Gemasi Mabar Minta Kanit Tipikor Diganti

Labuan Bajo, Floresa.co – Aktivis gerakan Anti Korupsi Kabupaten Mangarai Barat (Gemasi Mabar), Flores, Nusa Tenggara Timu (NTT) meminta Polres Mabar dan Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) mengevaluasi Surat Keputusan (SK) pengangkatan Bripka M Lukman sebagai Kepala Unit (Kanit) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polres Mabar.

Menurut Gemasi, evaluasi dilakukan agar kasus korupsi di Mabar ditangani oleh aparat yang bersih dan bermartabat. Pasalnya, Bripka M Lukman atau Koko, pada 2014, kala menjadi petugas pembinaan masyarakat, pernah dikabarkan menjadi kontraktor pengerjaan tembok penahan jalan negara di Mamis-bagian ruas jalan Labuan Bajo-Ruteng.

“Posisi oknum polisi yang pernah terlibat masalah kemudian menjabat posisi Kanit di Tipikor Polres Mabar adalah bentuk lemahnya seleksi jabatan di dalam tubuh polisi itu sendiri,” ujar Rafel Todowela, anggota Gemasi kepada Floresa.co, Jumat 1 Desember 2017.

Lebih lanjut, menurut Rafael, keputusan Polres Mabar menempatkan Koko sebagai Kanit Tipikor sangat tidak mendukung semangat anti korupsi bahkan dinilai sebagai bentuk kemunduran serta mencederai hukum.

“Kan aneh dan sangat lucu. Yah bisa dipastikan masalah Lando-Noa akan dibungkam (dan) dugaan saya, posisi polisi tersebut akan melindungi oknum-oknum yang diduga terlibat dalam sejumlah kasus korupsi.”

“Saya (juga) menilai komitmen pemberantasan korupsi di Polres Mabar dinilai sangat ‘nol besar’ pasalnya sudah jelas oknum polisi tersebut pernah terlibat masalah lalu diberi jabatan strategis pula,” tegasnya

Dirinya berharap, Polres Mabar, Polda NTT bahkan Mabes Polri segera mengusut dugaan kasus Polisi Koko demi menjaga nama baik polisi.

“Masih banyak orang-orang baik yang memiliki integritas di kepolisian. Apalagi saat ini Kapolri Tito Karnavian sedang berupaya memberantas korupsi dengan membentuk Densus anti korupsi,” ujarnya.

Senada dengan Rafael, anggota lain, Sensi Jar juga mengecam keras pengangkatan Koko.

“Kenapa Gemasi mengecam keras, (itu) karena oknum tersebut diduga pernah terlibat dalam kasus masalah proyek tahun 2014 yang lalu,” tegas Sensi.

Pasca kasus yang tidak jelas ujungnya itu, Koko sempat dimutasi ke Kabupaten Flores Timur, lalu kembali ke Mabar selama setahun terakhir. Menurut Sensi, “mustahil Koko dimutasi tanpa ada alasan.”

“Kami meminta agar kepala kepolisian Mabar untuk membatalkan pengangkatan tersebut”, tutup Sensi.

Rusak Rutin

Pengamatan Floresa.co, proyek tembok penahan yang diduga dikerjakan Koko mengalami kerusakan rutin pada musim hujan setiap tahun. Bahkan kerusakan pada beberapa titik mulai terjadi sejak tahun pertama proyek itu selesai dikerjakan.

Saat itu, tembok-tembok penahan sudah terlihat retak-retak hingga runtuh pada beberapa titik. Runtuhnya tembok biasanya diikuti dengan keretakan hotmix pada badan jalan. Kerusakan itu kemudian diperbaiki dengan memasang bronjong untuk mencegah longsoran tanah.

Pada musim hujan kali ini terjadi lagi kerusakan tembok pada salah satu titik. Pantauan Floresa.co beberapa hari lalu, terjadi kerusakan tembok sepanjang lebih dari 20 meter.

Pada bagian tersebut, tampak tumpukan batu dan kawat bronjong. Tampak pula satu unit alat berat sedang melakukan penggalian dan beberapa pekerja terlihat sibuk menyusun bronjong dan batu.*

Kerusakan jalan tersebut mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Belum lagi tumpukan material untuk pembuatan bronjong yang memakan separuh badan jalan menyebabkan jalan semakin sempit.

Padahal jalan negara Labuan Bajo – Ruteng merupakan ruas jalan dengan pengguna yang cukup tinggi. Mengingat ruas jalan tersebut merupakan jalur perdagangan dan pariwisata yang selalu ramai dilalui berbagai jenis kendaraan, mulai dari kendaraan roda dua, empat, hingga mobil tronton dan truk expedisi. (Ferdinand Ambo/EYS/ARJ/Floresa).

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.