Kabupaten Ende Raih Prestasi di Tingkat Nasional, Apa Kuncinya?

Floresa.coKabupaten Ende baru saja mendapat penghargaan sebagai juara dua dari 400 kabupaten di seluruh Indonesia terkait perencanaan pembangunan.

Penghargaan yang disebut “Anugerah Pangripta Nusantara 2017” itu diserahkan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), Rabu, 26 April 2017. Presiden Joko Widodo ikut hadir dalam acara ini.

Predikat sebagai abupaten terbaik pertama diperoleh Kabupaten Tabanan, Bali dan terbaik ketiga Kabupaten Sigi, Sulawesi Tenggara.

Ketiga kabupaten itu dianggap memiliki strategi fokus yang tergambar jelas dalam dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD).

Apa yang membuat Kabupaten Ende meraih prestasi demikian?

Arman Suparman, peneliti pada Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), lembaga yang beberapa tahun terakhir terlibat kerja sama dengan Pemkab Ende mengungkap alasan kesuksesan kabupaten di Flores bagian tengah itu.

Arman menjelaskan, KPPOD pernah melakukan studi tentang kebijakan pengembangan produk unggulan di Ende.

“Studi ini berhasil mengidentifikasi produk unggulan Ende, yakni kakao. Nah, ketika produk unggulan ini sudah ditemukan, Pemkab Ende bekerja sama dengan KPPOD, mendesain sebuah kebijakan dan kelembagaan yang mendukung pengembangan produk unggulan itu,” katanya, Sabtu, 29 April 2017.

Pada sisi kebijakan, lanjut Arman, anggaran difokuskan pada pengembangan produk unggulan.  Anggaran yang terfokus, kata dia, mesti didukung oleh sebuah desain struktur kelembagaan yang fokus pula.

“Di bawah pimpinan Bappeda, seluruh program di dinas-dinas terkait diarahkan untuk pengembangan produk unggulan,” katanya.

Selain itu, jelasnya, Ende juga berhasil menjaga konsistensi antara perencanaan di kabupaten dengan perencanaan di desa dan kelurahan dengan meluncurkan program Pagu Indikatif Desa (PIDES) dan Pagu Indikatif Kelurahan (PIKEL).

Ia mengatakan, melalui PIDES/PIKEL perencanaan dan anggaran di desa disesuaikan dengan RPJMD dan RKPD.

Misalnya, lanjut Arman, di RPJMD, ada lima bidang prioritas yaitu, Pendidikan 20%, Kesehatan 10%, Ekonomi dan Pariwisata 25%, Infrastruktur dan Lingkungan hidup 35%, sementara Penataan Birokrasi, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pemberdayaan Masyarakat, Hukum, HAM, Keamanan dan Ketertiban sebesar 10%.

“Perencanaan di tingkat desa juga mengikuti pola itu,” katanya.

Ia menjelaskan bajwa, Ende bisa melakukan perencanaan tersebut karena sejumlah hal.

Pertama, jelas Arman, mereka merancang kebijakan berbasis data.

“Tidak asal buat atau mengikut selera bupati, tetapi sungguh-sungguh berbasis kebutuhan masyarakat,” katanya.

Kedua, jelas dia, Bappeda benar-benar berfungsi sebagai badan perencanaan pembangunan.

“Artinya, lembaga ini mesti diisi oleh orang-orang yang memiliki kompetensi yang mumpuni di bidang perencanaan,” ungkapnya.

Ketiga, menurut dia, SKPD atau sekarang dikenal Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mesti berani meninggalkan egosektoral dan mau berkoordinasi dengan instansi lain.

“Dan, yang paling menentukan adalah kapasitas kepala daerah. Kalau kepala daerah sontoloyo, bisa dibayangkan seperti apa perencanaan dan penganggaran di daerahnya,” tegas Arman. (ARL/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini