Predikat Manggarai Timur Sebagai Kabupaten Peduli HAM Dipertanyakan

Floresa.co – Penetapan Kabupaten Manggarai Timur (Matim), Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu kabupaten peduli hak asasi manusia (HAM) mendapat sorotan dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) yang baru-baru ini mengadakan penelitian di kabupaten tersebut.

Matim, yang berdiri sejak 2007, termasuk dalam daftar kabupaten termuda yang memperoleh penghargaan sebagai Kabupaten/Kota Peduli HAM dari Kementerian Hukum dan HAM.

Namun, Elsam mempertanyakan kesahian penilaian tersebut, mengingat pada 2015, misalnya, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Matim hanya mencapai 56,58 dari skala 1-100.

“Gambaran singkat tentang Matim ini sebenarnya menimbulkan pertanyaan serius mengenai faktor apa yang dapat menentukan sebuah unit pemerintahan lokal dapat dikatakan telah menjalankan kewajibannya terhadap HAM,” demikian menurut Elsam.

“Pasalnya, angka IPM yang rendah sejatinya memperlihatkan kualitas pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan kesetaraan gender yang rendah.”

Elsam melaksanakan kajian selama periode 9 – 15 Februari 2017 di Matim, di mana dalam proses pengumpulan data, mereka mewawancarai 14 narasumber, mulai dari kepala daerah, organisasi perangkat daerah (OPD), anggota DPRD, LSM lokal dan jurnalis.

Pengumpulan data difokuskan pada penggalian informasi terkait pemenuhan kewajiban HAM di bidang kesehatan, kebebasan beragama, pendidikan, perempuan, anak, disabilitas, kebebasan informasi dan ketahanan pangan.

Mengutip Lucius Modo, Ketua DPRD Matim, dalam laporan Elsam disebutkan bawah pembanguan rumah sakit menjadi salah satu upaya pemenuhan hak atas kesehatan.

“Pembangunan rumah sakit memang sudah dimulai sejak lima tahun pertama Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), dan saat ini baru tersedia fasilitas UGD dan kantor administratif rumah sakitnya. Mudah-mudahan bisa selesai tahun 2018,” kata Modo yang dikutip dalam laporan itu.

Matim, demikian Elsam, sesungguhnya menghadapi persoalan yang cukup serius dalam pemenuhan hak atas kesehatan.

Laporan itu mengutip Sufaldi Ratna dari Solidaritas Perjuangan Perempuan Advokasi Korban Kekerasan (SOPPAN) Matiim, organisasi masyarakat sipil yang fokus pada isu-isu perempuan dan kesehatan.

HIV/AIDS, kata Sufaldi, menjadi salah satu masalah pelik. “Saat ini, ada 59 orang yang kami identifikasi sebagai orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di Kabupaten Matim dan 21 di antaranya meninggal dunia”, ungkapnya.

Menurut Ratna, banyaknya penderita meninggal karena mereka kesulitan memperoleh akses terhadap obat anti-retro viral (ARV).

“Itu adalah satu-satunya obat yang hanya boleh tersedia di rumah sakit sementara belum ada rumah sakit di Kabupaten Matim,” demikian laporan Elsam.

Selain masalah kesehatan, menurut lembaga itu, Matim juga menghadapi persoalan yang merentang mulai dari produktivitas pertanian yang rendah, kekerasan domestik, hingga rendahnya kualitas sumber daya manusia.

“Angka kekerasan dalam rumah tangga tahun 2016-2017 di Kabupaten Matim menunjukkan tren yang semakin tinggi. Hal ini seperti diakui oleh Kepala Bagian Perundang-undangan Pemda Matim, Ivone,” demikian menurut laporan itu.

Elsam juga menyoroti soal pembentukan kebijakan, di mana perangkatnya belum memadai, seperti belum adanya Perda khusus yang mengatur soal penyandang disabilitas.

“Satu-satunya peraturan yang dibentuk untuk mendukung upaya pemenuhan dan perlindungan HAM baru tersedia Peraturan Bupati No. 1 Tahun 2016 tentang Penjamin Mutu dan Ketahanan Pangan,” demikian laporan Elsam.

Siprianus dari Bappeda Matim mengakui hal itu dan mengatakan, sejauh ini, perda-perda yang didorong baru yang terkait dengan meningkatkan pendapatan daerah.

Elsam menyatakan, “hingga saat ini, Kabupaten Matim masih berupaya melakukan penataan kawasan yang bertujuan untuk memetakan daerah-daerah yang berpotensi untuk dikelola sebagai sumber pendapatan daerah.”

“Meskipun hubungan masyarakat sipil dengan pemerintah daerah tidak cukup dekat, fungsi kontrol publik terhadap kebijakan-kebijakan daerah berjalan cukup efektif,” demikian ditulis dalam laporan itu.

Elsam juga mengutip Bupati Yoseph Tote, yang menyatakan bahwa “saat ini pemerintah daerah tengah berusaha ‘membuka ketersudutaan’ untuk mengangkat kesejahteraan masyarakat Matim”. (ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini