Di Desa Bangka Kantar, KESA Awali Tur Akademik

Anggota KESA yang ikut dalam tur akademik ke Desa Bangka Kantar. (Foto: Arischy Hadur/KESA)
Anggota KESA yang ikut dalam tur akademik ke Desa Bangka Kantar. (Foto: Arischy Hadur/KESA)

Floresa.co – Sejumlah mahasiswa asal Manggarai Raya yang kuliah di Yogyakarta mengisi waktu liburan panjang tahun ini dengan kegiatan akademik.

Mereka yang bergabung dalam Kelompok Studi Tentang Desa (KESA) mengambil program mengunjungi desa-desa, untuk mengenal problem riil yang dialami pengurus desa dan masyarakat dalam mengelola desa, serta menyambut kebijakan pemerintah pusat terkait dana desa.

Kegiatan ini, yang mereka sebut “Tur Akademik”  dimulai di Desa Bangka Kantar, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur pada Rabu kemarin (8/7/2015).

Desa itu dengan jumlah penduduk 1.973 jiwa dari 404 Kepala Keluarga (KK) mencakup dua dusun, yaitu Dusun Lodos dan Dusun Longko.

Fokus utama kegiatan pada Rabu adalah melakukan assessment atau menggali informasi awal sebagai bahan untuk dipresentasikan pada kegiatan puncak di desa itu pada Sabtu mendatang (11/07/2015).

Kegiatan itu awalnya diagendakan dimulai pada pukul 08.00 Wita. Namun, medan jalan yang rusak menuju desa itu, membuat delapan anggota KESA terlambat dan baru memulai kegiatan pada pukul 09.14 Wita.

Anggota KESA dalam perjalanan menuju Desa Bangka Kantar. (Foto: Arischy Hadur/KESA)
Anggota KESA dalam perjalanan menuju Desa Bangka Kantar. (Foto: Arischy Hadur/KESA)

Dalam kesempatan ini, KESA menyempatkan diri untuk mendatangi empat titik penting yang dianggap menjadi sentral informasi, yakni Kepala Desa Yosef Marus, Kelompok Wanita Tani (KWT), Kelompok Tani Reje Lele, dan ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Metode assessment yang digunakan adalah tekhnik wawancara kolektif dengan melibatkan semua anggota KESA.

Sejumlah Problem

Dari hasil assessment itu, KESA menemukan sejumlah problem sekaligus kejanggalan dalam sistem dan dinamika pemerintahan Desa Bangka Kantar.

Dalam sistem dinamika kelompok masyarakat, seperti kelompok tani, hampir tidak bersinggungan dengan program yang digagas pemerintahan desa.

Pembentukan kelompok masyarakat di desa merupakan inisiatif masyarakat dan keberadaannya hanya dalam bentuk pengakuan berita acara pembentukkan.

Dampaknya, segala bentuk program pemberdayaan ataupun kegiatan yang menunjang pengembangan desa tidak mendapat perhatian ataupun bantuan pemerintahan desa.

“Kami tidak dapat dana dari desa, ase. Dana kegiatan hanya berasal dari proposal yang kami ajukan. Untung-untungan juga, kalau dapat ya bagus, kalau tidak, terpaksa kami mandiri,” kata salah seorang petugas PPL di desa itu.

Sinergitas kerja yang minim antara pemerintah desa dan kelompok masyarakat menjadi salah satu kendala pengembangan desa.

Salah satu bukti sinergitas yang rendah  adalah belum terpenuhinya kebutuhan mendasar bagi keberlangsungan usaha kelompok tani, yakni ketersediaan pengairan untuk irigasi.

Ketua kelompok Tani Reje Lele mengakui bahwa pengadaan bak penampung air sudah pernah diusulkan, tetapi menemui kendala pada proses realisasinya.

“Kami sdah sempat mengusulkan untuk bangun bak penampung di 4 titik strategis nana, hanya masalahnya realisasinya tuh susah.”

Mental Pragmatis

Dalam hal kesadaran masyarakat, Desa Bangka Kantar masih memiliki kelompok masyarakat dengan mentalitas pragmatis.

Masyarakat masih enggan untk tergabung dalam UsB (Usaha Bersama) untuk mewujudkan perekonomian mandiri.

Ada fenomena dimana  masyarakat mau terlibat dalam sebuah kelompok setelah melihat hasil nyata dari kelompok itu.

Hal serupa juga dikeluhkan oleh ibu-ibu KWT.

Dewi Syukur, salah satu anggota KESA sedang mewawancarai Ketua KWT Paulina Daun. (Foto: Arischy Hadur/KESA)
Dewi Syukur, salah satu anggota KESA sedang mewawancarai Ketua KWT Paulina Daun. (Foto: Arischy Hadur/KESA)

Menurut Ketua KWT Paulina Daun, semua program pengembangan yang dicanangkan dalam ruang lingkup KWT mendapat apresiasi yang minim dari anggotanya.

Alhasil, program yang dijalankan hanya sebatas usaha simpan pinjam, sedangkan penanaman dan pengembangan bibit unggul mandeg di tengah jalan.

Evaluasi BPD

Dalam urusan kepemerintahan, KESA menyempatkan diri untuk bertemu dengan Ketua BPD Desa Bangka Kantar, Damianus Jony.

Ia memaparkan latar belakang desa serta permasalahan kepemerintahan yang dialaminya.

Proses pemisahan desa ini yang merupakan pemekaran dari desa Golo Kantar pada tahun 2011, tidak disertai dengan pembagian aset desa.

Diskusi di rumah Ketua BPD, Damianus Jony (Foto: Arischy Hadur/KESA)
Diskusi di rumah Ketua BPD, Damianus Jony (Foto: Arischy Hadur/KESA)

“Kami mulai dari nol. Makanya untuk sekarang, kami hanya fokus di pembenahan administrasi dulu. “

Ia juga merasakan adanya tumpang tindih kewenangan antara Rukun Warga (RW) dan BPD.

“Mungkin sistem RW itu cocok di Jawa saja, di sini tidak bisa”, kata pria yang akrab disapa Jhon itu.

Ketika ditanyai tentang UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, Damianus mengakui, belum paham betul dengan undang- undang tersebut.

Sosialisasi dan bimbingan teknis terkait undang- undang baru tersebut, kata dia, masih minim.

Di lain pihak, ia menginginkan agar realisasi dana yang disebutkan dalam UU tersebut segera dicairkan.

Ia mengakui, pengalamannya sebagai BPD, masih kesulitan untuk mendapat dana operasional.

Dalam agendanya, KESA juga ingin menyempatkan diri untuk bertemu tu’a golo setempat. Namun rencana ini tidak dapat terwujud karena ia sedang tidak berada di desa.

Hari ini, KESA masih melanjutkan assessment  di Desa Bangka Kantar untuk bertemu perangkat desa.

Selain itu, KESA juga mengagendakan pertemuan dengan Dinas Badan Pemberdayaan Desa (BPMD) Kabupaten Matim untuk mendapatkan klarifikasi terkait keluhan warga desa terhadap pemerintah daerah. (Laporan lapangan Arischy Hadur, Ketua KESA/ARL/Floresa)

 

spot_img

Artikel Terkini