Saksi: Tanah di Kerangan Dijual Rp 25 Miliar ke Ayana, Uangnya Dibagi-bagi ke Sejumlah Pihak

Tiga warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan di Kerangan menjualnya melalui makelar. Dari harga di Akta Jual Beli senilai Rp 8 miliar, harga tanah itu membengkak menjadi Rp 25 miliar. Uang hasil lego tanah pemerintah itu mengalir ke sejumlah pihak, dengan masing-masing orang mendapat jatah di atas Rp 1 miliar.

Kupang, Floresa.co – Saksi sidang lanjutan kasus dugaan korupsi terkait penjualan lahan pemerintah di Kerangan/Toro Lemma Batu Kalo, Kabupaten Manggarai Barat memberi keterangan bahwa sebagian dari tanah itu yang diklaim oleh tiga warga dijual dengan harga Rp 25 miliar ke pihak Hotel Ayana.

Burhanuddin, makelar tanah asal Labuan Bajo yang memberi kesaksiannya secara virtual dari Kejaksaan Negeri Labuan Bajo, Rabu, 5 Mei mengatakan, hasil penjualan tanah itu mengalir kepada tiga warga yang mengklaim sebagai pemilik tanah, dirinya dan beberapa pihak lain yang kini sudah menjadi tersangka, termasuk Veronika Syukur dan dua warga kelahiran Italia Massimiliano De Reviziis dan Fabio.

Burhanuddin hadir dalam sidang ini sebagai saksi untuk terdakwa Mantan Bupati Agustinus CH Dulla, Veronika Syukur, Theresia Dewi Koroh Dimu, Ambrosius Sukur, Abdullah Nur, Marthen Ndeo, Muhamad Achyar, Afrisal dan  Caitano Soares. Sidang di Pengadilan Tipikor Kupang itu yang dimulai pukul 11.00 Wita dipimpin Hakim Wari Juniati, didampingi Ari Prabowo dan Ibnu Choliq.

BACA: Saksi Sebut Dokumen Asli Tanah Kerangan Hilang di Kanwil Pertanahan NTT

Menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum, Hendrik Tiip terkait keterlibatannya dalam transaksi tanah milik pemerintah itu, Burhanuddin mengatakan ia mengetahui keberadaan tanah itu dari Veronika sekitar Agustus 2016 dalam salah satu pertemuan di Rumah Makan Mediterano, milik Masimiliano dan Fabio.

Veronika, jelasnya, menunjukkan kepadanya salinan sertifikat milik Sukri, Suaib Tahiya dan Supardi Tahiya dan memintanya mencari pembeli.

Ia mengaku diberitahu Veronika bahwa harga tanah itu adalah Rp 19 miliar.

“Kemudian saya tanya, komisi fee saya bagaimana? Disampaikan oleh Ibu Vero bahwa kalau ada yang mau beli di atas harga Rp 19 miliar, maka itu adalah bagian kamu,” katanya.

Mendapat informasi itu ia pun mulai mencari pembeli dan sempat menawarkan kepada rekannya yang bernama H. Armansyah, yang adalah PNS di Dinas Lingkungan Hidup Manggarai Barat. Ia menemui Armansyah di Labuan Bajo usai sholat berjamaah.

“Saat itu Armansyah tidak merespon,” katanya.

Foto Udara Lahan 30 Hektar Milik Pemda Mabar di Kerangan. (Foto: Floresa).

Namun, jelas dia, beberapa minggu kemudian Armansyah menemuianya pada malam hari dan memberitahunya bahwa pimpinan Hotel Ayana – salah satu hotel bintang lima di Labuan Bajo – mau membeli tahan itu.

“Kemudian kami lakukan pertemuan di Hotel La Prima,” jawab Burhanudin.

Saat itu, kata dia, ia kaget ketika diberi tahu bahwa Ayana membelinya dengan harga Rp 25 miliar, di mana Ayana diwakili oleh Saiatma Adinoto.

Setelah itu mereka kemudian mendatangi notaris Theresia Dewi Koroh Dimu, di mana hadir Veronika, Masimiliano, Fabio berserta H Sukri dan Supardi Tahiya.

Suaib Tahiya, kata dia, tidak hadir karena ada di  luar kota. “Kalau tidak salah ia di Jambi untuk membuat AJB – Akta Jual Beli – antara Supardi, Suaib dan H. Sukri,” katanya.

Burhanuddin mengatakan, saat itu pula ia baru tahu bahwa dalam AJB, harga tiga tanah itu adalah hanya Rp 8 miliar lebih.

“Makanya saya kaget kok Ibu Vero yang jual tanah harga awal Rp 19 miliar, tapi yang di AJB hanya Rp 8 miliar lebih,” katanya.

Uang Rp 25 miliar itu, kata dia, kemudian dibagi-bagi.

“Saya dapat dua lembar cek di kantor notaris Ibu Theresi Dewi Koroh Dimu, masing – masing senilai Rp 500 juta dan Rp 4,8 miliar,” katanya.

“Selain itu dari Ibu Vero, saya juga dapat Rp 600 juta sebagai komitmen fee,” katanya.

BACA: Saksi Kasus Korupsi Aset Pemda Sebut ‘Ada yang Disembunyikan Badan Pertanahan Nasional Mabar’  

Sisanya, Rp 19 miliar, kata dia, diurus oleh Veronika, Masimiliano dan Fabio.

Usai transaksi itu, beberapa hari kemudian ia mengaku diajak oleh Masimiliano dan Fabio ke Denpasar untuk membuka rekening di Bank Permata Bali, di mana mereka bertiga menyimpan uang hasil jual tanah itu di bank itu.

“Uang yang saya dapat, saya kirim ke istri saya Rp 1 miliar, untuk ayah saya Rp 1 miliar, untuk Pak Armansyah kalau tidak salah Rp 1,5 miliar dan sisanya saya pakai untuk kebutuhan sehari-hari dan sudah habis dipakai,” katanya.

Agenda sidang kasus ini masih terus belanjut.

Menurut Kejaksaan Tinggi NTT, upaya penggelapan tanah seluas 30 hektar ini telah menyebabkan kerugian negara sekitar 1,3 triliun rupiah.

FLORESA

spot_img

Artikel Terkini