Siswi Korban Pemukulan Kepala Sekolah di Matim Dipindahkan, Orangtua Protes

Floresa.coOrangtua dari seorang siswi di SDN Wae Mamba, Desa Sisir, Kecamatan Elar, Kabupaten Manggarai Timur yang beberapa waktu lalu melapor kepala sekolah terkait kasus pemukulan menyatakan kekecewaan atas keputusan pemindahan anaknya ke sekolah lain.

Oswaldus Mardin, orangtua dari SE, mengatakan keputusan yang diambil Kepala Sekolah, Silvester Sandrin adalah sepihak dan merugikan anaknya.

Silvester telah mengirim surat kepada Oswaldus pada 23 Oktober yang berisi pemberitahuan keputusan pihak sekolah.

Dalam surat itu, ia menyebut dua alasan yakni orangtua SE tidak mendukung visi dan misi sekolah dan demi menjaga kondisi psikologi SE.

Keputusan pemindahan itu merupakan buntut dari langkah Oswaldus yang melaporkan Silvester ke Polres Manggarai pada 15 Mei terkait kasus pemukulan.

BACA: Pukul Murid Pakai Kayu, Kepala Sekolah di Matim Dilaporkan ke Polisi

SE, siswi delapan tahun yang duduk di kelas III dan teman-temannya dipukul dengan kayu oleh Silvester karena tidak mengikuti ibadah pada Hari Minggu. Akibat pemukulan itu, SE mengalami luka lebam pada kedua betisnya dan harus berjalan dalam kondisi pincang menahan rasa sakit selama dua hari, demikian menurut Oswaldus saat melapor ke Polres Manggarai.

Oswaldus menyatakan protes terhadap upaya pemindahan anaknya karena pihak sekolah SDN tidak menjelaskan rinci alasan pemindahan itu dan mengklaim dua alasan yang disampaikan Kepsek Silvester “sama sekali tidak masuk di akal.”

“Saya berpikir sebenarnya mereka hanya mau mengorbankan anak saya dengan alasan yang mengada-ada,” jelas Oswaldus kepada floresa.co, Jumat, 25 Oktober 2019

Ia menambahkan, dirinya tidak mengetahui visi dan misi dari SDN Wae Mamba.

Dalam surat, lanjutnya, juga tidak dipaparkan tindakannya yang dianggap tidak mendukung visi dan misi sekolah.

“Kalau memang ada tindakan saya selaku orang tua siswa yang melanggar visi dan misi sekolah, kenapa sekolah tidak memberikan teguran atau peringatan, baik melalui surat ataupun penyampaian secara lisan. Saya kira itu prosedur yang baik,” kata Oswaldus.

Ia menglaim alasan menjaga psikis anak juga tidak masuk akal.

Oswaldus beralasan, yang menjadi korban dari tindakan kekerasan kepala sekolah bukan hanya anaknya tetapi masih ada 42 orang siswa yang juga mengalami hal yang sama.

“Kenapa hanya anak saya yang dipindahkan. Jika memang sekolah ingin menjaga (kondisi) psikologis anak, ya pindahkan saja semua siswa yang jadi korban, biar tidak dinilai pilih kasih,” kata Oswaldus

Sementara itu, Kepsek Silvester yang dihubungi Floresa.co, Sabtu, 26 Oktober bersikeras bahwa keputusan sekolah memiliki alasan yang jelas.

Ia pun menyebut, visi dan misi sekolah adalah termasuk “mengikuti ibadat pada hari Minggu.”

“Itu salah satu visi dan misi sekolah. Tetapi ketika saya pukul anak yang tidak mengikuti ibadat, ada orangtua yang melapor ke polisi karena tidak terima dengan apa yang saya lakukan, jelas disini mereka tidak mendukung visi dan misi sekolah,” demikian penjelasan Silvester.

Sementara terkait alasan menjaga kondisi psikologis dari SE, katanya, karena terkait relasi antara orangtua dan pihak sekolah yang tidak harmonis dan berdampak padanya.

“Anak itu kan tahu hubungan antara orangtuanya dengan guru-guru dan kepala sekolah belum beres, nanti konsentrasi belajarnya terganggu,” kata Silvester.

Gabrin Anggur/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.