Status Bencana Alam Jalan Lando-Noa: Benar atau Rekayasa?

Floresa.co – Proses penanganan kasus dugaan korupsi proyek jalan Lando-Noa di Kecamatan Macang Pacar, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar)-Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga kini belum menemukan titik terang.

Proyek yang menelan anggaran Rp 4 miliar dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) II Tahun Anggaran 2014 itu dikerjakan oleh CV Sinar Lembor Indah.

Apakah aparat penegak hukum sudah mengantongi bukti-bukti serta adanya kerugian negara dalam proyek itu? Publik jelas menunggu.

Data yang dihimpun Floresa.co, selama dua minggu belakangan, sebanyak 19 orang sudah menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Polres Mabar.

Sementara itu, mantan Bupati Agustinus Ch Dula, selaku pemegang kekuasaan saat pengerjaan proyek itu belum diambil keterangan oleh polisi.

Dari keterangan saksi-saksi, dapat dirumuskan beberapa hal yang menjadi akar persoalan ini.

Penting untuk diketahui bahwa jalan Lando-Noa adalah jalan provinsi, namun, karena saat itu, pihak Pemkab Mabar mengambil disposisi bahwa terjadi bencana alam di jalur tersebut, maka dana APBD digelontorkan.

Deker yang baru dikerjakan pada September 2014 ini sudah hancur. (Foto: Ferdinan Ambo/Floresa)
Deker yang baru dikerjakan pada September 2014 ini sudah hancur. (Foto: Ferdinan Ambo/Floresa)

Salvator Pinto, Kepala Bagian Pembangunan menjelaskan peran Ch Dula dalam membuat disposisi itu, meski ia kemudian menolak disebut menyebut nama Dula, tetapi hanya “kepala daerah.”

“Ada kondisi yang perlu ditangani secara darurat, secara anggaran tidak dianggarkan dalam penetapan APBD II 2014, maka bupati disposisi untuk keluarkan pernyataan bencana alam,” ujar Pinto.

BACA: Salvator Pinto Ungkap Peran Gusti Dula dalam Kasus Dugaan Korupsi Proyek Lando-Noa

Pinto mengatakan, disposisi tersebut dibuat secara tertulis oleh kepala daerah.

Langkah ini, kata dia, sejalan dengan ketentuan Pasal 6 Undang-undang Momor 17 tahun 2013 yang mengatur kewenangan Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dan turunannya pada Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa Kepala Daerah selaku Pemegang Kekuasaan Pengelolaan keuangan daerah mempunyai kewenagan untuk menetapkan kebijakan Pelaksanaan APBD.

“Yang salah satunya adalah kebijakan secara tertulis terkait status bencana alam Lando-Noa,” kata Pinto.

Dula sendiri sudah mengakui adanya disposisi itu. Namun, kata dia, itu berdasarkan telaan staf.

BACA: Dula: Saya Disposisi Berdasarkan Saran dan Telaahan Staf

Kasus ini semakin menarik, karena berdasarkan keterangan Kepala Badan Penanggungan Bencana Daerah (BPBD), Donatus Jehaur tidak pernah ada bencana alam di Macang Pacar pada 2014.

”Faktor erosi saja,tidak ada bencana alam di Lando Noa,” tegasnya

BACA: BPBD Mabar: Tahun 2014 Tak Ada Bencana Alam di Macang Pacar

Tentu saja BPBD mestinya tahu bila benar terjadi bencana alam di Lando-Noa.

Dirinya membantah terkait adanya surat pernyataan bencana alam yang dikeluarkan Mantan Bupati Agustinus Ch Dula.

”Siapa yang mengeluarkan surat itu? Kami sendiri baru mengetahui ada berita acara surat pernyataan bencana alam melalui media.”

Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah itu benar bencana alam atau rekayasa belaka agar dana APBD II bisa digelontorkan.

Di sini, mudah tercium ada hal yang tidak beres.

Dugaan adanya kongkalikong dalam kasus ini, tampak semakin terang ketika Direktur CV Sinar Lembor Indah bersuara di sela-sela pemeriksaan di Polres Mabar, Selasa (22/9/2015).

Vinsen membeberkan kronologis perusahan miliknya dipercaya sebagai penyedia jasa untuk pengerjaan jalan itu.

Menurut Vinsen, ia diminta langsung oleh Dula untuk segera mengerjakan proyek itu.

”Pa Bupati telepon saya, agar segera kerja proyek Lando-Noa karena mendesak. Soal adminstrasi belakangan, yang penting segera kerja,” katanya.

BACA: Direktur CV Sinar Lembor Diperiksa, Peran Gusti Dula Makin Terang

Karena diperintah Bupati, CV Sinar Lembor langsung ke lokasi, demikian menurut Vinsen.

”Ketika sudah mulai kerja, baru diproses seluruh administrasinya di Dinas PU (Pekerjaan Umum).”

Vinsen menjelaskan, Penunjukan Langsung (PL) ke CV Sinar Lembor dilakukan setelah mereka sudah mulai bekerja.

”Waktu kita kerja, menggunakan uang sendiri, karena kita belum tahu berapa jumlah anggaran yang disediakan. Namun, karena ini perintah joker, kita langsung oke saja,” ujarnya

Pernyataan Vinsen membuka ruang bagi munculnya pertanyaan lain, apakah telaan staf sudah ada sebelum Dula menyuruh CV Sinar Lembor mengerjakan itu atau setelah sudah ada penyedia jasa yang mau mengerjakan proyek itu.

Atau, jangan-jangan telaahan staf itu sebenarnya tidak ada. Ini semua masih kemungkinan-kemungkinan.

Kendaraan milik CV Sinar Lembor Indah sedang mengerjakan kembali jalan ini, meski masa pemeliharaan sebenarnya sudah selesai. (Foto: Ferdinan Ambo/Floresa)
Kendaraan milik CV Sinar Lembor Indah sedang mengerjakan kembali jalan ini, meski masa pemeliharaan sebenarnya sudah selesai. (Foto: Ferdinan Ambo/Floresa)

 

Tentu saja, publik mendukung langkah Polres Mabar mengusut tuntas oknum koruptor tanpa pandang buluh, jika terbukti menghamburkan uang negara.

Apalagi, sebagaimana disaksikan Floresa.co di lokasi, jalan itu memang dikerjakan asal jadi. Lubang bisa dengan mudah disaksikan dimana-mana.

Patut diduga, beberapa titik yang merupakan bagian dari paket Lando-Noa sama sekali tidak dikerjakan. Seperti di dua kampung yang dilalui jalan itu, yakni Kampung Loha, Desa Loha dan Kampung Compang, Desa Compang.

Kondisi jalan di dua desa itu sama sekali tidak tersentuh pengerjaan proyek pada 2014 itu. Fokus pengerjaan jalan hanya di Hutan Longko, Desa Loha yang terletak di perbatasan Desa Loha dan Desa Compang.

BACA: Habiskan Dana Rp 4 Miliar, Kondisi Jalan Lando-Noa Masih Memprihatikan

Fakta-fakta demikian tentu sudah menceritakan banyak hal soal ketidakberesan proyek itu.

Dan, sekarang, publik menanti langkah maju dari kasus ini. (Ferdinan Ambo/ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini