Apa yang Mendorong Robert Marut Ingin Jadi Gubernur NTT?

Baca Juga

Floresa.coRobert Soter Marut, salah satu bakal calon gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) terus melakukan silahturahmi dengan masyarakat akar rumput, untuk menyimak harapan-harapan mereka bagi pemimpin baru.

Setelah sebelumnya mengunjungi Labuan Bajo, kini ia berada di Ruteng, Kabupaten Manggarai.

Lewat perjumpaan, diskusi dan dialog, kata dia, ia ingin mengenal lebih jauh persoalan-persoalan riil yang dihadapi masyarakat.

Robert juga mengatakan, ia menggunakan kesempatan itu untuk mengungkapkan alasan ia ingin memimpin NTT, hal yang sebut, “tidak lahir secara tiba-tiba.”

Tentara Nasional Angkatan Udara dengan pangkat Marsekal Muda itu mengatakan, ada keperihatinan besar dalam dirinya terkait situasi di NTT, tanah kelahirannya.

Robert sudah pensiun dari korpsnya pada 1 Mei lalu. Dan, katanya, kini ia sudah mantap memilih untuk membaktikan dirinya secara total untuk NTT.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis baru-baru ini, masih menempatkan provinsi itu di posisi buncit untuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM), yang indikatornya terkait dengan kondisi pendidikan, kesehatan dan ekonomi masyarakat.

Sementara untuk tingkat kemiskinan, NTT masih tetap bertahan di posisi teratas, hanya mampu berada di atas Provinsi Papua dan Papua Barat.

Robert mengatakan, data-data itu tekonfirmasi dengan fakta-fakta di lapangan di NTT, seperti gizi buruk, rawan pangan dan banyaknya masyarakat yang tidak sekolah.

Sementara itu, problem di level birokrasi masih terus terjadi, termasuk korupsi, kurangnya kordinasi lintas sektor serta tidak tertata dengan baiknya program-program pemerintah.

Kondisi ini, kata dia, menggugat dirinya untuk berpikir tentang langkah yang bisa membantu NTT keluar dari masalah-masalah tersebut.

Harapannya, kata Robert, NTT bisa menjadi provinsi yang maju dan mampu bersaing dengan provinsi lainnya. 

Tawaran Gagasan

NTT, kata Robert, mesti mesti memiliki pola manajemen pemerintahan yang utuh dan komprehensif.  Pola demikian, menurutnya dibutuhkan dalam pembangunan provinsi yang terdiri dari 21 kabupaten/kota itu. 

“Kondisi geografis dengan keadaan infrastruktur yang terbatas, menyebabkan beberapa wilayah masih terbelakang dan menghadapi hambatan yang sangat berarti untuk kemajuan wilayah-wilayah tersebut”, ungkapnya.

Robert menilai, sampai saat ini, keanekaragaman budaya dan potensi sosial-ekonomi lokal masih belum dikembangkan secara optimal. 

Padahal, kata dia, itu merupakan kekayaan yang bisa menjadi kekuatan untuk menopang kemajuan masyarakat.

Karena itu, menurut Robert, dibutuhkan upaya-upaya yang sistematis, sinergis dan terkoordinasi secara komprehensif di antara kabupaten atau kota dan propinsi, antara pemerintah, swasta, masyarakat dan perguruan tinggi untuk mengoptimalisasi pemanfaatan potensi-potensi itu di masing-masing wilayah.

Robert juga mengingatkan, peran koordinasi, pembinaan, pengawasan dan evaluasi oleh gubernur tidak dilaksanakan secara optimal.

Padahal, koordinasi, kata dia, menjadi salah satu faktor penentu dalam pengembangan wilayah.

“Koordinasi tidak hanya diukur dengan pelaksanaan rapat-rapat yang dilaksanakan 2 atau 3 kali setahun, tetapi lebih pada koordinasi yang substantif dan programatis,” ujarnya.

Ia menjabarkan, koordinasi substantif dan programatis tersebut, mencakup dua aspek, yaitu aspek horisontal dan aspek vertikal. “Koordinasi horisontal mencakup koordinasi antardaerah untuk membangun sinergi dan kerja sama berdasarkan keunggulan ekonomi masing-masing wilayah dan interkoneksi infrastruktur yang saling menunjang,” katanya.

Koordinasi horisontal, jelas dia, juga mencakup koordinasi dengan sektor swasta dan perguruan tinggi yang menjadi aktor-aktor penting dalam peningkatan ekonomi dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kebijakan pemerintah.

Sementara itu, jelas Robert koordinasi vertikal mencakup koordinasi vertikal khusus dan umum.

“Secara khusus dimaksudkan sebagai sinergi dan kerjasama antara pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten/kota beserta perangkat-perangkat birokrasi dalam berbagai program dan kebijakan untuk mempercepat pencapaian tujuan-tujuan pembangunan di kabupaten atau kota secara khusus dan tujuan-tujuan pembangunan wilayah propinsi dan tujuan pembangunan nasional secara keseluruhan. 

Sementara itu, secara umum, koordinasi vertikal berkaitan dengan respon cepat dan komprehensif terhadap kebutuhan-kebutuhan masyarakat akar rumput serta peningkatan kapasitas masyarakat secara sistematis dan berkelanjutan, yang menjadi fokus utama pembangunan dari seluruh kabupaten/kota dan propinsi.

Robert juga menegaskan, pembinaan, pengawasan dan evaluasi kinerja aparatur pemerintah di tingkat kabupaten/kota juga menjadi perhatian.

Aspek tersebut, menurutnya perlu ditingkatkan berdasarkan indikator-indikator kinerja yang telah dibuat melalui kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan good governance. 

Lebih dari itu, pembinaan, pengawasan dan evaluasi kinerja harus diarahkan pada result-based management, yakni berdasarkan capaian pembangunan di masing-masing kabupaten/kota, terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah yang urgen seperti pengentasan kemiskinan, rawan pangan dan gizi. 

“Hal ini juga berkaitan dengan keterkaitan antara pencapaian tujuan pembangunan di satu pihak dan respons dari sektor bisnis dan masyarakat terhadap kebijakan dan program pemerintah di pihak lain”. 

Menurut Robert, pada akhirnya, keberhasilan kinerja pemerintah, ditentukan bukan oleh pencapaian indikator kinerja yang dievaluasi secara internal oleh aparatur pemerintah, tetapi pencapaian hasil pembangunan yang dinikmati atau direspons secara positif oleh aktor-akor di luar pemerintah yakni masyarakat, sektor swasta dan perguruan tinggi.

Dengan demikian lanjutnya, seluruh aparatur pemerintah di kabupaten atau kota dan provinsi, memahami dan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan dan program-program pembangunan yang dibutuhkan secara urgen oleh masyarakat. 

Mereka, kata dia, juga mampu menemukan dan memberdayakan sektor-sektor unggulan di masing-masing daerah.

“Langkah strategis yang harus dilaksanakan adalah integrasi dan sinkronisasi program dan kebijakan pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota yang dilandasi pada kewenangan masing-masing,” tegas Robert. (ARJ/Floresa)

Terkini