Spirit Kartini di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh: GERARDUS KUMA APEUTUNG, Guru SMPN 3 Wulanggitang, Hewa, Flores Timur

Sosok Kartini tidak asing di mata bangsa Indonesia. Ketokohan Kartini begitu fenomenal bagi perempuan Indonesia. Jasanya yang besar bagi kaumnya menjadikan Kartini sangat familiar di seluruh Indonesia. Perjuangan Kartini membebaskan kaumnya dari penindasan sudah tidak diragukan. W. R. Supratman mengambarkan pahlawan nasional ini dalam lagu Ibu Kita Kartini sebagai pendekar kaum Ibu se-Indonesia; Cita-citanya bagi bangsa Indonesia sungguh besar.

Terlahir dari keluarga ningrat, Kartini merasakan diskriminasi terhadap kaum perempuan di zamannya. Budaya patriatki yang sangat kuat membuat perempuan mendapat perlakuan yang tidak adil. Dalam budaya partiarki, laki-laki ditempatkan sebagai pemegang kekuasaan. Sementara kaum perempuan dianggap sebagai subordinasi kaum pria. Perempuan adalah manusia kelas dua.

Masyarakat yang menganut system partriaki menempatkan laki-laki pada hirarki tertinggi dan memiliki peran dominan sebagai pengontrol utama dalam kehidupan social. Sementara perempuan selalu berada di bawah bayang-bayang laki-laki. Hak mereka juga dibatasi.

Kondisi ini membuat perempuan hidup dalam penindasan dan tanpa kebebasan sebagai manusia. Kebebasan kaum perempuan dibelenggu dan mereka tidak memiliki hak seperti laki-laki. Bila laki-laki dapat memperoleh pendidikan, perempuan tidak. Laki-laki boleh mengembangkan karir, perempuan dilarang. Bahkan dalam perkawinan pun jodoh perempuan ditentukan oleh laki-laki.

Melihat nasip kaumnya yang diperlakukan sewenang-wenang, Kartini bangkit memelopori gerakan emansipasi wanita. Melalui tulisan, Kartini gigih memperjuangkan keseteraan gender. Berkat jasanya memperjuangkan emansipasi wanita, kaum perempuan Indonesia mendapat hak dan kedudukan yang setara dengan kaum pria.

Buah perjuangan Kartini akan keadilan dan keseteraan gender dirasakan dan dinikmati perempuan Indonesia sekarang. Ada kemajuan yang dicapai; Setidaknya dapat dilihat dalam tiga hal ini. Pertama, pendidikan. Perempuan Indonesia telah mendapat kesempatan yang luas untuk mengenyam pendidikan. Akses pendidikan formal sampai jenjang tertinggi terbuka bagi perempuan. Tercatat banyak perempuan yang menuntut ilmu hingga jenjang doctoral.

Dalam upaya memperluas pengetahuan, perempuan zaman now memiliki kesempatan yang setara dengan laki-laki. Kebebasaan perempuan mewujudkan impiannya mengasah ketajaman intelektualnya dijamin. Untuk memperkaya ilmu, perempuan bebas memilih dimana ia ingin menempuh pendidikan. Tidak hanya di dalam negeri, kesempatan menempuh pendidikan ke luar negeri juga terbuka bagi perempuan. Berkat kebebasan mengenyam pendidikan, perempuan tidak mengalami ketertinggalan dalam hal pemikiran dan pengetahuan.

Kedua, karir. Terbukanya akses terhadap pendidikan memberi kesempatan bagi perempuan untuk mengembangkan karir. Perempuan zaman now telah berkiprah di berbagai bidang pekerjaan. Dalam pentas ini, perempuan tidak hanya sekedar tampil di “panggung” karir tetapi mampu merebut “panggung” tersebut dari tangan laki-laki. Dalam karir, peran wanita saat ini semakin luas dan mengukir prestasi di berbagai bidang pekerjaan.

Perempuan memiliki kesempatan untuk berkarir dimanasa saja dan dalam bidang apa saja. Banyak kisa sukses ditorehkan perempuan Indonesia hebat dan luar biasa di berbagai bidang pekerjaan. Banyak perempuan hebat dan luar biasa negeri ini yang sukses dalam berkarir entah di bidang endidikan, politik, militer, kesehatan, dll.

Kesuksesan karir tersebut tidak hanya di pentas local dan nasional tetapi juga international. Tercatat sederet srikandi yang menjadi prototype kesusksesan perempuan dalam berkarir. Ijinkan saya menyebut beberapa nama dari sekian juta perempuan Indonesia sebagai inspirasi dalam berkarir: Megawati Soekarno Putri, Susi Pudji Astuti, Puan Maharani, Sri Mulyani, Retno Marsudi, dll.

Ketiga, perkawinan. Dibandingkan dengan zaman Kartini, perempuan saat ini jauh lebih bebas dalam membuat keputusan membangun rumah tangga. Dalam memilih pasangan hidup, perempuan tidak tunduk patuh pada jodoh pilihan orangtua. Perempuan bebas menentukan pasangan dalam hidup berkeluarga. Mereka berhak untuk memilih dengan siapa dan kapan akan menikah. Bahkan ketika perempuan memilih untuk tidak memilih siapa pun untuk menikah dengannya, ia tetap dihormati.

Atas jasa Kartini bagi perempuan Indonesia, tanggal 21 April – hari lahirnya – dirayakan sebagai Hari Kartini. Hari Kartini adalah momentum mengenang jasa, merefleksikan dan menggali nilai luhur perjuangan Kartini. Karena walau ada kemajuan yang telah dinikmati kaum perempuan, sesungguhnya kedudukan perempuan sebagaimana cita-cita luhur Kartini belum sepenuhnya terwujud. Masih ada noktah hitam diskriminasi perempuan di negeri ini.

Harus diakui kemajuan perempuan dalam pendidikan, karir dan perkawinan sesungguhnya belum dinikmati semua perempuan Indonesia. Dalam kondisi tertentu pendidikan misalnya, masih diprioritaskan bagi laki-laki. Pada situasi lain, pendidikan yang dicapai hingga ke jenjang tinggi tidak menjamin perempuan akan menjadi wanita karir. Kadang perempuan dihadapkan pada situasi dilematis, antara memilih pendidikan dan karir atau keluarga.

Pelanggaran HAM masih kerap mewarnai kisah hidup kaum perempuan. Kondisi fisik yang lebih lemah dibandingkan laki-laki membuat perempuan kerap mengalami tindakan kekerasan. Komnas Perempuan dalam Catatan Tahunan tentang Kekerasan Terhadap Perempuan melaporkan tahun 2019 jumlah perempuan yang mengalami tindakan kekerasan sebanyak 431.471 orang, meningkat disbanding tahun sebelumnya 406.178 orang. Dari jumlah tersebut, kasus yang paling menonjol adalah KDRT/ ranah personal yang mencapai 75% (11.105 kasus). Berturut-turut diikut kekerasan terhadap perempuan di ranah public/ komunitas dengan persentase 24% (3.603 kasus) dan di ranah Negara sebesar 0,1% (12 kasus).

Hari Kartini tahun ini dirayakan di tengah pandemic covid-19. Tidak ada gebyar perayaan seperti tahun-tahun sebelum. Pandemic covid-19 memaksa semua orang untuk ‘kembali’ ke rumah. Menjalani aktivitas dari dan di rumah. Situasi ini di satu sisi bernilai positif. Karena kembali ke rumah berarti menemui Ibu; perempuan ‘pemilik’ rumah.

Ibu adalah sosok perempuan tangguh yang selalu stay at home dalam situasi apa pun. Rumah dan Ibu adalah dua entitas yang berbeda namun keduanya tidak bisa dipisahkan. Dimana ada rumah di situ pasti ada Ibu; perempuan yang setia melakoni tugas domestiknya dalam rumah tangga; Membersihkan, merawat, dan menjaga rumah agar semua penghuni merasa at home.

Di tengah pandemic covid-19, kerja perempuan akan lebih banyak; Beban mereka semakin berat dan berganda. Karena itu ‘kembali’ ke rumah adalah serentak ajakan untuk lebih dekat dan berbagi beban dengan Ibu. Kembali ke rumah adalah kesempatan membantu meringankan kerja domestic rumah tangga Ibu. Kembali ke rumah adalah seruan untuk menghormati Ibu atas dedikasinya menjaga dan merawat rumah. Kembali ke rumah adalah moment membangun keakraban dan lebih mencinta Ibu.

Sudahkah Anda ‘kembali’ ke rumah?

spot_img

Artikel Terkini