Klarifikasi Kemendikbud Terkait Pernyataan Menteri Muhadjir Tentang Pendidikan di NTT

Baca Juga

Floresa.co – Kementerian Kebudayaan dan Pendidikan (Kemendikbud) melalui Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat (BKLM), Ari Santoso, menanggapi protes yang dilayangkan Komunitas Pena Nusa Tenggara Timur (NTT) terkait pernyataan Menteri Muhajir Effendy mengenai hasil Programme for International Student Assessment (PISA).

Laporan yang menempatkan Indonesia pada posisi anjlok itu menurut Muhadjir karena sampel survei itu adalah siswa-siswi asal NTT.

“Saya khawatir yang dijadikan sampel Indonesia adalah siswa-siswa dari NTT semua,” demikian dimuat di koran Jawa Pos Edisi 4 Desember 2017.

Pernyataan Muhadjir menyulut kemarahan sebagian masyarakat NTT. Mereka mengecam pernyataan Muhadjir.

Puluhan wartawan asal NTT yang tergabung dalam Komunitas Pena NTT Bali dan mahasiswa asal NTT di Bali misalnya, menggelar aksi unjuk rasa di depan Monumen Perjuangan Bajra Sandi Renon Denpasar, Rabu 6 Desember 2017.

Menurut mereka, pernyataan Muhadjir telah melukai perasaan masyarakat NTT karena seolah-olah pendidikan NTT sebagai penyebab merosotnya peringkat Indonesia dalam survei PISA.

Namun, menurut Santoso, tidak ada maksud Muhajir untuk merendahkan masyarakat NTT. Konteks yang disampaikan Muhadjir ialah sebagai salah satu sampel untuk laporan PISA dimana kualitas pendidikan di NTT masih di bawah rata-rata nasional.

“Mendikbud menekankan pentingnya pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan di Indonesia.”

“Saat ini Kemendikbud fokus mengatasi kesenjangan melalui berbagai program afirmasi, khususnya untuk Indonesia di bagian timur,” kata Santoso dalam siaran pers yang diterima Floresa.co, Rabu 6 Desember 2017.

Santoso menekankan, di dalam PISA, seorang siswa dikatakan memiliki tingkat literasi yang baik apabila mampu menganalisis, bernalar, dan mengomunikasikan pengetahuan dan keterampilan dalam matematika, sains dan membaca dengan baik.

Tentunya, jelas Santoso, hal tersebut berkaitan erat dengan kondisi ekosistem pendidikan secara umum di suatu wilayah yang dijadikan sampel.

Secara umum, kata Santoso, kondisi pembangunan manusia di  provinsi kepulauan itu masih di bawah rata-rata nasional. Lalu, Indeks Pembangunan Nasional masih di angka 63,13; sedangkan rata-rata nasional sebesar 70,18.

Selain itu, capaian Ujian Nasional tahun 2016 juga sama, masih di bawah rata-rata nasional.

Sementara rata-rata nilai Uji Kompetensi Guru juga masih di bawah rata-rata nasional, yakni 50 dari rata-rata nasional 56. Dan jumlah akreditasi sekolah juga masih rendah.

“Sebanyak 70 persen sekolah di NTT belum terakreditasi,” ujarnya.

Berangkat dari data tersebut, Muhadjir, menurut Santoso, menginginkan agar pemerintah pusat dan daerah terus bekerja sama dalam pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di provinsi yang dipimpin Frans Lebu Raya itu.

“Kemendikbud masih dan akan terus bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas dan mewujudkan pemerataan akses pendidikan di NTT.”

“Setidaknya sudah ada sekitar 400 miliar dana bantuan penyediaan sarana dan prasarana pendidikan di NTT sejak tahun 2016,” tutur Santoso.

Lebih lanjut, kata Santoso, Kemendikbud juga tengah berupaya menjadikan NTT sebagai prioritas pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan.

Di tahun 2016 misalnya, Kemendikbud menyalurkan dana bantuan operasional sekolah sebesar Rp.1.282,34 miliar.

Lalu, untuk membantu siswa dari keluarga miskin dan rentan miskin agar terus melanjutkan pendidikan, pemerintah menyalurkan bantuan pendidikan Program Indonesia Pintar kepada 567.827 siswa.

Selain itu, berbagai lokakarya, pelatihan, dan fasilitasi untuk meningkatkan kapasitas pendidik dan tenaga kependidikan juga terus dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah dan komunitas profesi seperti kelompok kerja guru (KKG) dan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).

“Dua tahun terakhir ini, pemerintah menugaskan lebih dari seribu orang guru garis depan untuk membantu pendidikan di daerah terdepan, terluar, tertinggal di NTT,” ucap Santoso.

Kerja sama pemerintah pusat dengan pemerintah provinsi NTT, kata Santoso semakin menunjukkan hasil capaian positif.

Hasilnya, rata-rata Indeks Integritas Ujian Nasional (IIUN) provinsi itu di tahun 2015 sebesar 73,12; sedangkan secara nasional sebesar 63,28.

Secara umum, lanjut Santoso, tren positif nampak pada Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) semakin meningkat di semua jenjang.

“APK untuk Sekolah Dasar mencapai 110,33; Sekolah Menengah Pertama sebesar 103,12; dan Sekolah Menengah Atas/Kejuruan mencapai 85,1,” tutupnya. (ARJ/Floresa).

Terkini