Di Balik Berkurangnya Jumlah TKI dari NTT

Floresa.co – Data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) mengungkapkan jumlah TKI asal NTT terus berkurang dalam beberapa tahun terakhir.

BACA: Jumlah TKI asal NTT Terus Berkurang: Mengapa?

Gabriel Sola, Direktur PADMA Indonesia, LSM yang menaruh perhatian pada persoalan TKI NTT mengatakan berkurangnya jumlah TKI dari NTT ini bukan karena makin sedikitnya minat orang NTT menjadi pekerja di luar negeri. Menurutnya, sebenarnya masih banyak orang NTT yang ke luar negeri, tetapi pergi secara ilegal antara lain melalui jalan tikus di Batam dan Kalimantan.

“TKI yang pergi sesuai prosedur itu memang tidak banyak, tetapi yang non prosedural itu yang banyak,”ujar Gabriel kepada Floresa.co di Jakarta, Selasa 1 Agustus 2017.

Untuk mencegah banyaknya TKI yang pergi secara non prosedural, menurut Gabriel peran BP3TKI NTT sangat penting. Menurutnya, selama ini lembaga ini kurang berperan maksimal.

BP3TKI NTT kata dia harus menerapkan layanan terpadu satu atap untuk mencegah pekerja migran asal NTT pergi secara ilegal ke luar negeri. Dengan adanya layanan terpadu satu pintu, menurutnya selain efisiensi waktu pengurusan izin, juga mencegah terjadinya praktik pungutan liar kepada calon TKI.

Layanan terpadu satu atap ini, menurut Gabriel, juga dibarengi dengan maksimalisasi peran Balai Latihan Kerja (BLK) untuk meningkatkan skill calon TKI.

“Tanpa BLK itu omong kosong, karena misalnya di sana (di NTT) dia urus secara prosedural, ternyata sampai di sini (Jakarta), itu diurus tidak betul. Artinya tidak melalui BLK, tetapi langsung diberangkatkan,”ujarnya.

Untuk itu, kata dia di NTT perlu dibangun BLK internasional untuk calon TKI yang ke luar negeri dan BLK nasional untuk calon pekerja antar daerah seperti pekerja perkebunan kelapa sawit atau pembantu rumah tangga di dalam negeri.

“BLK ini untuk melatih keahlian baik keahlihan khusus, maupun keahlian bahasa. Misalnya dia ke Taiwan, harus punya keterampilan berbahasa Mandarin,”ujarnya.

Dengan adanya BLK kata dia setiap calon pekerja baik calon pekerja migran maupun pekerja domestik, dibekali dengan sertifikat dan siap untuk bekerja. “Juga harus ada perjanjian kerja yang jelas. Perusahaan yang merekrut juga bukan, misalnya karena saya dari NTT saya bawa orang. Tidak bisa begitu. Harus perusahaannya jelas, ada perjanjian kerja yang jelas, ada jaminan kesehatan dan sosial,”ujarnya.

Terpisah Ignastius Iryanto, tokoh masyarakat NTT di Jakarta mengatakan pengiriman TKI ke luar negeri bisa dilihat sebagai sebuah peluang ekonomi. Untuk itu, kata dia, peran BLK perlu dimaksimalkan untuk melatih skill para calon TKI.

“Kuncinya adalah mempersiapkan calon TKI, menyalurkan secara benar ke pemberi kerja di luar. Artinya legal, dengan biaya yang benar, sehingga mereka benar-benar mendapat benefit,”ujar bakal calon gubernur/wakil gubernur NTT pada pilkada 2018 ini.

Ignasius Iryanto Djou (Foto: Pet/Floresa)

Pemerintah Daerah kata Ignas bisa menjalin kerja sama dengan pemberi kerja baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Pemberi kerja ini langsung memberikan pelatihan kepada calon TKI di BLK yang disediakan pemerintah.

“Bila perlu, pemberi kerja itu yang menyiapkan tenaga terlatih untuk melatih di BLK itu. Kita hanya menyiapkan tempat, sedikit biaya subsidi buat masyarakat kita yang ikut,”ujar pria kelahiran Ende, Flores ini.

Contoh negara yang mendapatkan manfaat yang besar dari pekerja migran adalah Filipina. Negara ini mempersiapkan dengan baik skill calon pekerja yang luar negeri. Tak heran berdasarkan data Bank Dunia tahun 2016, jumlah remitensi atau uang yang dikirim pekerja migran Filipina ke negaranya mencapai 31,14 miliar dollar AS atau sekitar Rp 411,11 triliun (dengan Kurs 13.200). Bandingkan degan remiten TKI yang hanya 9,07 miliar atau Rp 119,85 triliun.  (Bos/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini