Saat Sejumlah ASN di Manggarai Pilih Hijrah ke Mabar

Floresa.co – Pada pekan lalu, Bupati Manggarai, Deno Kamelus melantik sejumlah pejabat eselon II-B yang menduduki posisi tertinggi di masing-masing dinas.

Sejumlah nama masih menduduki posisi semula, namun ada juga yang digeser, diganti dengan nama-nama baru.

Deno mengklaim, perubahan struktur di masing-masing dinas itu adalah bagian dari reformasi birokrasi, demi menunjang profesionalisme.

Namun, di balik itu, ada cerita lain, di mana sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dalam Pilkada Manggarai kali lalu berseberangan dengan Deno, memilih hengkang dari Manggarai dan hijrah ke kabupaten tetangga Manggarai Barat (Mabar).

Informasi yang dihimpun Floresa.co, sejauh ini ada tujuh orang yang meminta untuk meninggalkan Manggarai, di mana beberapa di antaranya sudah mulai bekerja di Mabar.

“Cari Suasana Baru”

Apa alasan mereka? Hila Jonta, salah satu yang memutuskan mengajukan pindah ke Mabar pada September 2016 mengaku, ia hanya ingin mencari suasana baru.

Hila sebelumnya adalah Kepala Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PPTSP). Namun, pada 11 Agustus 2016, enam bulan usai Deno dilantik, Hila dibebastugaskan karena dianggap melanggar “kebijakan strategis terkait pembangunan tower telekomunikasi di beberapa wilayah di Manggarai.”

Pemberhentian sementara ini, kata Deno, dilakukan agar pemeriksaan terkait kasus pembangunan tower itu bisa objektif dan berjalan lancar.

Menurut Deno, pembangunan tower telekomunikasi  tidak dilarang. Tetapi, kata dia, kebijakan bupati era kepemimpinan bupati Christian Rotok (2010-2015), disarankan agar pembangunan tower harus menyebar ke pelosok desa, hal yang kemudian ia anggap bertentangan dengan langkah Hila terkait pembangunan tower di dalam kota Ruteng.

Hila pernah mengatakan kepada Floresa.co, keputusannya kala itu berdasarkan rekomendasi dari pihak Telkomsel dan atas sepengetahuan Penjabat Bupati Manggarai, Marius Jelamu.

BACA: Ada Apa di Balik Pemberhentian Hila Jonta?

Pasca pembesan tugas itu, Hila mendapat SK dan ditempatkan sebagai staf di Badan Kepegawaian Daerah (BKD).

Saat ditanyai Floresa.co terkait alasan pengajuan pindah, Hila mengatakan, hanya ingin mencari suasana yang nyaman.  “Tidak ada faktor politik,” katanya.

Dalam Pilkada Manggarai, Hila sempat hendak bertarung sebagai calon wakil bupati, berpasangan dengan Sebastianus Salang, namun kemudian mereka gagal karena tidak memenuhi syarat minimal dukungan kursi DPRD.

Perihal posisinya di Mabar usai pindah, ia mengatakan, “ jadi staf pun tak menjadi masalah.”

“Yang terpenting saya merasakan suasana yang nyaman. Kita mencari makan. Tetapi kalau kita kerja ditekan-tekan, untuk apa? Hidup ini perlu dinikmati,” ujar Hila.

Ia menuturkan, kini dirinya sedang menanti jawaban dari Bupati Manggarai.

Hila menjelaskan, beberapa bulan lalu, dirinya memang diundang untuk ikut dalam uji kompetensi proses seleksi posisi kepala dinas di Manggarai.

Namun, ia memilih tidak mengikuti undangan itu, karena menilai undangan itu aneh, sebab SK Bupati Deno terkait pembebastugasan dirinya belum dicabut.

“Saya kan dibebastugaskan melalui SK bupati. Secara logika, itu tidak dimungkinkan bagi saya untuk ikut kegiatan uji kompetensi. Semestinya, SK itu dicabut dulu baru diundang untuk mengikuti uji kompetensi,” katanya.

Ia pun mengaku hingga kini masih menanti proses selanjutnya terhadap kasus yang ia hadapi, karena semenjak dibebastugaskan, ia tidak pernah diperiksa lagi.

“Saya ini hanya pelanggaran disiplin saja,” kata Hila.

Ferdy Ampur, ASN lain di Manggarai, juga mengaku sudah mengajukan permohonan untuk pindah.

Sama seperti Hila, Ferdy – yang saat Pilkada mendukung pesaing Deno, Herybertus GL Nabit  – mengaku kini masih menunggu jawaban dari Bupati Deno.

“Saya hanya mau mencari suasana baru,” kata Ferdy saat ditanya alasannya meminta hijrah.

Tanggapan Pemkab Manggarai

Sementara itu, menanggapi hal ini, Victor Madur, Wakil Bupati Manggarai mengatakan, perpindahan para ASN itu bukan atas kehendak dirinya dan Bupati Deno, melainkan atas keinginan para ASN sendiri.

“Kita tidak pernah meminta mereka untuk pindah,” kata Madur kepada Floresa.co di ruangan kerjanya, Sabtu, 7 Januari 2017.

Disinggung apakah mereka yang pindah karena tidak diberi jabatan, Madur menjawab diplomatis.

“Sebenarnya bukan karena mereka non job. Mungkin mereka merasa di tempat lain lebih makmur. Itu hak mereka, bukan karena faktor lain,” katanya.

Ia menjelaskan, ASN adalah pejabat struktural.

“Jadi, tidak serta merta dicopot terkecuali ada kekeliruan dalam menjalankan tugas. Mungkin mereka merasa ditempat lain lebih bagus,” katanya.  (Ronald Tarsan/Ferdinand Ambo)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini