Berkelit Soal Data Jumlah Warga Miskin, Sekda NTT Tuai Kecaman

Floresa.co – Pernyataan Sekertaris Daerah (Sekda ) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Frans Salem yang menyebut warga di provinsi itu memang miskin tapi tidak lantas menjadi pengemis menuai kritik, di mana ia diminta untuk tidak perlu berkelit.

Rikard Rahmat, salah satu aktivis asal NTT di Jakarta menyebut, pernyataan Salem amat menyedihkan.

“Sedih (dengan pernyataan itu). Miskin ya miskin, tidak perlu pakai kata ‘tapi’. Sama juga dengan gagal atasi kemiskinan. Kalau gagal, ya gagal, jangan pakai ‘tapi,’” kata Rikard, Jumat, 6 Januari 2016.

Sebagaimana dilansir kupang.tribunnews.com, Rabu, 4 Januari, Salem menyebut, warga NTT memang miskin, tapi, menurutnya, tidak ada yang setiap hari kerjanya meminta-minta atau pengemis.

“Tidak ada orang yang berdomisili di bawah kolong jembatan, tidak ada orang NTT yang setiap hari hanya minta-minta dan dalam jumlah banyak,” katanya.

Salem beralasan, program pemerintah daerah selama ini sangat baik. Namun, program itu tidak terlaksana sesuai harapan karena lemahnya sinergisitas birokrasi.

Menurut Rikard, penyataan Salem itu adalah bentuk upaya membela diri dan merupakan ciri khas pejabat-pejabat yang tidak kompeten.

Ia menafsir, tampaknya Salem berupaya membanding-bandingkan situasi di NTT dengan di Pulau Jawa.

Kata Rikard, “Nanti orang di Jawa mengatakan, ‘di Jawa sih ada yang miskin juga sampai jadi pengemis, tapi tidak semiskin NTT.’”

Rikard menyatakan, sejauh yang ia amati, setiap kali ada data yang mengungkap soal buruknya situasi di NTT, para pejabat di provinsi yang sering diplesetkan dengan “Nasib Tak Tentu” itu selalu berupaya membela diri.

“Tahun lalu mereka menyalahkan alam yang tidak subur, hujan yang jarang,” katanya menyinggung respon pemerintah menyikapi kasus kelaparan yang melanda sejumlah wilayah NTT pada 2016.

“Lama-kelamaan, mereka menyalahkan pemerintah pusat juga yang tidak alokasikan banyak dana. Padahal, duit yang ada dikorupsi begitu rupa,” jelasnya.

Ia pun berharap agar calon-calon pemimpin NTT ke depan tidak perlu memakai alasan semacam itu.

“Yang diperlukan adalah apa yang dilakukan untuk mengatasinya. Pertama-tama dan terutama, bebaskan NTT dari korupsi. Tugas pertama gubernur adalah itu,” tegas Rikard.

Kritik serupa juga disampaikan Ramses Lalongkoe, pengamat komunikasi yang juga pengajar di Universitas Mercu Buana, Jakarta.

Ia mengatakan, Salem tidak perlu memberikan jawaban diplomatis dan membias.

Masih tingginya angka kemiskinan di NTT, kata Ramses, akibat pemerintah yang tidak mau membuka ruang diskusi dengan berbagai pihak untuk mencari solusi.

“Jika hal ini terus terjadi, NTT tidak akan berubah hingga menemukan pemimpin yang berani membuat terobosan-terobosan,” jelasnya.

Merujuk pada data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa, 3 Januari,  jumlah penduduk miskin di NTT pada September 2016 mencapai 1,15 juta orang. Jumlah ini naik 0,01% dibandingkan pada Maret 2016.

Sementara itu, secara nasional, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, di mana pada September 2016 sebanyak 27,76 juta orang atau 10,7% dari total populasi.

Jumlah itu menurut dibanding kondisi pada Maret 2016 dimana saat itu jumlah penduduk miskin berada di angka 28,01 juta atau 10,86%. (ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini