano dan Fabio.

Kisah ini berawal dari niat Massimiliano dan Fabio mencari tanah yang berlokasi di pinggir pantai Labuan Bajo untuk membuka usaha resort dengan menggunakan nama grup investor PT Navuto Indonesia yang sebenarnya belum ada di Indonesia.

Namun, disebutkan dalam dakwaan bahwa ternyata mereka adalah makelar tanah yang kemudian bekerja sama dengan Veronika.

Massimiliano dan Fabiro bertindak seolah-olah mau membeli tanah dari tiga orang warga yang mengklaim sebagian dari lahan 30 hektar itu, yakni Supardi Tahiya, Suaib Tahiya dan Haji Sukri, yang juga divonis bersalah dalam kasus ini.

Tanah itu, yang dibeli Massimiliano, Fabio dan Veronika dengan harga rendah, kemudian dijual kembali, dengan melibatkan makelar lain atas nama Burhanuddin, kepada Rudiyanto Suliawan, pemilik Hotel Ayana Labuan Bajo dengan harga 25 miliar.

Uang hasil penjualan itu kemudian dibagi-bagi dengan sejumlah orang.

Veronika, Massimilino dan Fabio mendapat jatah masing-masing yang nilainya mencapai miliaran rupiah.

FLORESA

spot_img
spot_img

Artikel Terkini