Rezim Deno-Madur Mulai Buka Pintu untuk Tambang

Ruteng, Floresa.co – Rezim Pemerintahan Kabupaten Manggarai di bawah kepemimpinan Bupati Deno Kamelus dan Wakil Bupati Victor Madur mulai membuka pintu bagi industri tambang, sektor yang terus-menerus mendapat pertentangan dari berbagai pihak, termasuk Gereja Katolik.

Langkah Deno-Madur itu tampak dari pelaksanaan rapat kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) PT Masterlong Mining Resources (MMR), salah satu perusahan tambang yang hendak beroperasi di Kecamatan Reok Barat.

Rapat ini, yang diadakan di kantor bupati pada Sabtu, 7 Januari 2017, difasilitasi oleh Tim Komisi Penilai Amdal dengan pihak PT MMR.

Selain 9 anggota Tim Komisi Penilai Amdal dan 2 orang dari PT MMR, rapat itu juga dihadiri 12 orang Tim Teknis Penilai Amdal dan 4 orang Konsultan Penyusun Amdal, serta beberapa pihak terkait.

Dari data yang diperoleh Floresa.co, rapat itu menyepakati dan menyimpulkan bahwa dokumen PT MMR diterima, tapi dengan perbaikan.

Yang masih membutuhkan penyempurnaan adalah administrasi dan uji kualitas dokumen.

Menurut Tim Komisi Penilai Amdal yang dipimpin Silvanus Hadir, hal yang penting adalah tanggung jawab sosial perusahan atau Corporate Sosial Responsibility (CSR) wajib dilaksanakan dan berkoordinasi dengan Pemkab Manggarai.

Beberapa pokok usulan antara lain membuat sumur resapan untuk menjaga kondisi air tanah, membangun embung di daerah tambang dan pembebasan lahan harus dilakukan sesuai peraturan perundan-undangan yang berlaku.

Silvanus yang juga Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, mengatakan kepada Floresa.co, PT MMR akan mengeksplorasi tambang mangan di Blok Nggalak dan Blok Maki, keduanya berada di Desa Kajong, Kecamatan Reok Barat.

“Setelah dilakukan rapat kordinasi antara pemerintah dan stakeholder terkait, Bupati Deno kemudian membuat rekomendasi untuk mengajukan kepada Tim Penilai Komisi Amdal tingkat Provinsi NTT,” ujarnya.

Ia menjelaskan, sejauh ini sudah digelar tiga kali rapat koordinasi antara sejumlah pihak terkait.

Terpisah, Marsel Gambang, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, mengatakan, setelah mendapat laporan dari tim kajian dan Bupati Deno memberi rekomendasi  kepada pihak provinsi, maka provinsi kemudian yang memutuskan menerbitkan atau tidak izin PT MMR.

“Yang berhak mengeluarkan izin adalah pemerintah provinsi,” katanya.

Sementara itu, Perwira Seksi Teritorial, (Pasiter), Kapten INF Musoli dari Satuan Kodim 1612 yang  hadir dalam rapat itu menyatakan, kehadiran tambang mangan harus berdampak positif bagi masyarakat setempat.

“Masyarakat tidak boleh dikorbankan. Jangan sampai tikus mati dalam lumbung padi,” ungkapnya.

Mahu Aleksis, Tim Komisi Penilai Amdal menambahkan, kehadiran tambang diharapkan dapat menyerap tenaga kerja.

“Artinya, kehadiran tambang harus bisa mengurangi angka pengangguran dan bisa mensejahterahkan masyarakat,” tuturnya.

Terus Dilawan

Persoalan tambang di Manggarai memiliki sejarah panjang.  Bupati Deno – yang sebelumnya selama 10 tahun menjadi wakil bupati, berpasangan dengan Christian Rotok (2005-2015) dikenal royal menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Selama rezim Rotok-Deno, di mana hak untuk menerbitkan IUP masih berada di tangan pemerintah kabupaten, berdasarkan data Kementerian ESDM, setidaknya di Manggarai ada 15 IUP dengan luas areal mencapai 19.263,43 hektare.

Langkah mereka mendapat perlawanan, termasuk dari Gereja Katolik. Uskup Ruteng, Mgr Hubertus Leteng bahkan pernah menggelar Misa di lokasi tambang, sebagai bentuk protesnya pada kebijakan pemerintah, di mana menurutnya tambang akan membawa dampak buruk bagi ekologi, terutama karena Flores masuk dalam kategori pulau kecil.

Selain itu, menurut dia, mengingat mayoritas rakyat Manggarai adalah petani, maka pertambangan dianggap tidak relevan dengan konteks kehidupan warga setempat.

BACA JUGA: ICW: Tambang di Manggarai Raya Rugikan Negara Belasan Miliar

Sebelum Pilkada Manggarai, Mgr Huber bahkan menegaskan, Gereja tidak akan mendukung calon yang pro tambang.

“Kalau ada calon-calon yang terang-terangan atau secara diam-diam mendukung tambang, maka Gereja tidak akan mendukung,” katanya kepada Floresa.co pada Juli 2015.

BACA: Uskup Ruteng: Gereja Tidak Dukung Calon yang Pro Tambang

Sementara itu, ketika Deno maju dalam Pilkada Manggarai 2010, sikapnya terkait tambang memang tampak tidak berubah.

Saat terlibat dalam debat bersama dengan pesaingnya Herybertus GL Nabit pada 21 November 2015, ketika ditanya apa kebijakannya terkait pertambangan bila terpilih, ia menjelaskan, pertambangan bukan lagi domain pemerintah kabupaten melainkan pemerintah provinsi.

“Bagi saya, sepanjang undang-Undang masih mengatur dan memberikan kewenangan kepada pemerintahan semua level, maka semua kita bekerja base on regulation,” katanya kala itu.

“Ke depan pertambangan merupakan kewenangan pemerintah provinsi, oleh karena itu pemerintah kabupaten tidak punya peran apa pun dalam kaitan dengan pertambangan,” ujar Deno. (Ronald Tarsan/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini