Kemerdekaan di Mata Petambak Garam

Aktifis Bara JP dan Walhi NTT merayakan 17 Agustus bersama petani garam
Aktifis Bara JP  NTT dan Walhi NTT merayakan 17 Agustus bersama petambak garam

Floresa.co – Hari ini Indonesia merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-70. Pada 17 Agustus 1945, bangsa ini memproklamasikan diri sebagai bangsa berdaulat, bebas dari penjajahan bangsa lain.

Setelah 70 tahun merdeka, sudah bangsa ini berdaulat?

Bagi Melkianus Adoe, seorang petambak garam di Kelurahan Merdeka, Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang, kemerdekaan yang sesungguhnya adalah ketika ia bisa hidup sejahtera dari pekerjaannya, ketika harga garam yang dia jual mampu menutupi biaya produksinya dan memberikan keuntungan bagi hidupnya.

“Saya sudah lima tahun bekerja tambak garam ini. Walaupun harganya kadang baik, kadang tidak. Tapi mau bagaimana lagi demi hidup, saya harus menerimanya” ujar bapak empat anak ini Minggu (16/8/2015).

Melkianus mengatakan, di usia republik yang sudah 70 tahun ini, ia hanya berharap agar pemerintah sungguh memperhatikan rakyatnya.

Aktivis Barisan Relawan Jalan Perubahan (Bara JP) NTT, Hildebertus Selly kemerdekaan mengatakan sesunggunya adalah ketika Indonesia dan khususnya NTT menjadi berdaulat di bidang ekonomi, khusunya pangan.

Ia mengatakan kekayaan alam yang dimiliki bangsa ini masih banyak dirampas untuk kebutuhan bangsa lain, sementara rakyat di negeri ini masih banyak yang hiudp dalam kemiskinan.

“Sumber daya alam (SDA) di Indonesia melimpah, tapi sekarang masih banyak kemiskinan, karena SDM kita sangat kurang. Banyak orang-orang yang pintar dalam segala hal, seperti latarbelakang pendidikan yang bagus, tapi rata-rata kebanyakan bekerja dan tinggal di negara lain, karena dia tidak mendapatkan apa yang ada di sini,” ujar Bertus saat ditemui media ini di tambak garam.

Hal senada disampaikan aktifis Wahana Lingkungan Hidup Indoensia (WALHI) NTT, Yustinus Darma. Menurutnya, sudah 70 tahun bangsa kita merdeka, tapi rakyat Indonesia belum berdaulat secara ekonomi karena masih membanjirnya produk-produk import yang bertebaran di pasar dalam negeri ini.

“Sudah seharusnya kita berdaulat atas pangan, namun kenyataannya hari ini garam masih impor. Padahal kita punya garis pantai terpanjang di dunia dan lautan kita luas. Rencana hanya sebatas wacana upaya investasi garam di NTT untuk memenuhi kebutuhan garam nasional” ujar Yustinus.

Ia mengharapkan pemerintah membangun kemitraan dengan petambak garam dalam pengelolaan industri garam sehingga tidak perlu mengandalkan garam import lagi.

“Dalam hal investasi garam di NTT pemerintah perlu bermitra dengan petambak garam tradisional dan lokal” harapnya. (Petrus D/PTD/Floresa)

spot_img

Artikel Terkini