Orang NTT Punya Tanggung Jawab Lebih Jaga Pancasila

Jakarta, Floresa.co – Pemerintah menetapkan 1 Juni sebagai hari libur nasional untuk memperingati hari lahir Pancasila. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya Ende, Flores memiliki arti penting dalam proses kelahiran Pancasila. Presiden pertama Indonesia Seokarno pernah dibuang ke Ende oleh Belanda pada 1934-1938.

“1 Juni secara nasional kita peringati sebagai hari Pancasila. Kita tau sendiri, Soekarno mengakui bahwa pikiran mengenai Pancasila, tersublimasi di NTT, khususnya di Ende,”ujar bakal calon gubernur NTT Ignasius Iryanto Djou dalam acara buka puasa bersama masyarakat NTT di Jakarta Rabu 31 Mei 2017.

Karena pemikiran mengenai Pancasila itu tersublimasi di Ende, menurut Ignas masyarakat NTT punya tanggung jawab yang lebih  untuk menjaga, merawat dan menjadikannya sebagai nilai dan sikap hidup sebagai bangsa.

Selain Ignas, hadir dalam acara buka puasa ini sejumlah tokoh dari NTT di Jakarta antara lain Petrus Selestinus, Marsel Ado Wawo, Serfas S. Manek, Sebastian Salang, Pdt. Johanes Adi Papa, Ardi Mbalembout, Uztad H.Jou Hasyim Maiwahing, Ichsan Indra Dewa, Didi Nong Say, Michael Kleden, Jesse Heber Ambuwaru, Raldi Doy, Konradus Wawo, Abraham Runga Mali, dan lain-lain.

Ignas mengatakan orang NTT tidak cukup hanya berbangga bahwa pancasila lahir di Ende. Tetapi lebih dari itu, ada tanggung jawab moral untuk menjaga nilai-nilainya, tidak hanya di NTT sendiri tetapi juga di level nasional terutama di tengah situasi penuh ketegangan saat ini.

“Beberapa cara kita lakukan seperti menjaga silaturahmi dan menjaga kerukunan,”ujarnya.

Lahirnya pancasila di Ende kata dia bukan sebuah kebetulan. Tetapi memang karena kondisi sosial di NTT terutama di Ende saat itu yang hidup toleran meski berbeda agama.

“Dari sononya kita memwarisi kerukunan, karena itu bukan tanpa sebab pemikiran- pemikiran Pancasila tersublimasi di sana,”tandas alumnus SMA Suryadikarya Ende  ini.

Pancasila menurut Ignas tak hanya relevan untuk mengatasi persoalan nasional di Indonesia. Tetapi seperti yang pernah disampaikan Soekarno dalam pidato  tahun 1960 di Amerika Serikat, pancasila juga menjadi solusi konflik ideologi global saat itu. Dan saat ini pun lanjut Ignas, Pancasila tetap relevan untuk mengatasi berbagai persoalan global kontemporer seperti idelogi terorisme dan fundamentalisme ekonomi.

Saat ini kata dia sudah dideklarasikan agenda global sampai 2030 yang tertuang dalam sustainabel development goal. Ada 17 goal dan  169 indikator. Ke-17 goal itu ditopang lima pilar yaitu prosperity (kesejahteran), people (manusia), planet (lingkungan), peace (perdamaian) dan patnership (kemitraan).

Lima pilar agenda global tersebut memiliki spirit yang sama dengan lima pilar kebangsaan  Indonesia yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan Sosial.

“Jadi, apa yang dikatakan oleh bung Karno tahun 1960 itu sekarang masih sangat relevan dan itu riil.  Tahun 1960, Seokarno mengatakan konflik ideologi solusinya adalah Pancasila, sekarang pun konflik peradaban itu pun bisa dijembatani dengan prinsip-prinsip yang ada dalam Pancasila,”ujar doktor lulusan Berlin, Jerman ini.

Ustad Jou Hasyim Mai Wahing asal Lembata dalam tausiahnya mengatakan setiap umat beragama di Indonesia punya kewajiban untuk menjaga empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI sebagai bagian dari perwujudkan iman dalam kehudupan berbangsa.

Baca Juga: Sejumlah Warga Diaspora NTT Mendorong Ignas Iryanto Maju Memimpin NTT

Karena itu, Ustad Jou Hasyim menolak bila ada pemikiran untuk kembali ke Piagam Jakarta atau menjadikan dasar negara berdasarkan ajaran agama Islam.

“Negeri ini sudah aman, tentram, dengan penuh kasih antar sesama manusia. Kita punya kewajiban sebagai anak bangsa harus menolak itu,”ujarnya.

Petrus Salestinus, salah sesepuh NTT di Jakarta mengatakan diakui atau tidak, tetapi  ini sebuah realitas dimana Pilkada DKI Jakarta telah menguji kebhinekaan kita, nasionalisme kita dan kesetiaan kepada Pancasila dan UUD 1945.

Karena itu meskipun Pilkada DKI Jakarta sudah selesai, namun efek domino dari pilkada DKI Jakarta masih meninggalkan pekerjaan rumah berat bagi kita semua.

“Tanggungjawab kita pada persoalan pilkada belum selesai, karena kita masih punya tanggungjawab moral dan politik untuk ikut mensukseskan Pilkada di berbagai tempat termasuk di NTT, baik di Pilgub maupun di Pilkada Kabupaten 2018,”ujar pengacara senior ini. (Pet/Floresa)

 

 

 

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini