Media Sosial, Demokrasi dan Pilkada

Oleh: INOSENTIUS MANSUR

Media sosial memiliki pengaruh besar bagi demokratisasi. Betapa tidak, ada banyak hal terkoordinasi dengan baik, hanya melaluinya. Sosialisasi diri, penyamaan persepsi serta afirmasi partisipasi politik publik, dapat terlaksana dalam dan melalui media sosial.

Di media sosial, debat terbuka dipertontonkan dan kritik dengan elaborasi yang menukik dilaksanakan. Melaluinya pula, “kegelisahan” publik diperbincangkan dengan kritis, kebijakan sosial dikoreksi secara kolektif dan seperangkat solusi coba ditawarkan.

Media sosial kini menjadi sarana demokratisasi, medan partisipasi politik rakyat dan tempat “memikirkan” dinamika pembangunan.

Meminjam Habermas (1991), media sosial telah menjadi ruang publik yaitu tempat berkumpul bersama dan mendiskusikan berbagai problem sosial secara bebas tanpa represi.

Kendatipun demikian, ada indikasi bahwa media sosial digunakan secara keliru. Media sosial dipelintir untuk mengkspresikan kebencian secara berlebihan. Persoalannya, kebebasan berekspresi berubah menjadi kebablasan.

Pilar Kelima

Karl Popper (1992) mengatakan bahwa arus informasi akan menjadi kunci dalam menentukan peradaban manusia. Jika tidak, manusia akan “didiskualifikasi” dari peradaban itu.

Mengikuti pemikiran Popper ini, harus dikatakan bahwa arus informasi juga amat menentukan bobot dari sebuah praksis demokrasi seperti Pilkada. Demokrasi tanpa arus informasi amat mungkin direduksi menjadi kratos tanpa demos.

spot_img

Artikel Terkini