Kasus Menjerite Ungkap Modus Kepemilikan Tanah WNA di Mabar

Floresa.co – Kematian tragis, Don dan Alo, dua warga asal Kusu Kecamatan Ruteng Kabupaten Manggarai-Flores di Menjerite, Manggarai Barat Senin (16/1) mengungkap salah satu modus kepemilikan tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) di Manggarai Barat.

Modus ini sebenarnya sudah sering didengar dan dibicarakan. Tetapi peristiwa yang terjadi di Mbehal menegaskan bawah modus itu bukan isapan jempol tetapi benar-benar terjadi.

Apa modus itu?

Robert adalah orang yang mempekerjakan Don dan Alo, dua warga asal Kusu itu yang tewas itu. Robert sendiri adalah WNA asal Australia.

Robert mengaku sudah 43 tahun bermukim di Indonesia. Dan lima tahun terakhir tinggal di Labuan Bajo.

Robert mengaku memiliki tanah di Menjerite, Desa Tanjung Boleng, sekitar 5 kilometer dari kota Labuan Bajo. Namun tanah itu tidak atas namanya. Melainkan atas nama Fauzia.

Menurut Robert Fauzia adalah istrinya. Dia tidak mengatakan kapan mereka menikah. Tetapi Fauzia adalah perempuan berdarah Bugis.

BACA: Pengakuan Warga Australia yang Ikut Diamankan Polisi Terkait Pembunuhan di Mbehal

Jadi, menikahi perempuan lokal atau perempuan Indonesia adalah salah satu modus orang asing untuk memiliki tanah di Manggarai Barat. Modus ini sebenarnya tak cuma terjadi di Manggarai Barat, tetapi juga daerah-daerah lainnya yang memiliki prospek pariwisata yang bagus.

Dalam kasus Robert ini memang belum diketahui dengan jelas, apakah dia masih berstatus WNA atau sudah menjadi WNI, mengingat menurut pengakuannya ia sudah menetap 43 tahun di Indonesia.

Orang Asing Dilarang Punya Tanah

Tetapi bila Robert masih WNA, tentu ia dilarang oleh negara untuk memiliki tanah. Hal itu secara tegas diatur dalam UU No 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

Pasal 21 UU itu menyebutkan (1) Hanya warganegara Indonesia dapat mempunyai hak milik. (2) Oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syaratsyaratnya (3) Orang asing yang sesudah berlakunya Undang-undang ini memperoleh hak milik karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warganegara Indonesia yang mempunyai hak milik dan setelah berlakunya undang-undang ini kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu. Jika sesudah jangka waktu tersebut lampau hak milik itu tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum dan tanahnya jatuh pada negara, dengan ketentuan bahwa hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung. (4) Selama seseorang di samping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 pasal ini.

 

spot_img
spot_img

Artikel Terkini