Peternakan Sapi dan Babi, Sektor Potensial yang Perlu Dikembangkan di NTT

Baca Juga

Floresa.co – Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) kini sedang gencar menggenjot pengembangan sektor pariwisata.

Berbagai upaya sudah dilakukan, dengan dukungan yang kuat dari pemerintah pusat.

Namun, tidak hanya dikenal karena berbagai potensi wisata, NTT juga sudah lama diakui sebagai daerah yang potensial untuk peternakan. Hanya saja, sektor ini belum digarap serius.

Robert Soter Marut, salah calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) yang akan maju di pemilihan gubernur (Pilgub) 2018 menyadari pentingnya potensi di sektor ini.

Pengembangan peternakan, kata dia, selain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, juga mesti diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.

Daerah Timor dan Sumba misalnya, menurut Robert, potensial untuk mengembangkan peternakan  sapi.

Dalam pandangannya, NTT sangat mungkin untuk menjadi supplier utama daging sapi di Indonesia.

Selain ternak sapi, di beberapa darah lain, misalnya Manggarai bisa dijadikan tempat peternakan babi yang juga tak kalah menjanjikan.

Ternak Sapi

Terkait pengembangan ternak sapi, ada dua strategi utama yang ditawarkan Robert, yaitu peternakan yang dijalankan oleh perusahaan daerah dan swasta dan yang dijalankan oleh masyarakat.

Untuk model pertama, pemerintah akan memperkuat perusahaan daerah yang mengembangkan dan mengelola bisnis peternakan serta mendorong sektor swasta untuk terlibat penuh dalam meningkatkan produksi ternak sapi dan pengembangan industri processing daging sapi.

Langkah konkretnya, kata dia, adalah dengan menyediakan fasilitas kebijakan yang memberi kepastian bagi setiap aktor yang terlibat dalam usaha pengembangan bisnis peternakan serta mendorong kemudahan fasilitas pendanaan usaha.

“Hal lain adalah membangun klinik-klinik hewan di masing-masing kabupaten dengan fasilitas yang memadai dan mengembangkan pusat pembibitan sapi unggul sesuai kebutuhan pasar,” jelas putra kelahiran Manggarai ini.

Selain itu, yang juga perlu  dilakukan pemerintah provinsi adalah mendorong dan membantu pemerintah kabupaten-kabupaten di Pulau Timor dan Pulau Sumba untuk mengembangkan mekanisme yang integratif dengan kebijakan Propinsi dalam pengembangan usaha peternakan sapi di masing-masing kabupaten.

Perusahaan daerah dan perusahaan swasta, demikian Robert, selain didorong untuk mengembangkan peternakan skala bisnis, juga didorong menjadi pembeli utama sapi yang dikembangkan oleh masyarakat secara mandiri, yang bisa dilakukan dengan menggunakan dua mekanisme.

“Yang pertama adalah mekanisme perdagangan langsung atau melalui pasar ternak, dimana perusahaan membeli sapi dari masyarakat secara langsung,” katanya.

“Keda, mekanisme peternakan inti rakyat, dimana perusahaan menjadi supplier bibit, pakan tambahan dan pembeli utama sapi, dan masyarakat menjadi pemelihara ternak sapi,” lanjut Robert.

Untuk model kedua yaitu yang pengembangan berbasis rakyat, pemerintah, akan mendorong dan membantu keterlibatan penuh masyarakat dalam pengembangan peternakan sapi. Keterlibatan masyarakat dalam peternakan dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan masyarakat.

“Untuk itu, pemerintah propinsi akan mendorong dan mengkoordinasikan dengan pemerintah-pemerintah kabupaten untuk mengembangkan kebijakan dan strategi implementasi program peternakan sapi secara komprehensif dan integratif,” jelasnya.

Adapun langkah yang akan diambil adalah dengan mengembangkan peternakan berbasis rumah tangga dan berbasis kampung. Misalnya, untuk kampung atau desa yang mempunyai kondisi di mana jarak antar rumah berjauhan, maka strategi yang dipilih adalah peternakan berbasis rumah tangga.

“Peternakan berbasis rumah tangga ini didorong untuk diintegrasikan dengan sistem biogas untuk energi rumah tangga dan pupuk organik untuk lahan pertanian hortikultura (termasuk pertanian jagung) dan rumput pakan ternak.”

“Kampung yang masih mempertahankan kesatuan lokasi perumahan, sistem peternakan yang akan dikembangkan adalah dengan model kandang kolektif, dengan kepemilikan rumah tangga,” ungkapnya.

Model kandang kolektif, ungkapnya dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan perkembangan ternak secara kolektif dan mempermudah pengembangan infrastruktur pendukung, terutama supply air.

Selain itu, jelas Robert, juga mempermudah pelayanan kesehatan ternak, mempermudah pengembangan sistem biogas untuk kebutuhan energi dapur rumah tangga di kampung tersebut dan pengumpulan pupuk basah dari kotoran ternak untuk lahan pertanian dan lahan rumput.

Pengembangan peternakan sapi baik yang berbasis rumah tangga maupun berbasis kampung, jelas Robert akan diintegrasikan dengan pengembangan biogas untuk kebutuhan energi rumah tangga (gas dapur, dan pada tahap tertentu untuk energi listrik di kampung), dan untuk konsentrasi produksi pupuk basah organik yang dibutuhkan untuk lahan rumput ternak, dan untuk pertanian hortikultura di lahan dengan masa kemarau yang cukup panjang.

“Pupuk basah ini telah terbukti mempunyai potensi yang baik untuk mendukung iklim mikro yang cocok untuk pertanian di daerah-daerah dengan musim kemarau lebih dari 8 bulan per tahun, seperti di China bagian Barat,” jelasnya.

Untuk mendukung program tersebut, pemerintah propinsi, ungkap Robert akan membantu pemerintah kabupaten untuk membangun klinik ternak di masing-masing kabupaten dengan fasilitas yang lengkap dan membangun infrastruktur penyediaan air untuk kebutuhan peternakan, menyediakan tenaga pendamping masyarakat.

Selain itu, akan dibangun pasar ternak di masing-masing kabupaten di mana para peternak bisa menjual sapi dengan harga yang pantas serta membantu membangun fasilitas biogas di semua kampung yang mengembangkan peternakan dengan sistem kandang kolektif.

Sementara itu, untuk mendukung ekspor ternak, dikembangkan juga pelabuhan terdekat yang lebih representatif untuk kapal-kapal muatan berbobot tinggi.

“Pelabuhan Waingapu di Sumba Timur akan ditingkatkan kapasitasnya untuk menjadi pelabuhan ekspor ternak sapi, selain sebagai pelabuhan penumpang dan pelabuhan kapal barang lainnya,” jelasnya.

Peternakan Babi

Selain ternak Sapi, menurut Robert, yang juga potensial untuk dikembangkan adalah peternakan  babi, baik untuk kebutuhan di dalam NTT sendiri, maupun untuk kebutuhan di luar NTT.

Robert menjanjikan, pemerintah akan mendorong pengembangan skala besar dan skala kecil, baik oleh perusahaan-perusahaan daerah maupun oleh perusahan swasta, dan oleh masyarakat dalam skala kecil.

“Beberapa perusahaan swasta telah memulai pengembangan ternak babi di beberapa tempat di Flores dan akan didorong untuk mengembangkannya dalam skala lebih besar,” jelasnya.

Pemerintah Propinsi, ungkapnya akan bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten akan membantu dengan mengembangkan infrastruktur yang membantu pengembangan ternak babi, terutama infrastruktur untuk supply air dan infrastruktur pelabuhan ekspor terdekat.

“Peternakan babi ini didorong untuk juga mengambil model seperti pengembangan peternakan sapi. Diharapkan desa akan menjadikan ternak babi sebagai sumber pendapatan utama, sementara lahan hortikultura untuk pengamanan kebutuhan pangan,” tutupnya. (ARJ/Floresa)

Terkini