Soal Darah Biru dan Anak Kampung, Ini Komentar Hery Nabit

Paket Master resmi mendukung Calon Bupati Herybertus Geradus Laju Nabit yang berpasangan dengan Calon Wakil Bupati Adolfus Gabur.
Herybertus Geradus Laju Nabit (Foto : Walberto Wisang)

Ruteng, Floresa.co – Pernyataan Bupati Manggarai Christian Rotok pada Selasa 4 Agustus yang menyebutkan soal anak kampung dan darah biru telah menjadi topik diskusi baik di masyarakat maupun di media sosial.

Pernyataan tersebut muncul dalam konteks pertarungan merebut kursi Manggarai I pada 9 Desember mendatang.

Christian Rotok memposisikan dirinya dan Deno Kamelus, wakilnya yang kini maju sebagai calon bupati, sebagai anak kampung, bukan keturunan ningkrat.

Meski tidak secara eksplisit menyebutkan siapa kandidat yang menjadi representasi golongan ningrat dalam pilkada Managgara tahun ini, namun publik bisa menebak siapa yang disasar Rotok.

Herybertus Geradus Laju Nabit, kompetitor utama Deno Kamelus pun memeberi tanggapan setelah dimintai Floresa.co.

Nabit yang merupakan cucu dari Matias Mboi, adik raja Bagung – raja pertama Manggarai bentukan Belanda – mengaku sebenarnya ia menahan diri untuk tidak merespon soal anak kampung dan darah biru tersebut.

Ia mengaku, tak mau dirinya dibenturkan dengan Rotok. “Saya bukan siapa-siapa dibanding beliau (Rotok). Saya hanya seorang anak Manggarai yang berusaha membaktikan diri untuk tanah Manggarai lewat jalur politik,” ujar calon bupati yang berpasangan dengan Adolfus Gabur itu kepada Floresa.co, Kamis (13/8/2015).

“Karena Manggarai yang sudah menghidupkan dan membesarkan saya dan seluruh keluarga. Beliau (Rotok) itu tokoh hebat untuk kita orang Manggarai, jadi jangan dibenturkan dengan kami yang bukan siapa-siapa,” tambah Nabit.

Ia meminta agar polemik dan isu ini tidak dibesar-besarkan dalam konteks perebutan kepala daerah di kabupaten Manggarai.

Kata dia, paket Hery-Adolf memandang bahwa pertarungan pilkada 2015 seharusnya diarahkan pada pertukaran gagasan tentang apa saja masalah pokok dan bagaimana Manggarai dibangun pada masa mendatang.

“Jadi tidak dibawa lagi ke masa lalu,” katanya.

Nabit menambahkan, pilkada bukan merupakan pertarungan antar-pribadi termasuk dirinya dan Deno Kamelus, calon bupati yang berpasangan dengan Victor Madur.

“Kalaupun ada pendapat kritis dari pihak kami tentang pembangunan di Manggarai, tidak ada niat untuk menyerang pribadi pemimpin, asal usul atau keturunan, agama, dan lain-lain,”ujarnya.

“Tadi malam, mama saya yang seorang bidan pensiunan masih memberkati dahi saya dengan tanda salib sambil berkata: “neka cau tombo koe” (Jangan pegang omongan kecil).

Kata-kata sang bunda itu, lanjutnya, yang akan dibawa terus ke depan dalam perjalanan hidupnya termasuk karir politik.

Menurutnya, idealnya, dalam pertarungan pilkada kali ini yang diutamakan adalah bicara tentang gagasan dan membuka diri terhadap semua masukan serta kritikan, menghindari diri dari pembicaraan tentang isu primordial, agama, dan isu-isu sempit lainnya.

Dikabarkan sebelumnya, Bupati Manggarai Christian Rotok pada Selasa 4 Agustus lalu melontarkan pernyataan soal anak kampung dan turunan raja. Wacana yang kemudian memantik respons di media sosial.

Bupati Manggarai 10 tahun ini mengungkapkan hal itu disela-sela kunjungannya bersama Wakil Bupati Deno Kamelus serta sejumlah pejabat di Kampung Teras, Kecamatan Rahong Utara.

Mereka diundang Pastor Paroki Beokina, Romo John Samur, Pr untuk hadir dalam acara peletakan batu pertama pembangunan Kapela Teras.

Pada saat itu, Chris sekaligus menyampaikan permohonanan maafnya kepada seluruh rakyat Manggarai apabila selama 10 tahun memimpin telah salah menerjemahkan kehendak masyarakat.

Chris juga mengungkapkan asal-usul dirinya dan juga wakilnya Deno Kamelus yang adalah anak kampung.

“Bapak saya pegawai golongan satu. Rejeki sekali, kemudian saya jadi pegawai. Pak Kamelus juga begitu bukan dari turunan raja. Kami tentu bukan orang yang luar biasa bagi orang Manggarai,” tandas Chris sebagaimana dilansir Pos Kupang.

“Saya mohon maaf yang sebesarnya kepada seluruh rakyat. Karena Manggarai bukan dipimpin oleh dua orang keturunan raja,” tegasnya lagi.

Ketika ditanya Floresa.co pada Selasa (11/8) lalu soal alasan melontarkan pernyataan anak kampung dan turunan raja, Rotok mengatakan hanya memberi respons atas wacana yang berkembang.

Ata wale tombo de lawa soo ee. Ai paka pimpin lata manga turunan ningrat, bangsawan,”ujarnya dalam bahasa Manggarai yang artinya hanya merespons pembicaraan orang yang menyebutkan bahwa Manggarai mesti dipimpin oleh orang keturunan raja.

Ia mengatakan, dia hanya menanggapi wacana yang digulirkan oleh orang lain sebelumnya. ” (konteksnya) hitu koe ta (itu saja). Pemimpin berikut mesti turunan ningrat,”ujarnya ketika ditanya lebih jauh soal konteks pernytaannya di Rahong Utara itu.

Saat ditanya lebih jauh lagi, siapa orang yang menghembuskan wacana Manggarai harus dipimpin oleh orang keturuan raja, Chris, dalam bahasa Manggarai menjawab, “Toe wetik wekin ta, agu (toe) tanda rangan (tidak jelas orangnya siapa),”ujarnya. (Ardy Abba/Petrus D/PDT/Floresa).

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini