Demo Saat TdF, Aktivis Cipayung di Maumere Bentrok dengan Aparat

Baca Juga

Maumere, Floresa.co – Kegiatan balap spede Tour de Flores (TdF) memasuki etape pertama dari Larantuka ke Sikka, Kamis 19 Mei kemarin. Saat event itu berlangsung, aktivis mahasiswa yang tergabung dalam kelompok Cipayung menggelar demonstrasi menuntut bupati Sikka menyediakan dokter ahli kandungan di Rumah Sakit Daerah setempat yang hingga kini tidak ada.

Namun, demo kelompok Cipayung ini yang terdiri dari PMKRI Cabang Maumere, GMNI Sikka dan PMII Sikka tidak mendapat persetujuan dari aparat kepolisian. Bentorkan antara para mahasiswa dan aparat pun terjadi.

Menurut laporan koordinator lapanagan (Korlap) aksi, Marselinus Minggu dan Anom Mahesa, sebanyak ratusan orang anggota dalmas kepolisian Sikka datang menyerbu dan menyerang sejumlah aktivis yang terjebak di dalam lapangan umum Kota Baru.

Mereka tidak diizinkan keluar ke jalan untuk menyuarakan aspirasi mereka terkait dokter kandungan. Tetapi justru sebaliknya mereka dihajar, ditendang dan dipukul menggunakan bambu dan rotan hingga korban berjatuhan. Bahkan salah satu aktivis perempuan yang tidak mau disebut namanya, mengakui bahwa ia diperlakukan secara tidak wajar oleh para aparat keamanan saat aksi pengeroyokan berlangsung.

“Ada satu anggota polwan yang langsung memegang buah dada dan satu polisi juga, tapi itu saya tidak tahu entah sengaja atau tidak karena banyak aparat yang main hakim sendiri. Kedua teman cewe saya juga kena injak dari polisi dan ditampar sampai pingsan”, demikian pengakuannya melalui pesan singkat kepada Floresa.co.

Para aktivis  mengakui bahwa, aksi demonstrasi yang mereka lakukan tidak ada hubungannya dengan Tour de Flores yang memakan biaya miliaran rupiah itu. Namun, mereka sangat menyesalkan dan mengecam keras tindakan membabi buta yang dilakukan aparat keamanan Polres Sikka yang seolah melegitimasi tindakan kekerasan tersebut atas nama pengamanan Tour de Flores.

“Kami adalah aktivis yang murni memperjuangkan nasib rakyat di Kabupaten Sikka. Kami tidak ingin melihat ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Sikka, apalagi mengancam nyawa seseorang. Tetapi kenapa kami diperlakukan tidak adil saat kami memperjuangkan keadilan itu. Kenapa kami dikejar dan dikeroyok bagaikan penjahat dengan alasan mengganggu  Tour de Flores”, ungkap Orin Lado Wea saat dikonfirmasi.

Ia juga menambahkan bahwa, pengeroyokan yang dilakukan oleh aparat keamanan yang menyebabkan luka-luka dan patah tulang tersebut, disaksikan oleh Kapolres Sikka. Namun, Kapolres tidak berbuat apa-apa untuk mengendalikan anak buahnya. “Saat terjadi pengeroyokan dan pemukulan, Kapolres ada di situ, tetapi dia hanya diam dan menonton,” kata Oryn.

Menurut kelompok Cipayung, kehadiran dokter ahli kandungan di Kabupaten Sikka merupakan kebutuhan yang sangat mendesak saat ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun Floresa.co, selama proses operasi persalinan bagi para ibu yang hendak melahirkan, selalu dirujuk ke Rumah Sakit Larantuka yang jaraknya cukup jauh dari Kabupaten Sikka. Hal ini menurut mereka akan berdampak buruk pada keselamatan para ibu.

Namun, pemerintah memilih diam dan tidak merespon persoalan tersebut.  Karena itu mereka mendesak Bupati Sikka untuk merespon persoalan tersebut dengan mengadakan dokter ahli kandungan di Sikka. Aktifis kelompok Cipayung menilai bahwa ada kebutuhan mendesak di Nian Sikka yang segera dipenuhi oleh Pemda karena sudah banyak korban.

Kronologi Bentrok

Pukul 09.00 Wita organisasi yang tergabung dalam kelompok Cipayung ini bergerak dari sekretariat masing-masing dan berkumpul di lapangan Kota Baru Maumere. Aksi diawali dengan persiapan barisan aksi masa yang dipimpin oleh koordinator aksi Marselinus Minggu dan Anom Mahesa. Di saat bersamaan aparat Kepolisian Resor Sikka sudah berjaga-jaga di gerbang keluar bagian barat lapangan Kota Baru.

Untuk menghindari pagar betis kepolisian, para mahasiswa  bersepakat untuk keluar melalui pintu gerbang bagian timur. Kejar-kejaran atau adu kecepatan antara para aktivis dan polisi pun terjadi. Polisi kemudian berhasil membentuk formasi pagar betis menutup pintu keluar lapangan Kota Baru. Seketika itu langsung terjadi dorong-dorongan di sana. Para aktivis Cipayung kemudian mempertanyakan atas dasar apa polisi menghalangi masa aksi. Menurut polisi, aksi kali ini tidak memiliki izin dari Polres dan aksi kalian menghalangi peserta Tour de Flores (TdF).

Pada saat yang bersamaan, Kasat Intel Polres Sikka bernegosiasi dengan pimpinan masa aksi agar menunda waktu demonstrasi karena bertabrakan dengan event besar TdF. Negosiasi tidak mencapai hasil sebab pimpinan masa aksi diminta oleh para anggota aksi agar tidak perlu melakukan komunikasi.

Terkait dengan proses perizinan dari Polres Sikka, sehari sebelum aksi tepatnya pada tanggal 18 Mei 2016 surat pemberitahuan beserta foto coppy KTP penanggungjawab dan materai 6000 sudah diserahkan oleh Cipayung ke Polres. Bagi aktivis Cipayung, surat yang diberikan ke Polres Sikka bersifat pemberitahuan sehingga tidak perlu surat izin. Karena merasa seperti dipermainkan polisi, selang satu jam kemudian masa aksi berlari ke pintu keluar sebelah barat bagian atas. Aktivis Cipayung pun kala cepat. Lagi-lagi mereka dihadang anggota polisi.

Merasa tujuan untuk membubarkan masa aksi belum tercapai, Kapolres, Dandim dan Danlanal turun langsung ke lapangan Kota Baru. Mereka kemudian mencari koordinator aksi, membujuknya agar membubarkan masa aksi. Melihat semangat aktivis Cipayung yang bersikeras untuk bertemu dengan bupati Sikka, bujukan dari mereka pun tidak membuahkan hasil. Aktivis kelompok Cipayung menilai bahwa ada kebutuhan mendesak di Nian Sikka yang segera dipenuhi oleh Pemda dan sudah banyak korban.

Kapolres akhirnya menghadap langsung dengan kelompok aksi yang jumlahnya kurang lebih 60 orang. Kapolres menawarkan  kepada masa aksi untuk menunda proses audiens dengan Bupati sampai hari senin namun teman-teman cipayung tetap bersikeras untuk bertemu hari ini juga, (Kamis, 19 Mei).

Beberapa saat kemudian datanglah dua mobil dalmas dengan anggota berjumlah sekitar 100 anggota yang lengkap memegang rotan dan bilah bambu langsung menerobos barisan polisi yang sedang membuat pagar betis dan memukul secara membabi buta seluruh masa aksi sehingga membuat para masa aksi lari terpencar. Polisi kemudian memukul dan melakukan pengeroyokan semua masa aksi yang sudah kalah jumlah. Para masa aksi dipukul bagaikan penjahat dan akibatnya teman-teman masa aksi menderita luka-luka dan ada juga yang patah tulang, yakni GMNI 4 orang, PMKRI 6 orang dan PMII 2 orang. Sementara itu aktivis perempuan yang berinisial M mendapat pelecehan seksual saat aksi berlangsung. Kapolres yang menyaksikan anggotanya menghajar masa aksi malah memilih diam. (Kontributor, Andy Tandang/Floresa)

 

 

Terkini