Daniel Anduk, Penyanyi Legendaris yang Tergerus Zaman

“Oe  Ende ga e/Mane tana sale ende ye/Lurang lawe de tungku mane/Itu de tandan ata weong naige

Oe ende gae/Pau leso lauy ende ge/Pau ndarut de nai daku/Hitu de tandan ata weong naige…….”

Lirik di atas adalah bait lagu berjudul ‘Oe Ende Ga e’ yang dinyanyikan Daniel Anduk dalam album kaset “Oe Ende Ga e” (1984).

Bagi orang Manggarai-Flores, Nusa Tenggara timur (NTT) yang lahir tahun 40-an sampai 80-an, pastilah akrab dengan syair lagu-lagu ini.

Demikian pun dengan lagu-lagu ‘Ce’e Jampi Ce’e, Daeng Kempo, Dere o Ngkiong e, maupun Lumun Tepong dan Pata mo Ende go’.

Album “Oe Ende Ga e” dapat dikatakan sebagai album perintis lagu daerah Manggarai yang digarap dan dipasarkan secara professional. Karena itu, lagu-lagunya menjadi legendaris.

Tunanetra dengan Bakat Vokal

Daniel Anduk yang lahir pada 1964 di Poreng, Kecamatan Lelak terlahir tunanetra. Namun, ia memiliki bakat musik yang luar biasa.

Alkisah, di masa kecilnya, Daniel dekat dengan pamannya, bernama Polus Dago.

Polus ahli dalam membuat gitar kecil (jug tenor), sebagai salah satu alat musik dalam orkes gambus yang saat itu sangat terkenal untuk mengiringi pesta-pesta pernikahan.

Daniel kecil acapkali mencoba jug-jug yang telah selesai dibuat pamannya. Dan dari sana, jiwa musiknya terus bertumbuh.

Lama-kelamaan ia menjadi ahli bermain jug. Keahliannya itu didukung oleh anugerah vokal natural yang luar biasa.

Daniel Anduk kecil pun kemudian sering diminta untuk bernyanyi di pesta-pesta pernikahan di kampung Poreng dan sekitarnya.

Ketika umur belasan tahun, Daniel Anduk dibawa pamannya yang lain, Stef Hambur, untuk tinggal bersamanya di Tando, Lembor.

Stef kemudian membeli sebuah gitar untuk Daniel Anduk. Tidak butuh waktu lama, Daniel menguasai cara bermain gitar dan kemudian dari pesta ke pesta, dari kampung ke kampung bernyanyi sambil memainkan gitarnya menghibur tamu.

Saat itu tape recorder masih menjadi barang  sangat mewah. Dan, hiburan di pesta-pesta masih mengandalkan orkes gambus atau nyanyian dengan gitar ala Daniel.

Album Pertama

Suatu ketika, pertengahan tahun 1981, Daniel bernyanyi di kampung Kalo – Lelak, pada pernikahan tanta Ros.

Seorang guru, pak Tadeus, yang memiliki tape recorder terpukau dengan suara dan cara bermain gitar Daniel, lalu kemudian berinisiatif merekamnya.

Tak hanya sampai di situ, hasil rekaman ini dia bawa ke Ruteng dan diperdengarkan ke pemilik toko (baba) Mulya Jaya.

Gayung bersambut, baba toko Mulya Jaya tertarik dengan lagu-lagu Daniel Anduk. Pak Tadeus kemudian memfasilitasi pertemuan Daniel Anduk dengan baba toko Mulya.

Pertemuan mereka menghasilkan kesepakatan di mana Daniel Anduk harus mempersiapkan sepuluh lagu untuk kemudian direkam di Surabaya.

Demikianlah pada 1983, Daniel yang telah mempersiapkan sepuluh lagu, diberangkatkan ke Surabaya difasilitasi baba Toko Mulya Jaya.

Di Surabaya, lagu-lagu yang telah disiapkan Daniel diolah lebih apik dan take vocal pun dilakukan. Kerja keras selama kurang lebih empat bulan kemudian menelurkan album perintis dan legendaris  “Oe Ende Ga e”. Tidak butuh waktu lama kaset album ini booming di Manggarai.

Ke manakah Daniel Anduk setelah 1983? Ia tetap berkarya dalam dunia musik. Namun namanya kian meredup seiring dengan munculnya group-group lagu Manggarai yang setelah itu muncul satu demi satu dan tampil lebih fresh.

Daniel Anduk kemudian lebih banyak merekam lagu-lagu ciptaannya dengan bermain gitar solo secara independen ala kadarnya. Kaset-kasetnya pun dijual sendiri.

Kecuali pada 2006 dan 2007, Daniel mencoba peruntungannya dengan berkolaborasi dengan group penyanyi Manggarai ‘Lalong Liba’ dalam album ‘Cala Lembu’ dan ‘Mboros Toe Poso’.

Menurutnya, dua album ini disambut pasar namun tidak bertahan lama.

Menurut pengakuannya sendiri, jika diarsipkan dengan baik, lebih dari 100 judul lagu telah ia ciptakan.

Sayangnya, lagu-lagu ciptaan Daniel tidak diarsipkan, apalagi berbicara tentang hak cipta.

Hebatnya Daniel Anduk hanya mengandalkan ingatan ketika menciptakan lagu juga syair-syairnya yang puitis dan penuh dengan go’et (irama puitis) Manggarai.

Saat ini, Daniel Anduk tinggal di Pelus, kecamatan Lelak bersama istri dan satu anaknya.

Menurut Titus, sahabat yang setia mengantar Daniel ke mana-mana, ketika ia sudah mengelus-elus rambutnya terus menerus dan memelintir rambut (poser wuk) depannya, itu berarti Daniel sedang penuh inspirasi untuk kembali menghasilkan lagu ciptaannya.

Dan saat-saat seperti itu, Daniel tidak boleh diganggu. Biasanya setelah itu dia mengambil gitar dan mulai menyanyikan lagu baru dan merekamnya dengan tape recorder.

Mulai Meredup

Dunia musik telah menghidupkan dan membesarkan Daniel Anduk. Tapi tidak lagi sekarang. Selain karena banyaknya grup musik Manggarai yang muncul, kecanggihan teknologi tampaknya sulit dikejar Daniel, terutama dengan hadirnya televisi dan hand-phone multi-fungsi di kampung-kampung.

Dunia menciptakan lagu dan bermain gitar ala Daniel Anduk tidak lagi menarik bagi kaum muda dewasa ini serta tidak menjanjikan secara ekonomi.

Demi menyambung hidup, Daniel menjadi opreter (penyedia layanan musik) dalam pesta-pesta sekolah dan pernikahan dan melayani jasa sewa sound system.

Satu harapan Daniel adalah alangkah baiknya jika pemerintah daerah menciptakan wadah bagi pemusik daerah seperti dirinya sehingga tetap menghasilkan karya-karya original dan dapat dinikmati publik, sebab melalui lagu-lagu daerah ada banyak kritik dan pesan sosial positif yang disampaikan.

Daniel Anduk yang suka bergaul tetap bernyanyi, masih ada saja yang merindukan suara dan lagu-lagunya, walaupun hanya satu dua orang. (Laporan Kontributor Bonefasius Sagi/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini