Adrianus Garu Serahkan Program Prioritas NTT ke Pemerintah

Andri Garu menyerahakan program prioritas dari NTT kepada pemerintah dalam rapat di DPD, Senin (7/9/2015)
Andri Garu menyerahakan program prioritas dari NTT kepada pemerintah dalam rapat di DPD, Senin (7/9/2015)

Jakarta, Floresa.co – Adrianus Garu, anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menyerahkan program prioritas dari propinsi NTT kepada Menteri Keuangan dan Kepala Bappenas dalam rapat kerja Komite IV DPD di gedung DPD Jakarta, Senin (7/9).

Program tersebut adalah usulan dan aspirasi dari NTT untuk dijadikan prioritas pembahasan APBN 2016.

“Ada 10 bidang strategis yang diusulkan masyarakat NTT yaitu masalah kebutuhan dasar, prasarana dasar, peningkatan produktivitas, masalah pertanahan, pariwisata, dan keamanan. Kemudian ada bidang politik, adat dan kebudayaan, wilayah perbatasan dan mitigasi bencana. Masing-masing bidang dibagi lagi ke beberapa item atau poin,” kata Adrianus.

Ia mengusulkan beberapa permintaan masyarakat, khususnya pembangunan waduk dan embung serta pengadaan kapal penumpang dan kapal barang di NTT.

Perbaikan dan peningkatan jalan-jalan di NTT, baik jalan negara, jalan propinsi maupun jalan kabupaten juga diusulkan oleh Anggota Komite IV DPD itu.

Ia juga mengajukan usulan pembukaan dan peningkatan bandara di berbagai daerah seperti di Manggarai Timur dan Nagekeo, pemanfaatan dan peningkatan obyek wisata di berbagai daerah yang belum tergarap.

“Pemerintah pusat diharapkan bisa memperhatikan usulan masyarakat NTT, karena APBD sangat terbatas untuk membangun wilayah yang merupakan propinsi kepulauan,” tutur Adrianus.

Pada rapat itu, Adrianus juga mengusulkan kepada pemerintah agar hasil Musyawarah Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) bisa langsung ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU). Pasalnya, Musrenbangnas adalah forum tertinggi untuk perencanaan pembangunan.

“Supaya pembangunan cepat dan sesuai kebutuhan masyarakat, tetapkan saja Musrenbangnas menjadi UU. Tidak perlu lagi pakai UU APBN. Kalau ini dipakai, sistem penyerapan anggaran bisa lebih cepat lagi karena tidak ada waktu lagi untuk pembahasan APBN,” ujarnya.

Dia menegaskan penetapan Musrenbangnas menjadi UU sangat penting karena forum tersebut dilaksanakan mulai dari tingkat desa hingga tingkat nasional. Model itu telah menghasilkan perencanaan pembangunan atau proyek sesuai aspirasi masyarakat, bukan proyek titipan atau usulan proposal seperti seringkali terjadi pada pembahasan APBN.

Dia juga meminta pemerintah pusat untuk mengubah pola penyerapan anggaran. Menurutnya, lambatnya penyerapan anggaran yang terjadi selama ini karena pola yang dipakai kurang tepat. Jeda waktu antara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dengan penyerahan petunjuk pelaksana (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis) atau operasional sangat lama.

“Jangan selalu menyalahkan pemerintah daerah. Yang salah sesungguhnya pemerintah pusat karena pola yang diambil tidak tepat,” ungkap mantan anggota DPRD dari Kabupaten Manggarai ini.

Sebagaimana diketahui, salah satu persoalan serius yang terjadi saat ini adalah lambatnya penyerapan anggaran 2015. Data Kementerian Keuangan menyebutkan penyerapan belanja kementerian/lembaga semester I (enam bulan pertama) hanya Rp 208,5 trilun atau 26,2 persen dari pagu APBN Rp 795,5 trilun.

Sementara data Kementerian Dalam Negeri menyebutkan realisasi belanja APBD provinsi per 30 Juli rata-rata 25,9 persen dan realisasi belanja APBD kabupaten/kota rata-rata 24,6 persen.

Adrianus menjelaskan, setiap 2 Januari, pemerintah pusat menyerahkan DIPA ke pemerintah daerah. Baru pada Juni dikirim juklak dan Juli dikirim juknis-nya. Setelah itu, sepanjang Agustus dilakukan asistensi. Bulan September dilakukan perencanaan. Baru Oktober mulai proyek atau pembangunan. Bahkan ada yang masuk November baru mulai pembangunan. Padahal tutup buku anggaran adalah Desember.

“Kalau seperti ini terus polanya, proyek-proyek di daerah pasti selalu gagal karena waktu pengerjaannya singkat. Yang parahnya, ada kebut-kebutan proyek karena harus menghabiskan anggaran yang ada. Jadi memang anggaran itu baru mulai terserap Oktober ke atas. Tidak salah kalau terjadi seperti sekarang ini yaitu lambatnya penyerapan anggaran pada semester I,”tutur anggota Komite IV DPD ini.

Dia mengusulkan, pola seperti itu harus diubah. Caranya, pada saat penyerahan DIPA, sudah harus sekaligus penyerahan Juklak dan Juknis. Setelah penyerahan ketiga hal tersebut, langsung dilakukan asistensi. Sehingga Februari hingga Maret sudah mulai perencanaan, termasuk proses lelang. Dengan demikian April sudah mulai proyek.

“Jika pola yang ada bisa diubah seperti ini, saya yakin tidak akan terjadi lagi enam bulan pertama tidak ada penyerapan anggaran,”ujar Adrianus yang masih aktif sebagai kader Partai Demokrat.

Menanggapi usulan Adrianus, Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo mengatakan bahwa juklak dan juknis untuk penyerapan anggaran akan diberlakukan selama tiga tahun. Artinya, tidak ada lagi perubahan juklak dan juknis tiap tahun. Konsekuensi dari kebijakan ini adalah setelah penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Angaran (DIPA), tidak ada lagi proses menunggu juklak dan juknis untuk mengeksekusi anggaran. Setelah  penyerahan DIPA, pemerintah daerah langsung menggunakan dana yang ada (Wira H/HWL/Floresa).

spot_img
spot_img

Artikel Terkini