Kasus Blokir Bandara, Polda NTT dan PPNS Didesak Memproses Bupati Ngada

Bupati Ngada, Marianus Sae
Bupati Ngada, Marianus Sae

Floresa.co – Proses hukum kasus pemblokiran Bandara Turelelo-Soa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Desember 2013 lalu hingga kini belum tuntas.

Memang saat ini, beberapa pelaku lapangan, yakni 23 Satpol PP Ngada sudah divonis 6 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bajawa, di mana kemudian mereka mengajukan banding di Pengadilan Tinggi Kupang.

Namun, kasus ini yang ditangani Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Polda NTT belum mampu menjerat mastermind atau otak di balik kasus ini.

Pada Kamis kemarin (10/9/2015), PPNS kembali memeriksa beberapa saksi untuk mendapat keterangan terkait siapa yang memerintahkan Satpol PP untuk memblokir bandara itu.

Namun, Forum Pemuda NTT Penggerak Keadilan dan Perdamaian (Formadda NTT), Komite Masyarakat Ngada-Jakarta (Kommas Ngada-Jakarta) dan Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mempertanyakan langkah PPNS, karena menurut mereka, otak kasus ini sudah jelas, yakni Bupati Ngada Marianus Sae.

Dalam sejumlah pernyataan kepada media massa, menurut mereka, Marianus Sae sudah mengakui bahwa ia yang memerintahkan pemblokiran itu, meski memang ketika menjadi saksi dalam proses hukum terhadap Satpol PP, ia membantah hal tersebut.

Hali Atagoran, Ketua Divisi Hukum dan HAM Formadda NTT mengatakan, PPNS harus segera memproses Marianus, dengan cara mendapatkan bukti pembanding untuk menganulir keterangan Marianus di pengadilan, berhubung keterangan di bawah sumpah itu berbanding terbalik dengan pernyataan Marianus di berbagai media massa.

“PPNS saatnya menunjukan kepada publik bahwa mereka adalah penegak hukum yang obyektif dalam menyelesaikan sebuah persoalan,” kata Hali, Jumat (11/9/2015).

Di tengah merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap Polda NTT dalam menyelesaikan kasus ini, kata dia, PPNS harus berani membuktikan bahwa apa yang dilakukan oleh Marianus Sae adalah tidak benar.

Hal senada ditegaskan oleh Ketua Kommas Ngada-Jakarta, Roy Watu. Ia mengatakan, kebenaran dan kedaulatan hukum harus ditegakkan dalam kasus ini agar tercipta keadilan publik.

“Dalam hukum tidak boleh ada kompromi, apa lagi Marianus Sae sudah mengakui sendiri secara terang-benderang di hadapan publik bahwa dialah otak di balik pemblokiran bandara, “ tegas Roy.

“Oleh karena itu, Kommas Ngada-Jakarta mendesak PPNS dan Polri untuk menegakkan hukum agar memberi rasa keadilan bagi masyarakat, “ tambahnya.

Sementara itu, Petrus Selestinus dari TPDI mengatakan kecewa dengan PPNS. “Kita patut mempertanyakan bahkan penuh curiga terhadap Penyidik PPNS yang baru pada saat sekarang mencari aktor intelektual dari tindak pidana tersebut,” katanya.

Padahal, demikian Petrus, kalau Polda NTT dan Penyidik PPNS mau bersikap jujur kepada publik, maka seharusnya Marianus Sae sebagai pelaku maupun selaku aktor intelektual seharusnya diproses dan diadili terlebih dahulu atau setidak-tidaknya diproses bersamaan dengan para pelaku lapangan yaitu para Satpol PP.

Ia mengatakan, sudah menjadi pengetahuan umum masyarakat bahwa Marianus Sae berdasarkan pengakuannya secara terbuka berkali-kali ke media bahwa dirinyalah yang memerintahkan Satpol PP memblokir bandara, karena tidak mendapatkan tiket  untuk terbang ke Soa saat itu.

“Kasusnya sendiri sudah terang benderang, mengapa Penyidik PPNS saat ini masih mencari-cari aktor intelektual. Bukankah saat ini yang diduga sebagai aktor intelektual adalah Marianus Sae?” katanya.

Petrus menduga, di balik upaya mencari aktor intelektual ada agenda lain yang tidak bertujuan untuk penegakan hukum, yang, bisa saja bermotif politik terkait Pilkada Ngada Desember mendatang, mengingat Marianus adalah salah satu kandidat.

“Ada apa di balik waktu dua tahun kasusnya mengendap di tangan PPNS, sementara Polda NTT selaku pihak yang mengkoordinasikan penyidikan yang dilakukan oleh PPNS atas diri Marianus Sae dkk juga tidak melakukan langkah-langkah percepatan penyidikan,” katanya.

“Apakah karena kasus ini menyangkut orang penting di Ngada, punya kedudukan, pengaruh politik bahkan punya banyak uang?” tegas Petrus.

Ia mendesak PPNS dan Polda NTT untuk mengklarifikasi mengapa penyidikan atas diri Marianus Sae bisa menjadi macet selama dua tahun bahkan yang bersangkutan masih dapat ikut Pilkada.

“Terlalu besar resiko politik dan hukum yang harus dipikul, bila nanti terjadi saat bersamaan proses Pilkada dan proses pidana atas diri Marianus Sae,” katanya.

Menurutnya, tidak terdapat cukup alasan untuk mengesampingkan tuntutan pidana terhadap Marianus Sae demi Pilkada, pun sebaliknya, tidak terdapat cukup alasan untuk mengesampingkan Pilkada untuk tuntutan pidana terhadap Marianus Sae.

Ia pun meminta Presiden Jokowi, Kapolri Badrodin Haiti dan Menteri Igansius Jonan untuk menaruh perhatian khusus dalam kasus ini.

“Karena publik NTT berharap penegakan hukum dan pertanggungjawaban pidana Marianus Sae dalam kasus ini harus diprioritaskan dari pada keikutsertaan Marianus Sae dalam Pilkada,” katanya. (Arman Suparman/Ari D/ARL/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini