Inilah tawaran solusi pemanfaatan Pantai Pede oleh warga Mabar.
Inilah tawaran solusi pemanfaatan Pantai Pede oleh warga Mabar.

 

Floresa.co-Sudah hampir seminggu, tiap malam di rumah yang terletak di Gang Pengadilan, Labuan Bajo selalu ramai. Meski malam semakin larut, aktivitas di rumah tersebut seakan tak pernah berhenti.

Beberapa pemuda, misalnya tampak sibuk mempersiapkan pentas musik. Sambil bermain gitar, beberapa orang menyanyi.  Tak urung, kegaduhan karena diskusi mewarnai latihan tersebut.

Di sudut lain, beberapa orang sibuk berurusan dengan laptop dan kertas. Ada yang menggambar. Ada yang mengetik.

Di sekitar mereka, kertas dan buku-buku tergeletak berseliweran di atas lantai. Dari kertas-kertas itu, desain “Festival Pede” tampil bermacam ragam.

Demikianlah gambaran kesibukan komunitas Bolo Lobo, komunitas Lontart Galeri, Komunitas Mata Rantai, Kopi Sastra dan Band Gos menjelang Festival Pede.

Dari sekitar 30-an pemuda tersebut, dua di antaranya adalah orang asing, Roger Langenegger dan Anja Vogel. Keduanya adalah mahasiswa dari Swiss.

Semarak Festival Pede

Edward Angimoy, anggota komunitas Kopi Sastra mengatakan, persiapan dalam rangka acara tersebut sudah hampir rampung.

Persiapan seluruhnya sudah delapan puluh persen” katanya.

Sebagaimana direncanakan, festival tersebut dijadwalkan akan berlangsung selama tiga hari selama 15-17 Agustus 2015. Adapun kegiatan diselenggarakan antara lain pentas seni (art performing), workshop, instlasi, pentas musik, video, dan fotografi.

Pada hari pertama rencananya diadakan pameran lukisan, pemutaran film dokumenter dan pentas seni. Selanjutnya, pada hari kedua, ada lomba-lomba kreatif, pertunjukkan musik,  permainan tradisional, workshop fotografi, dan pameran fotografi.

Sedangkan di acara puncak, yakni pada tanggal 17 Agustus diadakan workshop melukis bersama 70 anak dan pentas seni di sore hari. Dalam acara akbar tersebut akan dipertujukan pentas musik, teater, tarian, dan musik.

“Sejauh ini semua materi kegiatan kita sudah persiapakan. Tinggal kita bangunkan panggung dan stand-stand di pantai Pede” kata Edward.

Merayakan Natas Bate Labar

Kegiatan Festival Pede atas inisiatif komunitas pemuda di Labuan Bajo tersebut berlangsung di tengah polemik atas pengelolahan satu-satunya ruang publik tersisa di Labuan bajo tersebut.

Selama ini, privatisasi pantai Pede sudah diserahkan kepada PT. Sarana Investama Manggabar, oleh pemerintahan provinsi. Namun penolakkan dari elemen masyarakat sipil kuat.

Lalu apakah kegiatan Festival Pede masih senada dengan usaha penolakkan itu?

Icha Tulis, anggota komunitas Bolo Lobo mengatakan, ada alasan yang melampaui sekadar membela Pede.

“Pede ini ruang rakyat. Bukan lagi mempertahankan, tetapi kami memanfaatkannya. Ini natas bate labar” katanya. (gregorius/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga Artikel Lainnya

Bicara Tuntutan Nakes Non-ASN, Bupati Manggarai Singgung Soal Elektabilitas, Klaim Tidak Akan Teken Perpanjangan Kontrak

Herybertus G.L. Nabit bilang “saya lagi mau menaikkan elektabilitas dengan ‘ribut-ribut.’”

Apakah Paus Fransiskus akan Kunjungi Indonesia dan Rayakan Misa di Flores?

Kendati mengakui bahwa ada rencana kunjungan paus ke Indonesia, otoritas Gereja Katolik menyebut sejumlah informasi yang kini menyebar luas tentang kunjungan itu tidak benar

Buruh Bangunan di Manggarai Kaget Tabungan Belasan Juta Raib, Diklaim BRI Cabang Ruteng Dipotong Sejuta Per Bulan untuk Asuransi

Nasabah tersebut mengaku tak menggunakan satu pun produk asuransi, sementara BRI Cabang Ruteng terus-terusan jawab “sedang diurus pusat”

Masyarakat Adat di Nagekeo Laporkan Akun Facebook yang Dinilai Hina Mereka karena Tuntut Ganti Rugi Lahan Pembangunan Waduk Lambo

Akun Facebook Beccy Azi diduga milik seorang ASN yang bekerja di lingkup Pemda Nagekeo

Pelajar SMAS St. Klaus Kuwu Gelar Diskusi terkait Pengaruh Globalisasi terhadap Budaya Manggarai

Para pemateri menyoroti fenomena globalisasi yang kian mengancam eksistensi budaya lokal Manggarai dalam pelbagai aspek