Mengapa Chris Rotok Melontarkan Pernyataan Soal Darah Biru?

Christian Rotok, bupati Manggarai 2005-2015
Christian Rotok, bupati Manggarai 2005-2015

Ruteng, Floresa.co – Bupati Manggarai Christian Rotok pada Selasa 4 Agustus lalu melontarkan pernyataan soal “anak kampung” dan “darah biru”. Wacana yang kemudian memantik respons di media sosial.

Bupati Manggarai 10 tahun ini mengungkapkan hal itu disela-sela kunjungannya bersama Wakil Bupati Deno Kamelus serta sejumlah pejabat di Kampung Teras, Kecamatan Rahong Utara.

Mereka diundang Pastor Paroki Beokina, Romo John Samur, Pr untuk hadir dalam acara peletakan batu pembangunan Kapela Teras.

Pada saat itu, Chris sekaligus menyampaikan permohonanan maafnya kepada seluruh rakyat Manggarai apabila selama 10 tahun memimpin telah salah menerjemahkan kehendak masyarakat.

Chris juga mengungkapkan asal-usul dirinya dan juga wakilnya Deno Kamelus yang adalah anak kampung.

“Bapak saya pegawai golongan satu. Rejeki sekali, kemudian saya jadi pegawai. Pak Kamelus juga begitu bukan dari turunan raja. Kami tentu bukan orang yang luar biasa bagi orang Manggarai,” tandas Chris sebagaimana dilansir Pos Kupang.

“Saya mohon maaf yang sebesarnya kepada seluruh rakyat. Karena Manggarai bukan dipimpin oleh dua orang keturunan raja,” tegasnya lagi.

Dalam berbagai diskusi di media sosial, banyak orang bertanya-tanya, mengapa orang sekelas Christian Rotok membuat dikotomi “anak kampung” dan “keturuna raja” (darah biru)?

Tak sedikit yang mencercahnya. Namun, ada juga yang mencoba memahaminya dalam konteks persaingan antara calon dalam pemilihan kepala daerah Mangarai 9 Desember nanti.

Ditanya Floresa.co, Selasa (11/8) terkait alasannya mengungkapkan dikotomi model kehidupan masyarkat Manggarai masa lalu itu, Chris menjawabnya dalam bahasa Manggarai.

Ata wale tombo de lawa soo ee. Ai paka pimpin lata manga turunan ningrat, bangsawan,”ujarnya dalam bahasa Manggarai yang artinya hanya merespons pembicaraan orang yang menyebutkan bahwa Manggarai mesti dipimpin oleh orang keturunan raja.

Ia mengatakan, dia hanya menanggapi wacana yang digulirkan oleh orang lain sebelumnya. ” (konteksnya) hitu koe ta (itu saja). Pemimpin berikut mesti turunan ningrat,”ujarnya ketika ditanya lebih jauh soal konteks pernytaannya di Rahong Utara itu.

Saat ditanya lebih jauh lagi, siapa orang yang menghembuskan wacana Manggarai harus dipimpin oleh orang keturuan raja, Chris, dalam bahasa Manggarai menjawab, “Toe wetik wekin ta, agu (toe) tanda rangan (tidak jelas orangnya siapa),”ujarnya. (Petrus D/PTD/Floresa).

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.