Menteri Agama: Toleransi Modal Utama di Tengah Keberagaman

Floresa.co – Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menegaskan bahwa sikap toleransi adalah menghormati perbedaan orang lain tanpa mengabaikan keyakinan pribadi yang dianut.

“Toleransi itu adalah kesiapan untuk menghormati mereka yang berbeda dengan kita, tetapi tidak berarti jadi mengabaikan keyakinan yang dianut,” katanya di Jakarta, Kamis (19/11).

Di tengah-tengah masyarakat yang majemuk, lanjut dia, tidak ada pilihan lain selain menegakkan toleransi, sebab itu adalah modal utama di tengah keberagaman.

Dengan memelihara sikap seperti itu, Menag yakin tindakan-tindakan intoleransi bisa dikurangi atau dihilangkan sama sekali.

Dalam kesempatan yang sama, Menag pun menanggapi pemberitaan yang mengabarkan penilaian sebuah Setara Institute for Justice and Peace tentang kota paling toleran dan paling tidak toleran di Indonesia.

Menteri Lukman meyebut seharusnya lembaga tersebut menyebut secara rinci parameter dan indikator penilaiannya tersebut.

Kendati demikian, dia meminta masyarakat, terutama yang dinyatakan tidak toleran, untuk dewasa dan berjiwa besar.

“Harus bisa mengambil sisi positif dari penilaian itu, anggap sebagai masukan bagi masyarakat dan pemerintah daerah setempat,” kata dia.

Sebelumnya, Setara lembaga yang fokus terhadap toleransi dan HAM, mempublikasi hasil penelitian Indeks Kota Toleran pada 2015.

Ada sepuluh kota yang dipilih sebagai kota toleran karena tidak pernah ada peristiwa yang menyebabkan konflik dan pelanggaran kebebasan beragama.

Kesepuluh kota itu antara lain Pematang Siantar, Salatiga, Singkawang, Manado, Tual, Sibolga, Ambon, Sorong, Pontianak dan Palangkaraya.

Peneliti Setara, Aminudin Syarif mengatakan, indikator penilaian dalam penelitian tersebut menggunakan skala 1-7.

Indikator 1 menjelaskan nilai terbaik atau paling toleran suatu kota. Sementara indikator 7 menjadi nilai terburuk atau paling tidak toleran.

“Ketika rendah di indikator ini, tetapi tinggi di indikator lain, nilai indeksnya masih bisa kecil,” katanya.

Dalam pengukuran tingkat toleransi ini, Setara Institute menggunakan empat variabel penelitian.

Pertama, regulasi pemerintah kota yang terdapat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan peraturan daerah dengan penilaian diskriminatif atau non-diskriminatif.

Kedua, tindakan pemerintah kota. Dalam hal ini, Setara menilai respons pemerintah dalam menangani persitiwa intoleran yang terjadi di daerahnya. Misalnya, pernyataan pemerintah kota yang tidak memihak.

Ketiga, regulasi sosial, atau peristiwa intoleran yang terjadi selama beberapa waktu terakhir di kota tersebut. Dan keempat adalah demografi agama dan komposisi penduduk. Dalam hal ini, penelitian membandingkan komposisi penduduk berdasarkan agama.

Penelitian ini dilakukan terhadap 94 kota di seluruh Indonesia. Penelitian menggunakan studi dokumen berdasarkan data dan pengamatan peristiwa, yang dilakukan pada 3 Agustus- 13 November 2015.  (Ari D/ARL/FLoresa)

spot_img

Artikel Terkini