Ini Hasil Lengkap Audit BPK Terhadap Program Anggur Merah

Floresa.co – Program Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi polemik.

Adalah Yeni Veronika, politikus perempuan dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang memantik terjadinya polemik ini.

Yeni saat menjadi juru kampanye pasangan calon bupati dan wakil bupati Manggarai – Flores, pada Sabtu lalu di Ruteng mengatakan, program besutan Gubernur Frans Lebu Raya itu tidak berdampak pada kesejateraan rakyat.

Alih-alih mensejahterakan, program tersebut malah bermasalah berdasarkan audit BPK.

Fraksi PDI Perjuangan di DPRD NTT tak terima dengan tudingan Yeni yang juga adalah anggota DPRD NTT.

Fraksi PDIP menuding Yeni telah melakukan pembohongan publik dan menipu rakyat.

Lantas, apakah Yeni benar berbohong dan menipu?

Berikut adalah versi lengkap hasil audit BPK RI atas program Anggur Merah yang disampaikan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II tahun 2014:

Program Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah (DeMAM) adalah implementasi dari strategi kebijakan Pemerintah Provinsi NTT untuk pemberdayaan masyarakat berbasis desa/kelurahan melalui paradigma penganggaran pembangunan
Anggaran Untuk Rakyat Menuju Sejahtera (ANGGUR MERAH) yang dilaksanakan dalam 2 tahap, Tahun 2011-2013 dan 2014-2018.

Pemerintah Provinsi NTT mengalokasikan dana melalui belanja hibah dalam APBD Provinsi Rp 250,00 juta kepada setiap desa/ kelurahan di seluruh Provinsi NTT.

Pada 2011-2014, jumlah dana hibah Program DeMAM yang telah direalisasikan sebesar Rp369,99 miliar untuk 1.480 desa/ kelurahan di seluruh kabupaten/ kota se-Provinsi NTT.

Pengelolaan program dilaksanakan oleh Bappeda Provinsi NTT.

Pemeriksaan kinerja ini bertujuan untuk menilai efektivitas pengelolaan Program DeMAM dalam mendukung pencapaian tujuan program.

Hasil pemeriksaan menyimpulkan pengelolaan Program DeMAM belum dilaksanakan secara efektif dalam mendukung pengurangan angka kemiskinan di Provinsi NTT melalui pengembangan usaha ekonomi produktif sesuai keunggulan komparatif/ kompetitif desa/kelurahan dan membantu mendorong berkembangnya organisasi kelembagaan pedesaan.

Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, Program DeMAM mempunyai tujuan terutama untuk mengurangi angka kemiskinan melalui pengembangan usaha ekonomi produktif desa sesuai keunggulan kompetitif/ komparatif desa, berupa pemberian dana hibah kepada pemerintah desa/ kelurahan untuk disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada kelompok usaha ekonomi
masyarakat (pokmas) dan koperasi.

Untuk keberlangsungan program, pengembalian atas pinjaman dari pokmas digulirkan kembali kepada pokmas yang lain, sehingga program dari Tahun 2011 s.d. 2014, dana Program DeMAM telah disalurkan oleh pemerintah desa/ kelurahan kepada 10.103 pokmas/koperasi dengan berbagai jenis usaha antara lain peternakan, pertanian,
perikanan, usaha kecil, perdagangan, dan koperasi simpan pinjam.

Hasil pemeriksaan menunjukkan secara umum usaha pokmas/koperasi belum
sepenuhnya berjalan secara optimal dalam membantu mengembangkan ekonomi pedesaan. Hal tersebut terjadi terutama karena belum adanya penerapan prinsip usaha bersama pada pokmas dan dana pinjaman yang diterima oleh anggota pokmas terlalu kecil sehingga tidak
memadai untuk pengembangan usaha.

Permasalahan tersebut mengakibatkan tingkat pengembalian pinjaman oleh pokmas kepada pemerintah desa/kelurahan relatif rendah rata-rata baru 27,18%, sehingga pada gilirannya perguliran dana DeMAM untuk pengembangan ekonomi desa belum
berjalan secara optimal.

Selain itu, 145 desa/ kelurahan belum pernah melakukan pengembalian dana senilai Rp36,25 miliar. Rendahnya tingkat pengembalian pinjaman dan pengguliran
dana tersebut terutama dilatarbelakangi: (1) jenis usaha yang dilakukan adalah
jenis usaha yang membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan, (2) usaha
pokmas sudah tidak berjalan, (3) adanya informasi yang diterima oleh pokmas bahwa dana DeMAM merupakan hibah sehingga tidak perlu dikembalikan, (4) tidak adanya surat perjanjian tertulis yang mengikat anggota pokmas terkait sanksi yang jelas atas keterlambatan pengembalian dana, dan (5) perguliran tidak berjalan karena masih menunggu pengembalian dari seluruh pokmas ke rekening desa/ kelurahan terkumpul.

Kedua, Program DeMAM juga bertujuan untuk mendorong pemberdayaan kelembagaan desa/ kelurahan untuk mendukung pelaksanaan tekad pembangunan dan agenda pembangunan daerah sesuai RPJMD Provinsi NTT.

Hasil pemeriksaan secara uji petik pada 95 desa/ kelurahan di 10 kabupaten/kota menunjukkan bahwa secara umum pemerintah desa/ kelurahan dalam pelaksanaan Program DeMAM belum berperan secara optimal dalam proses penentuan dan penetapan pokmas/koperasi, dalam proses perguliran dana, dan dalam pengawasan atas pokmas.

Pada pelaksanaannya, pemerintah desa/kelurahan lebih banyak bersifat pasif dan hanya mengandalkan Pendamping Kelompok Masyarakat (PKM) sehingga tidak mengetahui perkembangan usaha pokmas secara pasti.

Pemerintah desa/ kelurahan juga belum melakukan pencatatan pinjaman dan pengembaliannya secara memadai karena belum adanya juknis dan sosialisasi terkait format dari laporan yang menyajikan pencatatan pinjaman dan pengembaliannya.

Atas kondisi tersebut, BPK mengidentifikasi 4 permasalahan mendasar yang menjadi penyebab belum memadainya pengelolaan Program DeMAM dalam mencapai target yang
ditetapkan yaitu:

(1) Perencanaan strategis dan teknis Program DeMAM yang belum memadai, di mana pada perencanaan strategis, tujuan dan sasaran Program DeMAM masih belum terukur serta indikator keberhasilan program masih belum memadai. Adapun itu,, pada perencanaan
teknis, penetapan kelompok dan jenis usaha ekonomi produktif belum sepenuhnya sesuai
peraturan, serta proses pengajuan dan penilaian atas proposal dari pokmas belum memadai dan didukung dengan petunjuk teknis.

(2) Kebijakan dan peraturan Program DeMAM belum memadai, terutama
tata kelola Program DeMAM belum didukung dengan peraturan/petunjuk teknis yang lengkap dan kebijakan perguliran bantuan belum diterapkan oleh desa/kelurahan secara efektif.

(3) PKM belum melakukan tugas dan fungsi sesuai kontrak kerja, serta belum menyusun laporan sesuai format dan informasi yang senyatanya di lapangan.

(4) Fungsi monitoring dan evaluasi oleh Bappeda Provinsi NTT selaku pengelola program dan fungsi pengendalian, pembinaan, dan pengawasan oleh para pihak terkait serta pelaporan perkembangan Program DeMAM belum optimal.

Untuk meningkatkan efektivitas Program DeMAM, BPK merekomendasikan Gubernur NTT terutama agar:

(1) Membentuk forum koordinasi intensif dan berkala dengan Bupati/Walikota di wilayah NTT untuk penyesuaian dan sinkronisasi program sejenis di Provinsi NTT dan menghindari terjadinya tumpang tindih pelaksanaan program di lapangan, dalam rangka peningkatan efektivitas program DeMAM.

Selain itu, atas 4 permasalahan mendasar, BPK merekomendasikan Gubernur NTT agar memerintahkan kepada Kepala Bappeda Provinsi NTT untuk:

(1) Mengkaji ulang tujuan dan sasaran dalam Pedoman Program DeMAM secara jelas dan spesifik, serta ukuran-ukuran pencapaian tujuan dan sasaran tersebut yang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi dan pengukuran kinerja program.

(2) Menyusun peraturan/ petunjuk teknis tentang tata kelola Program DeMAM yang jelas dan terinci dari proses awal perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban/pelaporan program sebagai dasar dalam pelaksanaan program di lapangan.

(3) Menyusun program/rencana kerja PKM yang memiliki target terukur sehingga penilaian kinerja PKM dapat dilakukan secara objektif.

(4) Melakukan evaluasi dan menyusun laporan evaluasi secara rinci, valid, dan akurat.

(Petrus D/PTD/Floresa)

spot_img
spot_img

Artikel Terkini