Peringati Tragedi 1965, di Manggarai Digelar Diskusi Film “The Act of Killing” dan “The Look of Silence”

Floresa.co – Pada pekan ini, peristiwa pembantaian massal terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah genap 50 tahun.

Peristiwa itu, dengan korban antara 500.000 sampai 1 juta orang, dikenal sebagai salah satu pelanggaran HAM berat sepanjang sejarah Indonesia, juga di dunia, untuk 60 tahun terakhir.

Perihal mengapa kasus itu terjadi, siapa dalang di baliknya, lalu apa agenda yang ingin dicapai, masih menjadi perdebatan.

Namun, yang jelas, ada warga Indonesia – entah anggota PKI, simpatisan, bahkan yang sama sekali tidak memiliki kaitan dengan peristiwa itu – akhirnya meregang nyawa, dalam pembantaian yang tampak berlangsung sistematis.

Semua itu bermula, dari peristiwa terbunuhnya 5 jenderal pada 30 September 1965, di mana kemudian PKI dicap sebagai dalang peristiwa itu.

Setelahnya, ada upaya besar-besaran membasmi PKI di seluruh Indonesia, kecuali Papua.

Di Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), ada juga korban dan pelaku dalam pembantaian itu.

Entah puluhan atau ratusan korban – tidak ada data valid yang  tersedia – dari berbagai pelosok tanah Manggarai Raya disiksa dan dihabiskan di Puni, Ruteng.

Keluarga mereka mengalami pembungkaman dan penyikaan fisik dan psikis hingga bertahun-tahun kemudian.

Pada Rabu esok, kelompok masyarakat sipil, akademisi, rohaniwan, LSM, gerakan orang muda, seninam dan mahasiswa di daerah bermayoritas Katolik itu akan membincangkan masalah itu.

Mereka akan menonton dan berdiskusi tentang dua film karya Josua Openheimer, “The Act of Killing” dan “The Look of Silence.”

Dua film itu sama-sama mengisahkan tentang tragedi 1965, dengan menatapnya dari perspektif pelaku dan korban.

Dua film itu – meski mendapat penolakan dari pemerintah untuk ditonton secara publik – telah tersebar luas, baik di Indonesia maupun di manca negara, dan berhasil mendorong diskusi serta dialog yang jujur, kritis, dan terbuka.

Di Manggarai, nonton dan diskusi dua film itu akan digelar di Ruteng dan Labuan Bajo, yang dimulai pukul 19.00 Wita.

Kegiatan itu, selain bertujuan mengenang tragedi kemanusiaan 1965 dalam semangat kebenaran, keadilan dan rekonsiliasi juga mendiskusikan secara kritis dua film itu dan mencari relevansi maknanya bagi kebenaran dan rekonsiliasi lokal di Manggarai Raya terkait peristiwa 1965.

Penyelenggara diskusi itu adalah STKIP  St Paulus Ruteng, Sunspirit for Justice And Peace/ Baku Peduli Centre, Komunitas Film Matarantai dan Komunitas Orang Muda Ruteng. (Ari D/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini