Menjadi Pemimpin Sejati: Inspirasi dari St Fransiskus Assisi

Oleh: CHARLES TALU OFM

Panggung politik Indonesia sedang menyajikan pertarungan merebut kekuasaan dalam Pilkada serentak yang akan berlangsung di seluruh Indonesia, 9 Desember mendatang.

Di tengah hiruk-pikuk pertarungan itu, rakyat memiliki satu harapan: mendapat pemimpin terbaik, pemimpin ideal.

Kriteria pemimpin ideal itu bisa dipadatkan sebagi berikut: benar-benar mampu menjadi pelayan rakyat dalam usaha mencapai kesejahteraan umum yang dicita-citakan UUD 1945.

Pemimpin terbaik adalah harapan semua orang. Orang-orang kudus bahkan mengimpikan pemimpin demikian pada zamannya.

Santo Fransiskus dari Asisi, misalnya, pernah menulis surat kepada para pemimpin rakyat di setiap tingkat dan instansi.

Surat ini dialamatkan kepada tokoh-tokoh yang merupakan penguasa negara-kota, khususnya di Italia pada abad pertengahan.

Dalam suratnya, “Si Miskin dari Asisi” itu memandang secara positif tugas seorang pemimpin rakyat.

Lebih dari tugas mewujudkan sekejahteraan jasmani, pemimpin rakyat, melalui tugas-tugasnya, menghadirkan Allah sekaligus membawa rakyat untuk sampai kepada Allah.

Fransiskus sadar sepenuhnya bahwa tugas sebagai pemimpin politik bukanlah hal yang terpisah dari perwujudan iman. Justru dalam tugas-tugas itu menjadi nyata dan jelas sikap iman seseorang.

Kiranya surat yang ditulis delapan abad silam ini akan tetap bermakna untuk kita, para pemimpin rakyat saat ini, dan terutama untuk calon pemimpin rakyat di abad XXI ini.

Inilah surat St. Fransiskus kepada saudara, calon-calon pemimpin Rakyat:

“Kepada semua kepala negeri dan anggota dewan pemerintahan, para hakim dan para pemimpin di mana pun di dunia ini, kepada semua orang lainnya yang menerima surat ini.

Saudara Fransiskus, hambamu yang kecil dan ternista dalam Tuhan Allah, mengharapkan keselamatan dan damai bagi kamu sekalian.

Renungkanlah dan ketahuilah, bahwa hari kematian sudah mendekat. Karena itu dengan rasa khidmat yang sebesar-besarnya, aku memohon kepada kamu, jangalah kamu sampai melupakan Tuhan dan menyimpang dari perintah-perintah-Nya,(bdk. Kej 47:29) oleh karena urusan dan kesibukan dunia ini, yang merupakan tugasmu, sebab terkutuklah semua orang yang melupakan Dia (bdk. Mzm 119:21) dan menyimpang dari perintah-perintah-Nya dan merekapun akan dilupakan oleh-Nya (Yeh 33:13). Apabila hari kematian tiba, maka akan diambil dari mereka segala sesuatu yang mereka anggap milik mereka. Maka, semakin tidak bijaksana dan berkuasa mereka itu di dunia ini, semakin hebat pula siksaan yang akan mereka tanggung di neraka Bdk Keb 6:6).

Maka dengan sungguh-sungguh aku menasihati kamu, Tuan-tuanku, agar kamu menyingkirkan segala kesibukan dan kecemasan, dan dengan rela hati menyambut tubuh dan darah mahakudus Tuhan kita Yesus Kristus, sebagai peringatan suci akan Dia.

Bangkitkanlah di dalam diri rakyat yang dipercayakan kepadamu, penghormatan kepada Tuhan yang sebesar-besarnya, sehingga pada setiap malam dimaklumkan oleh seorang pewarta atau dengan tanda lainnya, agar seluruh rakyat menyampaikan pujian dan syukur kepada Tuhan Allah Yang Mahakuasa. Jika hal itu tidak kamu jalankan, ketahuilah, bahwa kamu harus memberikan pertanggungjawaban di hadapan Tuhan Allahmu, Yesus Kristus pada hari pengadilan (Bdk. Mat, 12:36).

Mereka yang menyampaikan tulisan ini dan menepatinya, hendaknya mengetahui bahwa Tuhan Allah memberkati mereka.”

Melalui surat ini, dengan jelas Fransiskus mengingatkan setiap pemimpin untuk tidak melupakan Tuhan Allah dan juga perintah-perintah-Nya dalam menjalankan tugas kepemimpinan.

Tugas sebagai pemimpin justru menjadi salah satu ruang untuk melaksanakan perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dengan demikian, setiap keputusan, kebijakan, cara hidup sebagai seorang pemimpin berlandaskan takut akan Tuhan dan merupakan pelaksanaan kehendak Tuhan.

Keras nian hukuman bagi yang melupakan Tuhan dalam tugasnya. Mereka dapat saja terkutuk bahkan dilupakan oleh Allah sendiri.

Semakin mereka tidak bijaksana, sewenang-wenang menggunakan kekuasaan, dan tak bertanggung jawab, siksaan kekal akan menjadi hadiah terindah yang pantas didapatkan di neraka yang paling dalam.

Para pemimpin kristiani juga diharapkan untuk menimba semangat pelayanan dan kebijaksanaan dengan rela hati selalu menyambut Tubuh dan Darah Mahakudus Tuhan kita Yesus Kristus, sebagai peringatan suci akan Dia.

Dalam arti itu, merayakan Ekaristi bukan sekadar seremoni mingguan atau bahkan harian. Seorang pemimpin diingatkan untuk membawa pesan/semangat Ekaristis dalam kesibukannya sehari-hari.

Spirit ekaristis seorang pemimpin tampak dalam ketulusan untuk hidup seperti Kristus, berkorban seperti Kristus, bahkan mau menderita seperti Kristus dalam upaya mencapai kesejahteraan bersama.

Bahkan, Fransiskus mengingatkan bahwa tugas para pemimpin jugalah untuk mengarahkan dan menanamkan di dalam diri rakyat penghormatan kepada Tuhan yang sebesar-besarnya dan juga selalu membangkitkan dalam diri rakyat semangat untuk beribadah dan mengarahkan diri kepada Allah.

Surat ini mempertegas keyakinan bahwa agama dan kiprah di bidang politik pemerintahan memang bisa dibedakan tapi tak terpisahkan.

Keduanya menjadi ruang untuk laku pengungkapan iman di satu sisi dan perwujudan iman di sisi lain. Tidak ada alasan untuk meninggalkan tugas perwujudan iman ketika sedang berkiprah di panggung politik

Maka jangan heran bila seorang pemimpin Kristiani yang korup akan dipertanyakan sikap imannya.

Rasul Yakobus mengatakan dalam suratnya, iman itu harus ditunjukkan dalam perbuatan. Jika iman itu tidak disertai perbuatan, pada hakekatnya adalah mati (bdk. Yak, 2:17).

Maka pemimpin yang tidak mewujudkan imannya dalam tugas kepemimpinan sudah mengalami kematian secara rohani/spiritual.

Seorang pemimpin yang dirindukan adalah seorang yang berani berkata, “Tunjukkanlah imanmu itu kepadaku tanpa perbuatan dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku (bdk, Yak 2:18).

Semoga hingar bingar pesta demokrasi pada akhir tahun ini akan menghasilkan pemimpin yang tahu apa yang harus dilakukan sebagai seorang pemimpin karena ia adalah seorang yang beriman tangguh.

Bukankah Ketuhanan Yang Maha Esa, sangat mendapat tempat di dasar negara ini? Tidakkah semestinya Ia juga mendapat tempat di hati para pemimpin rakyat?

Semoga setiap pemimpin terpilih nantinya sadar sungguh-sungguh bahwa iman bukanlah dekorasi semata saat ia sudah terpilih menjadi pemimpin.

Sebaliknya, iman mesti merupakan bagian penting yang meresapi dan menjiwai pelaksanaan tugasnya. Semoga para pemimpin tidak akan bermain-main dengan imannya.

Kita selalu rindu pada pemimpin seperti Gubernur DKI Basuki Tjahja Purnama (Ahok) serta beberapa lainnya yang sungguh memperlihatkan bagaimana iman menginspirasi dan menjiwai karir politik.

Penulis adalah staf JPIC-OFM Indonesia, tinggal di Jakarta.

spot_img

Artikel Terkini