Investasi di NTT Meningkat, Tapi Tak Sepenuhnya Dinikmati Pelaku Ekonomi Lokal

Presiden Joko Widodo meninjau proyek pembanguan bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang. Investasi pemerintah pusat di NTT terus menggeliat. (Foto: Metritvnews.com)
Presiden Joko Widodo meninjau proyek pembanguan bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang. Investasi pemerintah pusat di NTT terus menggeliat. (Foto: Metrotvnews.com)

Floresa.co –Bank Indonesia mencatat, kinerja investasi di NTT pada tahun 2015 ini mengalami pertumbuhan tertinggi dalam tiga tahun terakhir.

Pertumbuhan ini terutama dipicu oleh tingginya investasi pemerintah. Beberapa proyek besar yang berasal dari APBN yang sedang dikerjakan di NTT antara lain pembangunan dan pemeliharaan jalan serta pendukungnya dengan total anggaran lebih dari Rp 1,7 triliun.

Selain itu juga terdapat pembangunan sumber daya air dengan total anggaran mencapai lebih dari Rp 650 miliar, pengembangan 13 bandara di NTT dengan total anggaran lebih dari Rp 500 miliar, dan pengembangan 9 pelabuhan/dermaga dengan total anggaran mencapai Rp 380 miliar.

Di bidang pendidikan, pemerintah pusat merencanakan untuk melakukan pembangunan fisik gedung untuk Politeknik Negeri Kupang, Politeknik Pertanian Negeri Kupang dan Universitas Nusa Cendana dengan total anggaran mencapai Rp 273 miliar.

BACA Juga :Ini Permasalahan Ekonomi NTT versi Bank Indonesia

Di bidang kesehatan, pemerintah pusat berencana membangun gedung serta menyediakan alat kesehatan dan kendaraan dengan nilai mencapai Rp 149 miliar.

Selain itu, pemerintah kabupaten/kota dan provinsi juga memiliki anggaran belanja modal yang mencapai Rp 4,2 triliun, sehingga total belanja modal pemerintah tahun 2015 mencapai Rp 9,18 trilun.

Selain investasi pemerintah, Bank Indonesia juga mencatat adanya kegiatan investasi yang dilakuan sektor swasta.

Beberapa proyek swasta yang sudah dilakukan diantaranya pembangunan beberapa hotel berbintang dan pusat perbelanjaan di NTT.

Selain itu juga ada beberapa investasi non pariwisata seperti pembangunan kelistrikan oleh PT PLN (Persero) yang cukup besar, pembangunan Base Transceiver Station (BTS) terutama untuk daerah strategis, maupun pengembangan ubi kayu di Rote Ndao.

Bank Indonesia juga menyoroti investasi garam di NTT yang hingga saat ini masih berjalan lambat karena belum selesainya masalah pembebasan lahan.

Selain itu, BI juga menyentil soal bisnis penyewaan lahan di sejumlah tempat, misalnya di Taman Nasional Komodo (TNK).

“Sekiranya dapat ditanggapi positif (penyewaan laha di TNK), sebagai peluang untuk menggerakkan wisata di pintu masuk pariwisata NTT,”tulis Bank Indonesia dalam sebuah laporan yang dirilis baru-baru ini.

“Hal yang perlu diatur lebih jauh adalah masalah biaya sewa serta perlu dibentuk peraturan daerah terkait tugas dan fungsi investor untuk turut serta menjalankan kebijakan konservasi alam di wilayah aktivitasnya,”sambungnya.

Di tengah marahknya aktivitas investasi di NTT, baik dari belanja modal pemerintah maupun ekspansi bisnis swasta, Bank Indonesia melihat ironi.

“Namun demikian, tingginya investasi tersebut tidak sepenuhnya dapat dinikmati oleh pelaku ekonomi lokal,”tulis Bank Indonesia dalam laporannya.

Hal tersebut, menurut Bank Indonesia terlihat dari meningkatnya impor antar daerah seiring dengan peningkatan investasi tersebut.

Bank Indonesia mencatat, total net impor antar daerah pada triwulan II 2015 mencapai Rp 9 triliun.

Tingginya net impor ini terlihat dari aktivitas peti kemas bongkar maupun bongkar muat curah yang menunjukkan defisit masuk NTT yang cukup besar.

Hal ini, tulis Bank Indonesia, menunjukkan besarnya kebutuhan NTT yang masih harus dipenuhi dari luar daerah.

“Maka manfaat atas tingginya pertumbuhan investasi tidak dapat sepenuhnya dirasakan karena pemenuhan kebutuhan investasi yang sebagian besar berasal dari luar NTT,”tulis Bank Indonesia. (Petrus D/PTD/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini