Persaudaraan NTT: Polisi Mesti Libatkan Psikolog dalam Penanganan Korban Penyerangan di Sabu Raijua

Floresa.co – Aparat kepolisian perlu melibatkan tim psikologi dalam penanganan terhadap anak-anak yang menjadi korban penyerangan di Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 13 Desember 2016.

Hal itu disampaikan oleh Komunitas Persaudaraan NTT di Jakarta saat pertemuan dengan Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol. Boy Rafli Amar pada Jumat 16 Desember 2016.

Boy Rafli sudah berjanji memenuhi permintaan tersebut dan akan segera mengirim tim psikologi ke Kupang, tempat di mana kasus ini diproses.

Petrus Selestinus, ketua Komunitas Persaudaraan NTT menyatakan, semua pihak sepakat bahwa tindakan pelaku adalah biadab dan tidak berperikemanusiaan, karena menjadikan anak-anak kecil yang tidak berdosa sebagai target untuk mengganggu kehidupan yang rukun dan penuh toleransi di NTT.

“Peristiwa tragis ini harus menjadi peristiwa terakhir, tidak boleh terjadi lagi di bumi NTT,” kata Petrus.

Karena itu, jelasnya, Komunitas Persaudaraan NTT meminta agar Kapolda NTT tidak boleh secara prematur memberikan penilaian bahwa peristiwa penyerangan tersebut sebagai kriminal murni.

Petrus menyinggung soal klaim Polda NTT bahwa pelaku penyerangan yang diidentifikasi berasal dari Depok, Jawa Barat merupakan pengidap sakit jiwa dan menyebut kasus itu merupakan kriminal murni.

“Polda NTT harus terus menggali motif dasar secara mendalam melalui teknik psikodiagnostik terhadap jekak-jejak yang ditinggalkan oleh pelaku, sehingga dapat disusun profiling psikologi untuk membantu penyidik guna memperkirakan siapa-siapa saja yang menjadi pelaku dengan ciri-ciri yang termuat dalam profiling,” tegas Petrus.

Meskipun pelaku penusukan sudah mati akibat penghakiman oleh massa, namun jelas dia, mereka meminta agar polisi tidak boleh berhenti mengusut kasus ini dan harus diusut sampai tuntas.

“Pengusutan tetap dijalankan dan para korban harus diberikan pemulihan kejiwaan oleh Tim Psikologi dari Bareskrim Polri. Sedangkan terhadap jasad pelaku, perlu dilakukan autopsi psikologi untuk mendapatkan gambaran tentang kepribadian pelaku yang sudah mati,” katanya.

Dengan demikian, kata Petrus, publik bisa mengetahui apakah peristiwa ini bagian dari aktivitas kelompok radikal atau ini perkara kriminal murni.

“Larena sebelumnya terdapat aktivitas kelompok radikal di NTT yang telah dideteksi oleh Polda NTT, bahkan beberapa kelompok telah diamankan dan dipulangkan oleh Polda NTT tanpa proses hukum,” tegas Petrus, yang juga Ketua Tim Pembela Demokrasi. (ARL/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini