Komunitas Bolo Lobo: Berbicara Melalui Seni

11168522_10204511920211058_4270075435946313495_nFloresa.co-Di mata anggota Komunitas Bolo Lobo, Pantai Pede yang terletak di Labuan Bajo, ibu kota Manggarai Barat adalah sebuah karya seni besar.

Tak heran, menjelang Festival Pede, hiruk-pikuk menata panggung besar, stand, dan dekorasi di pantai Pede betul-betul menguras tenaga dan waktu. Namun, mereka sangat menikmatinya.

“Kami menyukai kegiatan ini dan kami ingin mengajak semakin banyak anak muda untuk menyukai seni” kata Rinho Valentino, salah seorang anggota sekaligus pengagas komunitas Bolo Lobo.

Kritik Sosial Melalui Seni

Kehadiran komunitas Bolo Lobo tidak asing lagi di telinga masyarakat Labuan Bajo, Manggarai Barat. Komunitas Bolo Lobo sudah terlibat dalam berbagai karya seni seperti mural, pentas musik, dan kegiatan sosial seperti membersihkan sampah di tempat-tempat umum.

Tahun 2014 adalah awal mulai lahirnya kelompok seni ini. Penanda lahirnya pada tahun itu adalah kegiatan mural WC umum di Kampung Ujung, Labuan Bajo. Pada awalnya,  ada lima belas orang dari berbagai kalangan pekerjaan dan usia namun sama-sama menyukai seni entah musik, sastra, maupun lukis. Dan rata-rata masih berusia sekitar belasan hingga usia tiga puluhan tahun. Kini semakin banyak orang yang bergabung dengan Komunitas Bolo Lobo.

Dari nama Bolo Lobo sebagian sudah menceritakan gambaran dari kelompok ini. Bolo Lobo berarti terdepan sekaligus teratas. Rinho menjelaskan, “inilah adalah titik tumbuh.”

Sebab pendirian itu berangkat dari keprihatian bersama di kalangan seniman terhadap isu-isu sosial dan lingkungan hidup. Misalnya saja, kelompok ini sangat prihatin terhadap masifnya proses pencaplokkan sumber daya ekonomi dan ekologi atas nama konservasi dan parawisata di Labuan Bajo.

“Parawisata sejauh ini lebih banyak mendatangkan mudarat daripada kesejahteraan masyarakat lokal. Kami ingin, kita menyadarinya secara bersama.” jelas Rinho.

Terhadap isu-isu sosial tersebut, komunitas Bolo Lobo lebih memilih cara-cara seni menyampaikan opini dan keluhan mereka. Misalnya, melalui gambar dan karikatur-karikatur, diselipkan kata-kata yang mengunggah, seperti “Kita Butuh Ruang, Bukan Uang”.

“Kita memperjuangkan hal-hal yang bersifat politis. Yang menjadi urusan kita bersama.” kata Icha Tulis, salah satu anggota komunitas ini.

Melampaui Seni

Uniknya, mampu bertahan hingga tiga tahun, komunitas Bolo Lobo tidak memiliki struktur keorganisasian yang sistematis. Tidak ada ketua organisasi. Tidak ada jadwal pertemuan yang teratur.

“Kita dekat satu sama lain. Sebetulnya relasi sudah melampaui sekadar kesamaan minat dan idealisme. Kita seperti keluarga satu sama lain” imbuh Richard Torar, salah satu anggota Komunitas Bolo Lobo yang aktif dalam band BoloLobo Coustik.

Hanya karena demikian, di luar aktivitas seni, anggota komunitas Bolo Lobo saling menyuplai informasi satu sama lain, seperti mencari informasi lowongan kerja, membentuk jaringan dengan komunitas seni lain atau kelompok-kelompok lain di Labuan Bajo.

Kini, dinamika Komunitas Bolo Lobo itu sudah mendapat perhatian kelompok-kelompok belajar dari daerah lain bahkan luar negeri.

Beberapa bulan lalu, pemuda dari Bandung, Jawa Barat ingin bertukar pikiran dengan komunitas Bolo Lobo. Mereka mau membandingkan, bagaimana Komunitas Bolo Lobo melakukan gerakan sosial melalui Karya Seni.

Sekarang ini, ada mahasiswa luar negeri berminat mempelajari Komunitas Bolo Lobo. Mereka melalukan riset atas lagu-lagu transformatif yang diciptakan oleh Band Bolo Lobo.

Terkait kegiatan Festival Pede, Komunitas Bolo Lobo bersama komunitas seni lain di Labuan Bajo menggelar acara seni bersama dalam rangka merayakan Kemerdekaan Indonesia ke-70. Acara yang dimulai 15 Agustus kemarin, akan berpuncak pada Senin, 17 Agustus.

“Melalui event ini, kami ingin menyampaikan bahwa Labuan Bajo adalah kota seni. Kita kembalikan cita rasa tersebut. Kita sayangkan, selama ini kota indah dan seni ini hanya menjadi lahapan bagi penguasa dan investor yang rakus.” kata Richard. (Gregorius/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Apakah Paus Fransiskus akan Kunjungi Indonesia dan Rayakan Misa di Flores?

Kendati mengakui bahwa ada rencana kunjungan paus ke Indonesia, otoritas Gereja Katolik menyebut sejumlah informasi yang kini menyebar luas tentang kunjungan itu tidak benar

Buruh Bangunan di Manggarai Kaget Tabungan Belasan Juta Raib, Diklaim BRI Cabang Ruteng Dipotong Sejuta Per Bulan untuk Asuransi

Nasabah tersebut mengaku tak menggunakan satu pun produk asuransi, sementara BRI Cabang Ruteng terus-terusan jawab “sedang diurus pusat”

Masyarakat Adat di Nagekeo Laporkan Akun Facebook yang Dinilai Hina Mereka karena Tuntut Ganti Rugi Lahan Pembangunan Waduk Lambo

Akun Facebook Beccy Azi diduga milik seorang ASN yang bekerja di lingkup Pemda Nagekeo

Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek