DPRD Manggarai Tolak Tambang di Reok Barat

Ruteng, Floresa.co – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manggarai menolak aktivitas pertambangan PT Masterlong Mining Resources (MMR) di Nggalak dan Maki Kecamatan Reok Barat.

Paul Peos, wakil ketua DPRD Manggarai mengatakan lokasi tambang MMR berada di hutang lindung.

“Ada dua titik kordinat lokasi tambang yang masuk dalam kawasan hutan lindung,” ujarnya kepada Floresa.co di ruang kerjanya usai Rapat Dengar Pendapat bersama JPIC Senin, 20 Februari 2017.

Tak hanya itu pihaknya juga menilai prosedur yang dilakukan pemkab Manggarai melanggar aturan. Menurut penjelasan kementrian kehutanan dan lingkungan hidup bahwa kawasan hutan lindung hanya bisa mengeksploitasi tambang tertutup bukan tambang terbuka.

“Kawasan hutan hanya eksploitasi jenis pertambangan tertutup misalnya, minyak bumi bukan tambang mangan,” tegas ketua DPC PDIP Manggarai ini.

Eksploitasi tambang mangan kata dia membuka ruang yang cukup besar dan sangat berdampak pada kerusakan lingkungan (ekologi).

Menurutnya, Izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) juga harus dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI. Bukan Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Manggarai.

“Begitu sulitnya jaringan PLN mendapat izin dari Kementrian Kehutanan dan Lingkungan Hidup untuk melewati kawasan hutan lindung. Apalagi eksploitasi tambang yang jelas – jelas berdampak buruk terhadap ekologi,” katanya.

Sementara itu, Hironimus Emilianus Sahur dalam rapat dengar pendampat menyatakan pemerintah telah melakukan investasi bodong. Sebab, menurut anggota DPRD Fraksi Partai Nasdem ini, memberikan izin eksploitasi tambang di Nggalak dan Maki sama halnya menciptakan bencana di kawasan tersebut.

“Pemerintah telah melakukan investasi bodong, karena lokasi tersebut merupakan kawasan rawan bencana alam,” tegasnya dalam forum tersebut.

Hal serupa disampaikan, Romo Marthen Djenarut perwakilan JPIC Keuskupan Ruteng. Rencana ekploitasi tambang di Maki dan Nggalak kata dia ilegal alias tidak memiliki izin dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

“Pemerintah telah melakukan kejahatan ekologi. Ketika penggunaan kawasan hutan lindung tanpa izin Menteri Kehutanan. Itu yang disebut kejahatan ekologi yang berkaitan dengan hutan,” tegasnya.

Lebih lanjut ia katakan menurut UU No 41/1999 tentang Kehutanan kawasan hutan lindung itu dimungkinkan untuk kegiatan pembangunan. Akan tetapi pembangunan yang punya korelasi dengan fungsi hutan.

“Syaratnya mesti ada izin pinjam pakai kawasan dari Menteri Kehutanan. Lalu yang melakukan kajian Amdal itu bukan daerah melainkan dari Kementrian itu sendiri,”ujarnya.

Romo Marthen mendesak DPRD untuk menggunakan hak angket terkait rencana pemerintah Kabupaten Manggarai memberikan izin lingkungan kepada PT MMR.

BACA:Potret Potensi Mineral di Manggarai (raya)

“Kami juga mendesak DPRD Manggarai menggunakan hak angket untuk segerah dihemtikan rencana aktivitas tambang di Nggalak dan Maki itu,” tegas Romo Marthen.

Secara terpisah, Pater Simon Suban Tukan, SVD menyatakan kalau rencana eksploitasi Pertambangan sangat jelas mengabaikan perizinan dari instansi yang berwenang.

“Kami telah sampaikan kepada DPRD agar segera menghentikan rencana kegiatan pertambangan itu. Karena lokasi itu jelas kawasan rawan bencana,” tutur Pater Simon Kepada Floresa.co Senin, 20 Februari 2017 usai rapat itu.

Dalam rapat tersebut hadir sejumlah anggota DPRD Manggarai dengan JPIC yang dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPRD, Paulus Peos dan Wily Kengkeng.

(Ronald Tarsan/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini