Anggota DPRD Mabar Diduga Lakukan Penipuan dalam Jual Beli Tanah

Haja Andi Riski Nur Cahya, legislator dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dilapor pada Kamis, 30 Januari  ke Polres Mabar.

Floresa.coSalah seorang anggota DPRD Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) dilapor ke polisi karena diduga melakukan penipuan dan penggelapan uang jual beli tanah.

Haja Andi Riski Nur Cahya, legislator dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dilapor pada Kamis, 30 Januari  ke Polres Mabar.

Anggota dewan yang biasa disapa Ibu Asma itu diduga melakukan penipuan dalam transaksi jual beli tanah milik almarhum Ibu Asiah, warga asal Kampung Londar, Kecamatan Macang Pacar. Pelapornya adalah Purnama Sari, ahli waris, yang adalah anak kandung Ibu Asiah.

Eduardus Gunung, kuasa hukum pelapor saat diwawancarai Floresa.co, Jumat, 31 Januari 2020 menjelaskan, kasus ini bermula dari 2018 ketika Asma berlaku tidak jujur dalam proses jual beli tanah milik kliennya. Tanah seluas tiga hektar itu berada di Kampung Rangko, Desa Tanjung Boleng, Kecamatan Boleng.

Saat itu, jelasnya, Asiah meminta seseorang bernama Arfan, warga Kampung Rangko untuk mencari pembeli tanah tersebut. Arfan kemudian menemui Ibu Asma, yang menyatakan setuju membantu proses penjualan tanah itu.

Saat bertemu Ibu Asiah, kata Edu, Ibu Asma sempat meminta kesepakatan fee dan Ibu Asiah menyanggupi lewat sebuah kesepakatan melalui surat.

“Ibu Asma bilang begini, kalau tanahnya sudah laku dengan harga dua miliar, kamu bantu saya berapa? Karena saya mau caleg?” kata Edu.

“Pemilik tanah mengiyakan dan akan memberi 100 juta untuk Ibu Asma,” tambahnya.

Ibu Asma, jelas dia, pun setuju dan ikut membantu pembuatan sertifikat tanah itu, sebelum kemudian dijual. Tanah itu lalu dibeli oleh sebuah perusahan dari Jakarta, PT Sungai Mas Perdana.

Pengurusan Akta Jual Beli (AJB) tanah dilakukan di kantor Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) atas nama Yohanes Bili Ginta.

“Saat proses penandatangan surat jual beli, pembeli sendiri tidak hadir. Yang hadir hanya Ibu Asma dan Ibu Aisah, bersama anak kandung dan menantunya,” kata Edu.

Ia menjelaskan, saat penandatangan surat jual beli itu, uang penjualan tanah itu belum dibayar sepenuhnya.

“Karena ada rayuan dari Ibu Asma, pemilik tanah yakin (untuk menandatangani AJB),” katanya.

Ia menjelaskan, sebelum proses jual beli, Ibu Aisah memang pernah meminta uang ke Ibu Asma, yang totalnya mencapai 95 juta rupiah.

Kasus ini menjadi pelik, kata dia, ketika bulan November tahun 2018 Ibu Aisah sakit dan dirawat di RSUD Marombok.

Saat itu, jelasnya, Ibu Asma menyerahkan sejumlah kwitansi kosong kepada Ibu Asiah yang tengah terbaring di RSUD Merombok dan diminta untuk membubuhkan cap jempol pada kwitansi kosong tersebut. Ibu Asiah kemudian meninggal dunia pada Desember 2018 lalu.

AJB diterbitkan oleh PPAT Bili Yohanes Ginta pada Januari 2019.

Edu menjelaskan, pasca Ibu Aisah meninggal dunia, Purnama mendatangi Ibu Asma menagih uang tanah yang belum lunas.

Namun, kata Edu, mereka kaget ketika Ibu Asma menjawab uang tanah itu sudah lunas.

Ia pun mengaku sudah mengontak PPAT Bili Ginta yang mengurus akta tanah itu.

“Waktu saya telepon Bili Ginta, dia bilang, kenapa anak-anaknya tidak bilang belum bayar saat tanda tangan surat jual beli,” katanya.

Edu pun menuding pihak notaris tidak cermat dalam proses pengurusan AJB sehingga pemilik tanah menjadi korban.

“Saya menilai ada kekeliruan notaris dalam kasus ini. Notaris tidak bertindak secara profesional. Lalu, antara pembeli dan penjual tidak bertemu saat tanda tangan surat jual beli,” katanya.

Saat dikonfirmasi, Bili Ginta mengklaim,  sudah menjalankan kewajibannya sesuai prosedur.

“Tapi nanti untuk lebih jelasnya saya akan konfirmasi dengan pembelinya, karena masalah ini bukan masalah soal AJB. Yang masalah itu pembayaran,” katanya.

Ketika ditanya apakah pembeli dan penjual berada di tempat yang sama waktu menandatangani berita acara surat AJB, ia mengatakan belum bisa menjawab.

“Kalau soal itu saya belum bisa jelaskan sekarang. Baiknya langsung tanya ke Ibu Asma terkait pembayaran itu. Kami akan buka bukti-bukti di pengadilan jika dibutuhkan,” katanya.

Floresa.co sudah berupaya mengkonfirmasi Ibu Asma. Namun, ia tidak berada di Labuan Bajo dan dikabarkan sedang melaksanakan tugas di Kecamatan Ndoso. Ponselnya pun tidak bisa dihubungi.

Ferdinand Ambo/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini