Floresa.co – Setelah tiga jam di atas perahu motor dari Labuan Bajo, Pulau Padar sudah tampak.

Diterpa semilir angin bertiup lembut, motor laut yang kami tumpangi bergerak perlahan ketika mendekati wilayah pantai.

Tak harus menunggu hingga tracking ke puncak gunung, Padar sudah membuat terkesima sejak di bibir pantai.

Meski wilayah pantai tak begitu melandai karena langsung disanggah tebing dan wilayah perbukitan, pasirnya putih bersih dan tampak berkilau memantulkan terik siang itu.

Sementara, perbukitan diselimuti rerumputan kering namun tampak menguning laksana bukit emas dari kejauhan.

Lautnya kelihatan bening dan bersih. Permukaan laut begitu tenang.

Ketika kami tiba, perhatian kami dicuri seekor penyu. Di permukaan laut, ia mengepakkan kakinya membentuk riak-riak kecil.

Namun, ada yang aneh kemudian. Sebuah perahu kecil ada di situ.

Ketika perahu itu bergerak perlahan, penyu itu ikut bergerak mengikutinya.

Salah satu awak kapal pun kontan berkomentar, “Itu penyu yang sudah ditangkap.”

Seakan tak mempedulikannya, kami melompat satu per satu keluar dari perahu.

Tracking pun dimulai. Tanjakan sangat terjal. Tak ada satu pohon pun terlihat.

Hanya padang savana yang layu dan kering. Terik mentari begitu menyengat.

“Bawa air minum masing-masing, nanti cepat haus,” salah seorang kawan mengingatkan.

Ketika tanjakan awal, semangat kami langsung “empat-lima”.

Berlomba-lomba untuk tiba duluan di spot pertama. Hanya lima menit, kami sudah di sana.

Dari tempat itu, lautan di dua sisi pulau sudah kelihatan. Dan, kami berada di tengah-tengahnya.

Siapapun barangkali tak ingin melewatkan momen itu. Tak heran, berganti-gantian kami saling memotret satu sama lain.

Dengan panorama yang indah itu, tak harus memoles gaya terlampau banyak di kamera, hasilnya tetaplah foto-foto yang menarik.

Ketika salah seorang tampak menikmati berdiri di pinggir bukit, seorang lain mengejutkannya.

“Awas komodo!” Ia kontan terperanjat ketakutan.

Raut mukanya berubah. Cemas. Kami tertawa mengocok perut.

Padar memang salah satu habitat komodo, binatang langka itu.

Letaknya pun berada di antara Pulau Komodo dan Pulau Rinca.

Kami hampir berlama-lama di sana. Namun, untungnya seorang teman yang pernah ke Padar sebelumnya menegur.

“Ayo naik lagi. Jangan berlama-lama di sini. Masih banyak tempat indah.”

Benar saja. Kucuran keringat pada tanjakan selanjutnya segera terbayarkan oleh panorama “tiga danau”.

Saking terpesonanya, seorang teman tak bisa menahan diri untuk berteriak sekencang-kencangnya setelah tiba di sebuah batu.

Namun, hanya disambut keheningan dari pulau yang tak berpenghuni  itu.

Batu dengan permukaan kasar itu ibarat titik yang secara sempurna menangkap pesona “tiga danau”.

Dari atas, tiga teluk diapit oleh bukit-bukit terjal dan curam. Riak-riak ombak bergulung-gulung memukul bibir pantai.

Keindahan Padar tak berhenti di situ.

Tadinya, ketika masih di kaki gunung, pemandangan di batu itu terlihat seperti puncak dan tempat terakhir. Ternyata, masih ada jalur tracking menuju spot-spot lain.

Padar seolah menguji selera lantaran menyingkap keindahannya secara perlahan-lahan.

Yang terjadi, kejutan demi kejutan. Hampir tiap spot, tak pernah menawarkan panorama yang sama.

Selalu berbeda dan khas. Setiap rasa lelah seperti selalu segera lunas terbayarkan.

Setelah dua jam menyapu padang savana di Pulau Padar, kami akhirnya pulang.

Karena disengat terik matahari itu, dalam perjalanan pulang, beberapa pohon bidara mencuri perhatian kami.

Kami mencari naungan sebentar.

Namun, sekalipun hanya beristirahat sejenak, seorang teman tak ingin melewatkan momennya. Ia minta difoto.

Melihat aksinya dengan latar belakang sebuah pohon bidara di tengah padang savana begitu menarik, kami akhirnya berebutan memotret.

“Mumpung sebelum dilarang oleh orang,” kata seorang teman berceloteh.

Sejak bulan September 2014, pengelolahan Pulau Padar memang sudah diserahkan kepada PT. Komodo Wildlife Eco-tourism (PT KWE), hal yang memicu kecemasan terkait nasib komodo di pulau itu dan praktek privatisasi yang kian massif terhadap sumber daya publik di Mabar.

BACA: Pulau Padar, Salah Satu Habitat Komodo, Diprivatisasi

Pulau ini sudah diprivatisasi di mana pengelolaannya diserahkan ke PT Komodo Wildlife Eco-tourism (PT KWE). (Foto: Gregorius Afioma/Floresa)
Pulau ini sudah diprivatisasi di mana pengelolaannya diserahkan ke PT Komodo Wildlife Eco-tourism (PT KWE). (Foto: Gregorius Afioma/Floresa)

Untuk saja, hingga kini perusahaan tersebut belum mulai mengeksekusi usahanya. Jadinya, kami masih bisa bebas menikmati keindahan Padar.

Andaikata perusahaan ini mulai membangun resort dan usaha rekreasi pantai, Padar menambah deretan pulau yang sudah berhasil diprivatisasi di Labuan Bajo.

Beberapa lainnya seperti Pulau Bidadari, Sebayur dan Kanawa sudah lebih dahulu diprivatisasi.

BACA JUGA: Skandal Pulau Padar, Kemana Arah Kompas?

Sebelum kami meninggalkan Padar, kejernihan laut menggoda kami agar jangan segera beranjak.

Segera kami membuka baju dan menceburkan diri ke dalam laut. Berenang sekitar lima belas menit.

Tak lama kemudian, kami pulang. Begitu motor laut yang kami tumpangi pelan-pelan menuju laut lepas, kami lagi-lagi terkejut.

Tiga ekor ikan Pari Manta (Manta Ray) berukuran besar mengintari sebuah motor laut. (Laporan Gregorius Afioma/ARL/Floresa)