Jurnalis Kelahiran Matim Raih Penghargaan di Tingkat Asia

Floresa.co – Ryan Dagur (27), jurnalis muda asal Manggarai Timur (Matim), Nusa Tenggara Timur (NTT) mendapat penghargaan dalam ajang Asian Environmental Journalism Award (AEJA) tahun ini.

Penghargaan itu ia terima dari Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura, Amy Thor dalam sebuah upacara resmi di Hotel Orchard, Singapura, Selasa (20/10/2015).

Ajang penghargaan ini yang diselenggarakan oleh Singapore Environment Council diadakan sejak 2012 dan khusus diberikan untuk karya jurnalistik terkait persoalan lingkungan hidup di seluruh Asia.

Ryan, yang bekerja di Uca News – kantor berita berbasis di Bangkok, Thailand – meraih merit winner atau pemenang kedua untuk kategori “the story of the year,” dengan tulisannya berjudul “Indigenous turn to eco-tourism to protect ancestral forest”.

Tulisan itu sudah dimuat di Uca News pada April lalu dan kemudian diterbitkan kembali oleh The Jakarta Globe, media berbahasa Inggris di Jakarta.

Ryan yang masih berada di Singapura mengatakan via Facebook kepada Floresa.co, posisi pertama atau top winner untuk kategori “the story of the year – diraih oleh Zsombor Peter, jurnalis berkebangsaan Kanada yang kini menjadi editor di The Cambodia Daily, koran ternama di Kamboja.

Menurut Ryan, berdasarkan laporan panitia, ada 76 jurnalis dari 21 negara di seluruh Asia yang ikut berkompetisi menjadi pemenang untuk kategori “the story of the year.”

“Saya bersyukur karena tulisan saya masuk kategori terbaik,” katanya.

Selain kategori itu, ada 4 kategori lain dalam ajang ini, termasuk kategori fotografi, media dan jurnalis muda yang mengangkat isu lingkungan hidup, di mana pemenangnya ada yang dari India, Pakistan, China, Bangladesh dan Thailand.

Untuk kategori media, kata dia, dimenangkan oleh Thomson Reuters India (top winner) dan stasiun TV Channel News Asia (merit winner).

Masyarakat lokal

Tulisan Ryan dalam ajang ini mengangkat kehidupan masyarakat di Sui Utik, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat yang bertahun-tahun menjaga kelestarian alam mereka.

Ia mengatakan, dirinya melakukan liputan selama beberapa hari di sana pada akhir Maret tahun ini.

Ia – yang kala itu datang bersama seorang fotografer – mengamati kehidupan masyarakat sekaligus menggali nilai-nilai yang mereka hidupi.

“Kami bahkan masuk ke hutan mereka untuk mengetahui seperti apa mereka menjaga hutan dan mengolah lahan sambil tetap mempertahankan kelestarian keanekaragaman hayati,” katanya.

“Selain mewawancarai warga, saya juga bertemu dengan para pemimpin setempat, termasuk Wakil Bupati Kapuas Hulu,” lanjutnya.

Warga Sui Utik – yang sangat terkenal dengan ketegasan sikap menolak kehadiran sawit dan perusahan kayu -, kini sedang mengembangkan eco-tourism, sebuah model wisata yang menyajikan suasana alam sebagai jualan.

Saat memberi sambutan dalam acara penyerahan penghargaan, Menteri Amy, demikian kata Ryan, menyebut “tulisan itu menyajikan hal yang kontras dengan yang dilakukan pemerintah di Indonesia saat ini, di mana gagal menjaga hutan, sehingga memicu persoalan seperti bencana kabut asap.”

Tantangan

Terhadap penghargaan ini, Ryan mengaku bersyukur dan menyebutnya sebagai salah satu titik penting dalam profesinya di bidang jurnalistik.

Namun, katanya, ada tantangan yang mesti dihadapi.

“Penghargaan ini hanya pemacu semangat. Tugas ke depan bagaimana mempertanggungjawabkan ini dalam tugas-tugas saya,” katanya.

“Saya tidak merasa lebih hebat dari yang lain, karena ada begitu banyak jurnalis di level manapun, yang sangat berintegritas dan mereka juga pantas untuk dihargai,” lanjutnya.

Ia menambahkan, setiap jurnalis – sebagaimana juga profesi lainnya, selalu berada dalam tegangan untuk mempertahankan integritas atau berkompromi dengan berbagai kepentingan pragmatis.

“Saya, juga kawan-kawan lain berada dalam tegangan itu. Dan tugas kami ke depan, memperkuat komitmen untuk menjadi pekerja media yang mengabdi pada kepentingan banyak orang dan memperjuangkan nilai-nilai seperti keadilan, mendorong perdamaian dan menggerakkan banyak orang untuk peduli pada lingkungan,” katanya.

Ryan yang lahir di Wesang, Desa Compang Wesang, Kecamatan Poco Ranaka dari keluarga petani,  merupakan alumnus Seminari Pius XII Kisol dan Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkar Jakarta.

Selain bekerja di Uca News, ia dalam waktu senggang mencurahkan perhatiannya pada pengembangan mutu karya jurnalistik di tingkat lokal, termasuk mendamping para jurnalis muda di Floresa.co. (Gregorius Afioma/PTD/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini