Dari Redaksi: Setelah Hadir Hampir Dua Tahun

Floresa.co – Tidak berlebihan kalau Floresa.co boleh berlangkah lebih opitimistis pada tahun ini.

Setelah berjalan hampir dua tahun, kepercayaan publik dirasa semakin menguat. Hal itu terbukti, salah satunya, dari traffic pembaca yang semakin meningkat.

Jumlah pembaca per hari rata-rata sekitar 5.000 orang, dengan pageview tiga kali lipat dari jumlah tersebut. Jika topik menarik, seperti Pemilukada, pengunjung bisa mencapai belasan ribu.

Sementara itu, jumlah penyuka Fanpage di Facebook sudah melampaui 4.000.

Sejalan dengan itu, terbentuk pula pola-pola kemitraan dengan institusi, organisasi dan media lain.

Metro TV misalnya, ketika mengulas soal human trafficking di NTT, menjadikan Floresa.co sebagai referensi. Juga media nasional lain, seperti Gatra. Di media lokal, Flores Pos dan sejumlah radio kerap mempublikasi kembali berita-berita Floresa.co.

Selama hadir di tengah masyarakat, media ini juga menjadi mitra sejumlah lembaga, yang selalu siap mempublikasi pernyataan-pernyataan, juga hasil-hasil riset.

Namun, seiring menguatnya kepercayaan itu, harapan-harapan kepada Floresa.co juga kian membesar.

Sebagai media dengan tagline “Kritis dan Independen”, diharapkan Floresa.co mampu meng-cover semua isu sosial dan menjadi salah satu aktor penggerak upaya akselerasi demokratisasi di semua sektor vital hidup bersama di tingkat lokal, terutama di Manggarai Raya.

Di sinilah persis tantangannya. Sementara tuntutan semakin tinggi, sayangnya sumber daya pendukung masih sangat terbatas. Dalam hal ini, kru Floresa.co itu sendiri.

Padahal, era desentralisasi pada saat yang sama mensyaratkan keterbukaan dan lalu lintas informasi yang semakin menguat dan tinggi guna mematangkan upaya demokratisasi itu.

Keterbatasan itu ditengarai oleh kenyataan bahwa sejak semula Floresa.co dibentuk atas dasar voluntarisme.

Semua kru tidak dibayar, namun bekerja hanya atas dasar idealisme yang serupa yakni bagaimana membangun daerah dengan menguatkan peran jurnalisme dalam mengawal proses keberlangsungan roda pemerintahan.

Kenyataan itu kemudian berimbas pada model kerja. Kepada masing-masing kru tidak begitu dituntut dan didesak. Yang diharapkan selalu ada adalah tanggung jawab “moral” kepada publik yang sudah “terlanjur” membutuhkan informasi.

Lalu kesulitannya, ketika di satu sisi ekspektasi pembaca kian meningkat, di sisi lain para kru tidak bisa didesak dan dipaksa, kecuali mengandalkan kesadaran diri.

Apalagi, jika memperhatikan kenyataan bahwa sebagian besar kru adalah orang Manggarai diaspora. Mereka tinggal di luar Manggarai. Berjarak dengan subjek berita tentu membawa kesulitannya sendiri.

Di tengah tantangan dan keterbatasan tersebut, ternyata tetap ada celah yang menyelamatkan. Hal itu tak luput dari kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.

Dari kenyataan yang tak mungkin sebelumnya, di zaman ini, kita menyaksikan intensitas dan frekuensi diskursus tetap berlangsung melampaui batasan jarak geografis. Antara lain, terlihat dalam diskusi-diskusi yang berseliweran di media sosial seperti Facebook.

Bertolak dari model “dapur” Floresa.co seperti itu di satu pihak, maka amat cocok jika disandingkan dengan penguatan jurnalisme warga di lain pihak.

Jurnalisme warga ibarat teman dansa yang tepat. Warga diharapkan bisa menjadi lebih aktif, responsif, dan mengambil inisiatif untuk mendesakkan persoalan-persoalan bersama di dalam ruang pemberitaan. Warga sendiri adalah reporter berita di lapangan.

Nah, perasaan optimistis mulai muncul ketika lambat laun kesadaran media itu semakin menjadi nyata. Sejauh ini, semakin banyak warga yang menjadi sumber berita.

Mereka aktif menghubungi dan memetakan persoalan dalam kaitan dengan kepentingan bersama di dalam kehidupan bersama. Inilah yang kami patut syukuri.

Terlepas dari itu semua, perjalanan sepanjang tahun 2015 juga ditandai oleh kekeliruan-kekeliruan. Tak sedikit kritik bahkan ancaman yang telah kami terima lantaran berbagai pemberitaan yang sudah dimuat. Kita akui itu dan sembari berharap terus berkibar, mengambil hikmah dan pembelajaran yang penting untuk masa mendatang.

Namun refleksi menariknya, bahwa tak harus menunggu kesempurnaan, baru segala sesuatu mulai dilakukan. Justru semua yang telah dilakukan berjalan di tengah berbagai keterbatasan-keterbatasan.

Satu hal yang pasti, kita selalu dididik dan disempurnakan oleh apa yang kita lakukan. Tak harus dimulai dari sesuatu yang besar. Itulah pembelajaran penting atas kehidupan.
Selama memulai tahun 2016.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Bicara Tuntutan Nakes Non-ASN, Bupati Manggarai Singgung Soal Elektabilitas, Klaim Tidak Akan Teken Perpanjangan Kontrak

Herybertus G.L. Nabit bilang “saya lagi mau menaikkan elektabilitas dengan ‘ribut-ribut.’”

Apakah Paus Fransiskus akan Kunjungi Indonesia dan Rayakan Misa di Flores?

Kendati mengakui bahwa ada rencana kunjungan paus ke Indonesia, otoritas Gereja Katolik menyebut sejumlah informasi yang kini menyebar luas tentang kunjungan itu tidak benar

Buruh Bangunan di Manggarai Kaget Tabungan Belasan Juta Raib, Diklaim BRI Cabang Ruteng Dipotong Sejuta Per Bulan untuk Asuransi

Nasabah tersebut mengaku tak menggunakan satu pun produk asuransi, sementara BRI Cabang Ruteng terus-terusan jawab “sedang diurus pusat”

Masyarakat Adat di Nagekeo Laporkan Akun Facebook yang Dinilai Hina Mereka karena Tuntut Ganti Rugi Lahan Pembangunan Waduk Lambo

Akun Facebook Beccy Azi diduga milik seorang ASN yang bekerja di lingkup Pemda Nagekeo

Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek