Staf Dinas PU Manggarai Ungkap Alasan Angkat Masalah Ruko Wijaya Mandiri Lewat Facebook

Floresa.co – Salah satu staf di Dinas Pekerjaan Umum (PU ) Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) sebentar lagi harus berhadapan dengan penegak hukum, setelah dirinya dilapor ke Polres Manggarai oleh Dwi Jaya, bos CV Wijaya Mandiri dengan tudingan melakukan penghinaan lewat media sosial Facebook.

Baca: Gara-gara Status Facebook, Staf Dinas PU Manggarai Dilapor ke Polisi

Jefry Teping, nama staf yang menjabat sebagai Kepala Seksi Bangunan Permukiman itu dilapor pada Selasa (2/6/2015) lalu oleh tiga pengacara Dwi Jaya, setelah ia mengungkap sejumlah kejanggalan dalam pembangunan ruko milik Wijaya Mandiri.

Langkah Jefry yang berani itu menghadapi konsekuensi serius. Ia kini terancam dijerat pasal 27 ayat 3 dan pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dengan ancaman penjara maksimal 6 tahun dan denda satu miliar rupiah.

Ancaman hukuman itu tentu berat. Namun, gentarkah ia berhadapan dengan kasus ini?

Saat berbincang dengan Floresa.co, Rabu (5/6/2015) malam, Jefry dengan tegas mengatakan, ia tidak akan takut, karena yakin, yang ia perjuangkan adalah kebenaran.

“Saya rela meletakkan jabatan karena kasus ini. Masuk penjara sekalipun saya bersedia, jika memang saya salah. Saya yakin, saya memperjuangkan kebenaran, karena itu saya tidak akan mundur,” katanya.

Jefry dilapor setelah menggunggah beberapa foto dan status, di mana ia menyebutkan bahwa Izin Mendirikan Bangunan (IMB) ruko Wijaya Mandiri di Jalan Ranaka/Samping STM, Kelurahan Carep, Kecamatan Langke Rembong, ilegal.

Gabriel Kou, salah satu kuasa hukum Dwi Jaya, mencontohkan salah satu status Jefry pada 25 Mei 2015 lalu, yang antara lain memperingatkan publik untuk waspada dengan iklan CV Wijaya Mandiri terkait ruko itu.

“Waspada dengan IKLAN “Ruko Megah Wijaya Mandiri”  Pembeli akan menerima resiko Pembongkaran karena Bangunan ini melanggar ketentuan Garis Sempadan Bangunan,” tulis Jefry.

Sehari setelahnya, Jefry yang menggunakan nama akun Arka Dewa itu kembali menulis,“RuKo Megah Wijaya Mandiri MELANGGAR: *UU No.28 Tahun 2002 *PERDA No.3 Tahun 2013.”

Melabrak Aturan

Terkait isi status itu, Jefry mengatakan, dirinya sangat yakin, itu bukan fitnah, tapi fakta, kebenaran yang tidak bisa ia tutup-tutupi.

Ia mengakui, IMB yang didapat CV Wijaya Mandiri memang tidak sesuai prosedur dan melabrak aturan yang ada.

Jefry menjelaskan, prosedur penerbitan IMB sudah diatur dalam UU Nomor 28 tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.  Selain itu, kata dia, rujukan lain sudah diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengendalian Penyelenggaraan Bangunan Gedung.

Dalam aturan tersebut, demikian Jefry, penerbitan IMB oleh Kantor Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu (KPPTSP)  harus mendapatkan rekomendasi dari instasi teknis, yang dalam hal ini merupakan kewenangannya di Dinas PU.

Namun, IMB yang dikeluarkan KPPTSP dengan Nomor 503/KPPTSP/026/IMB/IV/ 2015 pada 4 April 2015 tanpa pengesahan gambar rencana yang disahkan oleh Dinas PU.

Selain itu, bangunan ruko itu melanggar peraturan tentang garis sempadan bangunan (GSB). Aturan GSB pada kelas jalan negara/nasional adalah 20 meter diukur dari as jalan. Akan tetapi hasil survei lapangan menunjukkan bangunan tersebut hanya berjarak 14 meter dari as jalan raya Trans Flores.

Jefry mengaku bingung bagaimana bisa IMB ruko itu terbit, padahal melanggar sejumlah ketentuan itu.

Sejak awal, ia sendiri, karena sadar ada sejumlah aturan yang dilanggar, memilih tidak menandatangani pengesahan gambar rencana ruko itu.

Reformasi dari dalam

Dengan mengangkat masalah ini, dirinya ingin merombak birokrasi dari dalam, dengan mengingatkan sesama birokrat untuk menaati aturan yang telah ditetapkan.

“Untuk apa kita memiliki undang-undang dan Perda, kalau kemudian itu tidak diaati. Apalagi dalam kasus ini, pelanggarannya jelas, tapi kok malah dibiarkan,” kata Jefry.

Ia menegaskan, pilihannya mengungkap masalah ini ke media sosial, karena bingung mau bicara ke siapa lagi.

Dirinya pernah menyampaikan masalah ini ke instansinya, juga ke KPPTSP yang menerbitkan IMB.

Dan terakhir ke Sekda Manggarai, Manseltus Mitak. Namun, hasilnya tidak terlalu memuaskan.

Saat ke Sekda, kata dia, ada upaya menugaskan asisten bupati untuk menuntaskan masalah ini selama dua minggu.

Namun, ketika dirinya berupaya meminta perkembangan penanganan kasus ini, ia tidak kunjung mendapat jawaban, tidak ada tanda-tanda ada titik terang.

Ia pun sempat ke DPRD Manggarai, meminta anggota dewan untuk memperhatikan pelaksanaan Perda di Kabupaten Manggarai, termasuk dalam kasus Wijaya Mandiri.

Namun, kata dia, anggota DPRD tidak berani. “Saya bertemu dengan mereka, termasuk Wakil Ketua DPRD Osy Gandut. Tapi ia bilang, ‘Om Jef, susah, dia itu orang kuat,” katanya.

Jefry mengaku heran, bagaimana bisa pemerintah dan DPRD Manggarai tidak berani melawan seseorang yang jelas-jelas melanggar ketentuan, hanya karena ada image bahwa orang yang melanggar aturan itu adalah orang kuat.

Lantas, ia mengambil jalan lain, menulis masalah ini ke Facebook.

“Ketika posting itu saya sudah siap menerima resiko atas tindakan saya,” katanya.

Namun lagi-lagi ia tegaskan, “Saya tidak mau wibawa pemerintah Manggarai tidak berdaya di hadapan pengusaha yang tidak mau menaati aturan.”

Ketika ditanya terkait adanya kemungkinan pihak Wijaya Mandiri berkongkalikong dengan KPPTSP, sehingga IMB bermasalah itu bisa terbit, Jefry mengatakan, “saya patut menduga kuat soal itu.”

Ia menjelaskan, sulit dipahami bahwa KPPTSP yang sebenarnya hanya bertugas dalam hal administratif mau melangkahi kajian Dinas PU sebagai lembaga teknis.

Peringatan

Di sisi lain, langkah yang ia tempuh adalah bagian dari upaya memberi peringatan kepada calon pembeli ruko itu.

Kata Jefry, karena IMB ruko itu bermasalah, maka efeknya nanti akan dialami oleh para pembeli ruko.

Ia menegaskan, di kemudian hari jika terjadi pelebaran jalan, maka pasti ruko itu akan dibongkar.

“Jika IMB itu bermasalah, maka nanti orang yang sudah membeli ruko itu tidak akan mendapat ganti rugi,” katanya.

Namun, yang terjadi sebaliknya, jika dokumen IMB ruko itu tetap dinyatakan sah, meski diperolah dengan cara melanggar aturan. “Kalau konteksnya demikian, maka Pemkab Manggarai yang justru harus membayar ganti rugi kepada pemilik ruko,” jelasnya.

Oleh karena itu, Jefry menyatakan pihaknya mempersoalkan prosedur perolehan dokumen IMB tersebut sejak dini agar kelak Pemkab Manggarai tak dirugikan.

Jefry mengakui, mungkin secara prosedural langkahnya mengekspos masalah ini ke Facebook tidak bisa dibenarkan. “Tapi, ini fakta yang saya anggap fatal. Ada masalah yang substantif yang saya ungkap,” katanya.

Ia mengaku, justeru bersalah jika dirinya mendiamkan persoalan ini. “Apakah saya mau terima gaji dan tunjangan dari negara tanpa bertanggung jawab terhadap tugas saya?” tanyanya retoris.

“Mengungkap masalah ini menjadi bagian dari tanggung jawab saya terhadap tugas sebagai pejabat publik,” katanya. (Ari D/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini.

spot_img
spot_img

Artikel Terkini