Banyak Advokat Amburadul, Fakultas Hukum Diminta Bertanggung Jawab

Floresa.co – Maraknya advokat yang amburadul dalam menginterpretasikan hukum mesti menjadi bahan evaluasi bagi banyak pihak, termasuk fakultas hukum di kampus-kampus.

Elias Sumardi Dabur, kordinator Masyarakat Pencinta Hukum mengatakan, fakultas-fakultas hukum “mempunyai tanggung jawab moral untuk meluruskan berbagai praktek penyimpangan ilmu hukum.”

“Dosen-dosen di fakultas hukum tidak cukup hanya mengajar dan sesekali melakukan penelitian, tetapi perlu menulis juga di media massa untuk memberi pencerahan hukum, meluruskan pembengkokan-pembengkokan hukum yang sering dipraktekkan sebagian praktisi hukum,” katanya, Senin, 20 November 2017.

Penegakkan kode etik advokat, kata Elias, adalah hal lain yang mendesak.

Ia menyebut contoh paling aktual adalah pernyataan Fredrich Yunadi, kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto, terdakwa kasus korupsi e-KTP yang mau menuntut KPK ke Pengadilan HAM Internasional, karena menganggap hak kliennya dilanggar.

“Apa kaitannya? Ini artinya dia tidak paham fungsi Pengadilan HAM internasional,” kata Elias.

“Pengadilan HAM internasional itu hanya mengadili genosida dan kejahatan kemanusiaan. Kok disuruh mengawasi kasus Novanto?” lanjutnya.

Contoh lain, kata dia, pihak Novanto menolak diperiksa KPK dengan alasan adanya hak imunitas Ketua DPR.

“Ini pemahaman yang salah. Hak imunitas itu tidak berarti kebal hukum. Hak itu tidak dimaksudkan untuk melindungi orang yang diduga melakukan tindak pidana korupsi atau mengetahui informasi terkait korupsi,” jelasnya.

Ia mengatakan, “semakin lama kita ini bukanya makin cerdas hukum, malah terjadi fenomena pembodohan, penyesatan dan pemelintiran hukum.”

Keprihatinan serupa terkait praktek penyelewengan ilmu hukum juga sempat diutarakan oleh Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi.

“Sekarang ini mulai ada advokat/kuasa hukum yang tak paham hukum bahkan oon di bidang hukum,” tulis Mahfud dalam akun Twitternya, @mohmahfudmd, yang dikutip Floresa.co, Senin.

Ia pun menyarankan agar proses rekrutmen harus dilakukan secara lebih ketat.

Lembaga advokat, menurut dia, diminta tidak mudah memberi legitimasi tanpa proses yang sesuai aturan.

“Proses rekrutmen dan pembinaan etika hrs dijaga dari awal, jgn sembarang disumpah,” lanjut tweet Mahfud.

Sementara itu, menanggapi sejumlah kritikan, termasuk dari Mahfud, Fredrich Yunadi memilih membela diri.

Ia pun menilai Mahfud tidak paham persoalan hukum pidana.

“Beliau kan bukan ahli pidana, kan beda sama saya,” katanya seperti dilansir Kompas.com.

ARL/Floresa

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.