Frans Anggal: Masalah Terparah di Matim adalah Korupsi

Borong, Floresa.co – Bakal calon wakil bupati Kabupaten Manggarai Timur (Matim), NTT, Frans Anggal mengatakan masalah paling parah di daerah itu saat ini adalah korupsi dan inefisiensi birokrasi.

Karena itu, pria yang 20 tahun menjadi jurnalis ini memutuskan untuk ikut berlaga di pilkada Manggarai Timur tahun 2018. Menurutnya, pilkada membuka peluang bagi siapa pun yang berkehendak baik untuk mengubah Manggarai Timur. (Baca:20 Tahun Jadi Jurnalis, Apa yang Mendorong Frans Anggal Maju di Pilkada Matim?)

“Menjadi penguasa bisa membuat hal lebih, dengan melihat kenyataan Manggarai Timur sekarang. Memang yang dikeluhkan rakyat adalah jalan raya, air dan listrik atau infratruktur dasar. Tetapi masalah yang paling parah di Manggarai Timur itu sebenarnya tidak terlihat yaitu korupsi dan inefisiensi birokrasi. Itu yang tidak terlihat oleh publik. Pemborosan anggaran,”ujarnya ketika berbincang dengan Floresa.co, Selasa 16 Mei 2017.

Korupsi di Manggarai Timur kata dia dilakukan secara berjemaah alias melibatnya banyak pihak dan dilakukan sejak dari perencanaan APBD.

Karena itu, menurut pria kelahiran Mukun ini, reformasi birokrasi menjadi hal yang mendesak di Manggarai Timur.

“Kalau mau maju harus reformasi birokrasi,”ujarnya.

Ditanya bagaimana memulai reformasi birokrasi ditengah kultur birokrat yang sudah kadung bermental feodal dan korup, Frans mengatakan kuncinya pemimpin harus memiliki keberanian dan bersih.

Pemimpin kata dia harus bisa mengontrol bawahannya. Tak hanya itu, pucuk pimpinan juga harus bersih dari praktik korupsi.

“Sapu kotor tidak bisa membersihkan lantai. Ahok di Jakarta, punya keberanian melakukan reformasi birokrasi karena dia bersih. Jadi, pemimpin harus bersih dan harus punya keberanian,”tandasnya.

Frans Anggal maju sebagai wakil bupati mendampingi Bone Uha yang menjadi calon bupati. Kedunya maju melalui jalur independen.

Pasangan ini memiliki tagline NERA yang merupakan akronim dari nama keduanya (BoNE dan fRAns).

Menurut Frans akronim ini mencerminkan visi keduanya. “Kami ingin membawa terang, membawa cahaya pada sisi gelap,”ujarnya.

Salah satu sisi gelap dalam praktik pemerintahan, kata dia adalah korupsi yang terjadi karena ketiadaan transparansi.

“Kalau APBD kita terbuka, bisa diteropong oleh publik, korupsi tercegah. Itu filosofi NERA,”ujarnya.

Pasangan ini juga memiliki moto we’ang gerak neteng bendar, wancing ngalis neteng nai.

Wendar dalam pengertian kami adalah ruang publik. Wendar secara harafia lapangan. Urusan pemerintah dan APBD itu urusan publik. Jadi, harus membawa terang pada setiap persoalan publik. Hasilnya, wancing ngalis neteng nai yaitu membawa kesejahteraan bagi rakyat,”pungkasnya. (PET/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini